Postingan ini merupakan Kelanjutan dari postingan sebelumnya, Masih sekitar Kepiting Bakau, untuk diketahui sebenarnya Tehnik Pembenihan kepiting bakau telah berhasil di coba kan pada tahun 1992 -1994 di Balai Budidaya Air Payau Jepara dan di Balai Besar Budidaya Pantai, Gondol, Bali.
Namun demikian sampai sekarang tehnologi pembenihan komoditi yang
sebenarnya mendapat pasaran cukup besar dan menjanjikan di luar negeri
ini, ternyata juga masih belum mendapat tanggapan dari para pengusaha
swasta, sehingga belum dikembangkan. Disamping Kendala yang dihadapi
pada waktu itu , sudah diidentifikasi dan masih perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
Kendala
termaksud ialah a.l . derajat kehidupan (sintasan) larva menjadi
megalopa masih rendah yaitu 3-5 % walaupun derajat penetasan telurnya
tinggi, sedangkan seekor induk kepiting yang beratnya 100 gram dapat
menghasilkan telur 1-1,5 juta butir. Penyebab dari mortalitas yang besar
ini disebabkan a.l. oleh sifat kanibalisme (memakan sesamanya) .
Sebenarnya sintasan yang rendah ini biasa terjadi pada pemeliharaan
larva hewan- hewan air seperti udang windu, udang galah, vannamei, ikan
kerapu , ikan kakap , dsb. namun demikian setelah berjalan beberapa
waktu , ternyata kendala tehnis itu dapat diatasi , karena faktor
manusia yaitu para pelaksana/tehnisi telah semakin terampil dan
menguasai keadaan
A. TEMPAT DAN WADAH PEMELIHARAAN
1. Lokasi
Panti
Pembenihan Kepiting Bakau harus berlokasi di dekat pantai karena
memerlukan air sebagai media kehidupan larva ialah air payau dengan
kadar garam 25-35 ppt.; pH 7,5 – 8,5. Perlu adanya sumber air tawar
yang jernih dan kuntitasnya mencukupi.Kegunaan air tawar ini untuk
memcuci bak dan peralatan, untuk keperluan para pekerja sehari-hari .dan
untuk mengencerkan kadar garam pada air media pemeliharaan itu sendiri
bila diperlukan.
Persyaratan
lain seperti, bebas pencemaran , mudah dijangkau oleh akses komunikasi
(jalan ) dan fasilitas yang mudah dan murah (listrik, tenaga kerja).
Memungkinkan
untuk berproduksi sepanjang tahun ( minimal 8 bulan/tahun) .Bebas
bencana alam dan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Daerah, sehingga
tidak tumpang tindih dengan peruntukan pembangunan lainnya. Bebas dari
gangguan keamanan pada umumnya Persyaratan tsb adalah lazim dibutuhkan
oleh sesuatu Panti Pembenihan berbagai komoditas akuatik maupun bukan
.
2. Prasarana, Tatak Letak dan Desain bangunan
2.1. Prasarana
Panti Pembenihan Kepiting Bakau memerlukan prasarana yang umum pada panti panti pembenihan udang terperinci sbb.:
- Fasilitas pengadaaan air laut dan air tawar : berupa bangunan dan bak-bak untuk penyaringan air dilengkapi dengan system filter, system airasi.
- Fasilitas bak-bak dibuat dari beton dan/atau fiber glass sesuai dengan kapasitasnya, untuk keperluan pemeliharaan calon induk, pematangan gonad, perkawinan; bak-bak penetasan telur (untuk induk yang mengerami), bak pemeliharaan larva ,megalopa dan crablets), bak kultur fitoplankton, zooplankton dan penetasan Artemia.
- Bangunan pendukung : Bangsal tempat panen dan packing, laboratorium pemeriksaan kualitas air dan penyakit, persiapan pakan tambahan, gudang penyimpanan bahan kimia, obat-obat, dsb.
- Bangunan pelengkap : kantor manajemen dan administrasi, asrama tehnisi, dapur, garasi, ruang pengepakan hasil, dsb.
- Peralatan penting : seperti pompa- pompa penyedot/ celup untuk air laut dan air tawar, sesuai dengan kebutuhan, blower, unit mesin pembangkit listrik (Gen set), refrigerator, kendaraan roda-4 dan roda-2. telepon , computer, dsb.
2.2. Tata Letak dan desain bangunan
Tata
letak dan desain bangunan diatur untuk memudahkan dan efisiensi
pekerjaan. Bak-2 pemeliharaan harus dalam ruangan (indoor), memungkinkan
pengaturan cahaya (matahari atau listrik) menurut kebutuhan,
dilengkapi dengan fasilitas desinfeksi/ pencucian, karantina, dsb. Panti
Pembenihan untuk Kepiting bakau ini dapat menggunakan Panti pembenihan
yang biasanya untuk pembenihan udang windu atau vannamei.
B. PEMATANGAN GONAD INDUK KEPITING BAKAU.
1. Calon Induk
Kegiatan
tehnik Pembenihan dimulai dari perolehan calon induk kepiting. Calon
induk kepiting dapat diperoleh dari alam yaitu hasil penangkapan di
tambak-tambak atau perairan hutan bakau di sepanjang pantai. Dapat
juga calon induk di dapat dari penangkapan nelayan di laut. Kepiting
yang dijadikan calon induk untuk pembenihan harus diseleksi yang telah
dewasa yaitu yang ukuran karapasnya lebar tidak kurang dari 10 cm dan
berat tak kurang dari 100 gram untuk yang betina; yang jantan berat
minimum 120 gram dan panjang karapas 12 cm atau lebih. Ini disebabkan
karena kepiting jantan tumbuh lebih cepat walaupun umurnya sama dengan
yang betina.
Kepiting
betina, abdomennya berbentuk segitiga yang lebar melipat dibawah
(ventral) dari dadanya. Yang jantan abdomen berbentuk segitiga yang
sempit, juga melipat di bagian ventral dada. ( Gambar:2).
Betina
yang tertangkap di laut kebanyakan yang sudah dewasa dan menjelang
perkawinan. Kesehatan calon induk harus diperhatikan yaitu dipilih yang
kulitnya bersih tidak ada organisme penempel (fouling).
Anggota
tubuh (kaki jalan, kaki renang, dll) lengkap dan tidak cacat.
Kelengkapan anggota tubuh ini penting dan berperan dalam keberhasilan
pemijahan dan penetasan telurnya.
Agar
produksi benihnya bagus dan telurnya banyak, kepiting betina dipilih
yang berat badannya 200 gram atau lebih , panjang karapas 8 cm dan
lebar karapas 11-12 cm. Ca;on induk jantan berat 300 gram, panjang
dan lebar karapas 8 dan 11 cm. Perbedaan ukuran jantan dan betina ini
disebabkan kepiting jantan lebih cepat tumbuh disbanding yang betina.
Dalam
proses pematangan gonad , calon induk kepiting dipelihara didalam bak
dengan kepadatan 5 ekor/M2 , dengan perbandingan jantan : betina 2 :
3.
Calon
induk sebelum dimasukkan kedalam bak pemeliharaan induk perlu di
adabtasi lebih dahulu didalam bak penampungan selama 3 hari. Adaptasi
ini perlu untuk penyegaran kondisi calon induk karena pengangkutan.
Kepiting yang pada umumnya dilakukan dengan system kering (lembab) .
metoda penagangkutan kepiting hidup dengan system kering ini
dimungkinkan bila jarak angkut cukup dekat : 1-3 jam perjalanan.
2. Pematangan gonad
Kepiting
betina agak sukar mencapai kematangan gonad terutama diluar musim
pemijahan alami. Untuk mempercepat kematangan gonad, dilakukan tehnik
ablasi tangkai mata seperti dilakukan terhadap induk udang. (Mardjono
dkk., 1992) .
Prinsip
ablasi mata ialah dengan memanfaatkan system hormonal yang terjadi pada
binatang kelas Krustasea pada umumnya, yang diungkapkan oleh Adiyodi
dan Adiyodi, 1970 dalam Nurjana dkk. 1985; Mardjono dkk.1992) .
Teori
ini menjelaskan bahwa pada tangkai mata Dekapoda kelas Crustacea,
terdapat kelenjar yang menghambat pematangan gonad yang disebut organ
X. . Adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh susunan syaraf
pusat , memerintahkan organ X untuk mengeluarkan hormone yang disebut
“Gonade Inhibiting Hormone “ (GIH) . GIH sebelum dilepas kedalam
sirkulasi tubuh , di tampung lebih dahulu didalam Sinus Gland yang juga
terletak pada tangkai mata . Fungsi dari GIH secara langsung
menghambat perkembangan kelenjar hormone sex jantan (androgenic
hormone) atau Ovarium pada binatang betina ; sehingga sperma pada
jantan dan /atau sel telur pada betina terhambat perkembangannya.
Dapat pula GIH mempengaruhi perkembangan gonada secara tidak langsung
yakni dengan menghambat aktifitas Y-organ. Y-organ ialah kelenjar yang
terletak pada pusat syaraf pada kepala dan juga pada thorax ; Y –organ
menghasilkan hormone GSH (Gonade Stimulating Hormone) yang fungsinya
mendorong perkembangan gonad yaitu merangsang pembentukan sperma pada
individu jantan dan pembentukan sel telur pada individu betina.
Dengan
demikian jika X Organ dihilangkan dengan cara pemotongan tangkai mata
maka GIH tidak terbentuk, berarti tidak ada yang menghambat perkembangan
telur dan sperma, berarti telur dan sperma akan cepat terbentuk .
Akibat
lain yang terjadi ialah Y organ bebas menghasilkan GSH sehingga ada
rangsangan untuk pematangan gonad menjadi kuat atau dipercepat. .
Fungsi
lain dari Y organ ialah berperan pada tingkah laku birahi ,
mengendalikan proses penyerapan air, proses ganti kulit dan pembentukan
zat warna.
Ablasi
(pembuangan) tangkai mata (tentu termasuk juga menghilangkan bola
mata) hanya pada individu betina , karena individu jantan organ sex-nya
mudah dapat berkembang cepat dan sempurna secara alamiah , walaupun
dipelihara didalam bak.
Uji
coba telah dilakukan di Balai Budidaya Air Payau Jepara (Mardjono
dkk.1992) mengungkapkan bahwa walaupun kepiting betina dapat matang
gonad di tambak namun laju perkembangan gonadnya lambat bila dipelihara
di dalam bak. Apabila dilakukan ablasi mata, maka individu betina
tersebut lebih cepat mengalami pematangan gonad disusul dengan proses
perkawinan dan kehamilan (pengeraman telur) , walaupun diluar musim
kawin yang alamiah.
Musim
pematangan gonad dan perkawinan kepiting bakau terjadi pada musim hujan
ialah pada bulan November sampai Februari . selain bulan-bulan tsb.
kepiting dapat matang gonad apabila di ablasi mata. Namun demikian
diketahui juga bahwa kepiting dapat bertelur di berbagai bulan sepanjang
tahun dibeberapa daerah, bilamana kondisi alam cukup menimbulkan
perangsang.
Metoda
ablasi mata pada kepiting sama dengan yang diterapkan pada udang windu
yaitu memotong salah satu tangkai mata (unilateral ablation) pada betina
saja.
Ablasi
baik dilaksanakan siang maupun malam hari , namun dengan syarat ketika
kepiting betina tidak sedang ganti kulit , melainkan harus sedang
berkulit keras; juga agar dipilih kepiting betina yang sehat, dan tida
bercacat pada anggota tubuhnya. Apabila berkulit lunak , luka karena
ablasi akan menyebabkan keluarnya
banyak
cairan tubuh sehingga kepiting dapat mati ; sedangkan kecacatan dan
tidak lengkapnya anggota badan akan berakibat terganggunya proses
perkawinan, kehamilan dan penetasan telur, sehingga jumlah larva akan
sedikit yang menetas.
Gambar:5– Diagram system hormon dalam proses reproduksi Kepiting (Dekapoda) ,
menurut Adiyodi & Adiyodi, 1970.
C. BAK PEMELIHARAAN
Agar
memperoleh hasil yang baik dalam prose pematangan gonad induk kepiting
diperlukan bak konstruksi semen ukuran 3 x 4 x 1 m (12 m3). Bentuk bak
dapat dibuat persegi ataupun oval, dilengkapi dengan saluran pemasukan
dan pembuangan air berbentuk pipa goyang yang mudah dioperasikan
untuk mengatur ketinggian air maupun untuk pengeringan.
Sebaiknya
disediakan minimal 2 buah bak untuk pematangan gonad , bak2 itu
terletak berdekatan agar memudahkan dalam pengoperasian , karena
kepiting yang telah matang gonad perlu segera diseleksi dan dipindahkan
kedalam bak terpisah.
Intensitas
cahaya yang mengenai bak-bak itu harus diperlemah dengan cara
memberikan tutup dari bahan yang masih dapat ditembus sinar matahari
tetapi intensitasnya kurang. Juga atap berfungsi agar bak tidak kena
curahan air hujan secara langsung.
Bak
pemetangan induk itu harus diberi dasar lapisan lumpur campur pasir
setebal 15 – 20 cm, dengan ketinggian air 30-80 cm. dasar bak juga
diberi tempat berlindung (shelter) dari potongan-potongan pipa paralon
berdiameter 3-4 inci karena kepiting dihabitat aslinya suka bersembunyi
didalam lubang-lubang.
Bak
perlu dilengkapi dengan aerasi , 1 batu aerasi setiap 2 m2. Aerasi
dipasang setinggi 5 cm diatas lapisan lumpur dasar, agar lumpur tidak
teraduk oleh proses airasi itu. Kadar oksigen dalam air diupayakan 6-7
ppm. Batu-batu airasi perlu dibersihkan secara periodic untuk menjaga
kestabilan gelembung udara.
D. PEMELIHARAAN INDUK
1. Media pemeliharaan
Air
media pemeliharaan dengan kadar garam 30-32 ppt yang sebelumnya
disaring lebih dahulu dengan saringan pasir (sand filter) sebagaimana
lazimnya pada hatchery untuk udang. pH air berkisar 7,5 -8,5 . DO 5-7
ppt.
Dasar
bak pemeliharaan induk kepiting perlu diberikan lapisan lumpur yang
sebelumnya sudah di bersihkan dan disterilkan dengan cara di rebus
sampai mendidih , lalu didinginkan. Percobaan yang telah dilakukan
membuktikan bahwa, induk kepiting yang dipelihara di bak yang tanpa
substrat berupa dasar lumpur, hasil perkembangan telurnya kurang baik,
sedikit dan daya tetas kurang. (Rusdi dkk.,1998).
2. Pakan
Pakan
untuk calon induk dan induk kepiting ialah cacahan daging ikan,
cumi-cumi yang masih segar. Pengalaman di BBAP Jepara menunjukkan bahwa
cumi-cumi harus diutamakan, karena baik untuk merangsang perkembangan
gonad bagi binatang krustasea : udang ,kepiting. (Mardjono dkk,1992).
Banyaknya pakan 5-10% berat biomassa perhari. Pakan sejumlah itu
diberikan dua kali per-hari , jam 8.00 pagi dan jam 17. 00 sore. Sebelum
pakan diberikan, dasar bak dibersihkan dengan cara menyipon untuk
menyedot pakan yang ang masih tersisa. Bila pakan yang tersisa banyak,
maka pemberian pakan berikutnya harus dikurangi. Sebaliknya bila pakan
tidak bersisa , pakan yang diberikan harus ditambah.
Pembersihan
bak hanya dilakukan pada pagi hari saja, kecuali bila terjadi hal yang
buruk, misalnya ada gejala pembusukan dengan terlihatnya banyak busa
dipermukaan air, atau air berbau busuk.
Selain
pakan alami berupa daging ikan dan cumi-cumi mentah segar, juga diberi
pakan buatan berupa pelet kering yang biasa diberikan untuk induk udang
windu. Pakan pellet khusus untuk induk udang itu mengandung nutrisi jang
baik sebagai pelengkap ,dengan kandungan protein dan lemak esensial,
vitamin dan mineral . Diberikannya cukup 2-3 kali per-minggu, dengan
dosis 2 % berat biomassa.
3. Ablasi mata
Ablasi
mata dilakukan setelah calon induk dipelihara 3-5 hari didalam bak,
setelah induk-induk itu terlihat sehat , gesit dan nafsu makannya baik.
Calon
induk betina yang hendak di ablasi dipilih yang berkulit keras dan
sehat. Pelaksana ablasi kepiting harus dilakukan oleh tehnisi yang
terampil memegang kepiting agar tidak meronta. Pemotongan mata berikut
tangkainya dilakukan dengan gunting yang tajam dan dipanaskan lebih
dahulu , sehingga luka bekas terpotong segera kering dan tidak
mengeluarkan banyak cairan.
Selesai
ablasi uni-lateral (sat mata), kepiting direndam di dalam ember berisi
larutan PK 5 ppm selama 15 menit, untuk mencegah infeksi. Setelah itu
kepiting dipindahkan kedalam bak pemeliharaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya, dimana kepiting betina pasca ablasi itu di pelihara bersama
dengan kepiting jantan, dengan perbandingan jantan : betina 2:3. 3-5
hari pasca ablasi biasanya sudah ada betina yang siap untuk perkawinan.
4. Proses Perkawinan
Kepiting
Bakau melakukan perkawinan di perairan estuaria (Arriola,1940 dalam
Mardjono dkk. 1994). Perkawinan terjadi biasanya saat suhu air naik.
Menjelang perkawinannya, kepiting betina mengeluarkan cairan kimiawi
perangsang yaitu pheromone kedalam air yang akan menarik perhatian
kepiting jantan. Selanjutnya kepiting jantan yang berhasil menemui
kepiting betina sumber pheromone itu, lalu naik ke atas karapas
kepiting betina yang sedang dalam kondisi pra lepas cangkang (premolt).
Kepiting jantan tsb. membantu proses ganti kulit kepiting betina tsb.
Selama kepiting betina mengalami proses ganti kulit, kepiting jantan
akan melindungi nya selama kurang lebih 2-4 hari sampai cangkang
terlepas dari tubuh kepiting betina . Kondisi seperti itu disebut
“doubler formation” atau “ premating embrace”.
Setelah
cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina, tubuh betina dibalikkan
oleh yang jantan sehingga sekarang pada posisi berhadapan untuk
terjadinya kopulasi. Semetara itu cangkang betina masih dalam keadaan
lunak. “Spermatofora” dari kepiting jantan akan disimpan didalam
“spermateka” kepiting betina. Menurut Fielder dan Heasman,1978 dalam
Mardjono dkk., 1991). Perkawinan kepiting ini dapat terjadi di waktu
siang maupun malam hari.
Fielder
dan Heasman (1978) mengungkapkan bahwa spermatofora yang tersimpan
pada kepiting betina sekali kawin mencukupi untuk pembuahan dua kali
peneluran sekor kepiting betina. Telur yang telah matang gonad dalam
ovarium betina akan turun ke oviduct dan dibuahi oleh sperma,
selanjutnya telur yang telah dibuahi itu dikeluarkan lalu menmpel pada
umbai- umbai (rambut-rambut pada pleopoda) untuk dierami oleh induk
betina itu. Sekali bertelur induk kepiting dapat mengeluarkan 1-8 juta
butir telur , tergantung dari berat badan induk betina. , namun biasanya
yang berhasil menempel pada umbai-umbai hanya 1/3 nya.
5. Perkembangan Telur Dalam Ovarium
Pada
kepiting bakau, telur berkembang menuju pematangan untuk siap dibuahi,
setelah terjadi kopulasi (perkawinan). Jantan dan betina melepaskan
diri , dan cangkang induk betina menjadi keras kembali.
6. Pengamatan Kematangan Telur
Mulai
sepuluh hari setelah di ablasi mata dan selanjutnya pengamatan
dilakukan berselang 3 hari kemudian., dilakukan pengamatan tingkat
perkembangan gonad. Berbeda dengan udang, kepiting bercangkang sangat
tebal sehingga pengamatan gonad hanya dapat dilakukan melalui bagian
belakang karapas tempat bersambungan dengan abdomen. Bagian ini tampak
menggembung bila telur kepiting berkembang penuh. Dan berwarna kemerahan
cerah. Fielder dan heasman (1978) dalam Mardjono (1994) membuat
tingkat perkembangan telur kepiting bakau menjadi 4 tingkatan , sbb. :
1. Tingkat I: belum matang (immature), yaitu belum ada tanda-tanda perkembangan telur pada induk betina .
2. Tingkat
II: Sedang dalam proses pematangan (maturing) perkembangan telur sudah
mulai terlihat penuh, berwarna kuning, namun belum tampak menonjol
penuh.
3. Tingkat
III: Matang (ripe). Telur kepiting telah dibuah dan dikeluarkan
serta menempel pada umbai-umbai dibawah abdomen. Saat baru
ditempelkan ,telur berwarna kuning muda. Selanjutnya embrio makin
berkembang didalam telur dan warna telur berubah menjadi kelabu, coklat
kehitaman , bila hamper menetas. Lama pengeraman (inkubasi) telur 14-20
hari.
4. Tingkat IV: Salin (spent). Seluruh telur telah menetas. Ruang dibawah abdomen terlihat kosong.
Pada
tingkat kematangan II akhir, telur dikeluarkan dari ovarium lalu
dibuahi. Selanjutnya telur yang sudah dibuahi itu keluar tidak membuyar
kedalam air melainkan melekat pada bulu-bulu di kaki renang (pleopoda)
yang disebut umbai-umbai dibawah abdomen mengalami masa pengeraman.
Pada panti pembenihan, saat induk mulai terlihat mengerai telur, segera
dipindahkan kedalam bak pengeraman/ penetasan. Masa pengeraman telur
14 – 20 hari.
7. Pengeraman dan Penetasan
Induk
yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki renangnya secara teratur ,
sehingga telur-telur itu memperoleh air segar yang banyak mengandung
oksigen. Pada masa pengeraman tsb. induk berenang-renang dengan kaki
renangnya yang terus=menerus bergerak dan sering berdiri pada kaki
jalan. Sehingga telur-telur terus menerus memperoleh air segar dan
banyak oksigen . Hal ini penting untuk perkembangan embrio. Masa telur
yang semakin tua, warnanya berubah warna menjadi kelabu kemudian coklat
kehitaman.
Masa
pengeraman banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada lingkungan
dengan kadar garam 30-33 ppt dan suhu berkisar antara 26-30 oC
pengeraman dapat berlangsung baik dan perkembangan telur normal.
Induk
yang di ablasi proses pematangan telur berlangsung sedikit lebih cepat
dan didapatkan jumlah induk matang telur lebih banyak . (Mardjono
dkk.,1994).
Bak
untuk pengeraman dapat digunakan bak berukuran 2 x 2 x 0,5 m , terbuat
dari semen atau fiber glass. Sebagai media pemeliharaan digunakan air
laut dengan kadar garam minimal 28 ppt suhu 28oC.
Untuk
mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu ditutup dengan anyaman
bambu (gedeg) atau plastic yang tidak terlalu gelap. Kepadatan kepiting
dalam bak pengeraman 1 ekor/m2 .
Selama
proses pengeraman induk tidak diberi pakan. Penggantian air dilakukan
setiap hari sebanyak 75%. Aerasi dipasang 1 batu aerasi/m2 dengan
tekanan aerator diatur agar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah.
Gambar : 6- Mengeram telur pada umbai-umbai
E. PENETASAN TELUR
Setelah
telur-telur berwarna kehitaman, proses penetasan akan segera
berlangsung. Penetasan biasanya berlangsung pada pagi hari. Larva yang
baru menetas disebut pre-zoea yang sekitar 30 menit kemudian akan
bermetamorfosa menjadi Zoea-1.
Pada
masa penetasan ini pre-zoea disebarkan kedalam air secara terus menrus
selama 3 – 5 jam. Seekor induk kepiting dengan berat 100 gram (lebar
karapas 11 cm) dapat menghasilkan telur sebanyak 1 – 1,5 juta butir.
Pada proses penetasan itu, kaki dayungnya dikipas-kipaskan dan
kaki-kaki jalan induk di garuk-garukkan kepada umbai-umbai segingga
telur lepas secara bertahap. Disinilah fungsi kai-kaki jalan sehingga
kelengkapan anggota badan induk sangat berperan dalam kesempurnaan
proses reproduksi sajak perkawinan sampai penetasan telurnya. Akhirnya
hanya sebagian kecil dari telur yang akhirnya rontok gagal menetas.
Induk
kepiting yang telah melepaskan larva yang baru menetas itu, segera
dipindahkan kedalam bak pemeliharaan induk dan dirawat guna memulihkan
kondisi induk . Masa pemulihan ini akan berlangsung selama 4 – 7 hari .
setelah itu induk dikembalikan kedalam bak perkawinan bersama kepiting
jantan.
F. PEMELIHARAAN LARVA
1. Bak Pemeliharaan Larva
Bak
untuk pemeliharaan larva kepiting dapat berbentuk bulat, oval
ataupun segi empat. Ataupun bentuk-bentuk lain. Pada dasarnya bak yang
biasa untuk memlihara larva udang dapat juga untuk memelihara larva
kepiting. Yang terpenting ialah bahwa bak tidak boleh mempunyai sudut
tajam sehingga merupakan “sudut mati “dimana akan terkumpul kotoran
disitu. Bahkan larva itu sendiri akan terjebak pada sudut itu.
Dasr
bak harus di disain agar cukup miring supaaya dapat dengan tuntas
dikeringkan. Pembuangan air berupa “pipa goyang “ atau “system sifon”
agar pembuangan air mudah dan tuntas.
Volume
bak sebaiknya tidak terlalu besar, cukup 5 – 10 m3 dengan kedalaman bak
1 m.Sehingga diisi air dengan kedalaman maksimum 80 cm. Ukuran ini
akan memudahkan dalam pengelolaan , seperti penggantian air; sedangkan
larva yang dipelihara sebaiknya dapat terdiri dari larva yang seumur
(hari menetasnya bersamaan ) walaupun dari induk yang berbeda. Hal ini
penting untuk mengurangi kemungkinan perbedaan laju pertumbuhan sehingga
akan cenderung kanibal.
2. Media Pemeliharaan
Media
pemeliharaan larva digunakan air yang diambil langsung dari laut yang
jernih, yang disaring dengan saringan pasir, disusul dengan penyinaran
sinar ultra violet atau perlakuan dengan klorine 50 ppm untuk
sterilisasi dari bacteria dan lain lain organisme renik yang
mungkindapat menimbulkan pengakit pada larva kepiting.
Salinitas
30-33 ppt, pH 7,5 – 8,5. Kadar oksigen terlarut harus diupayakan stabil
antara 6-7 ppm, dengan memasang aerasi. Jumlah batu aerasi 1 per-m2
dengan jarah antar batu aerasi 0,5 m, yang digantung dengan bantuan
tali membentuk segi empat dimana setiap sudutnya digantungkan batu
aerasi, sebagaimana lazimnya pada bak pemeliharaan larva udang.
Kekuatan aerasi diatur agar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah.
Fungsi dari aerasi itu selain untuk menambah kelarutan oksigen dalam
air, juga untuk menggerakkan pakan larva agar selalu dalam kondisi
melayang diair agar tidak mudah tenggelam didasar.
3. Penebaran
Larva
yang baru menetas , diperoleh dari bak penetasan dinama induk yang
mengeram di pelihara secara terpisah. Setelah pre-zoea berubah menjadi
zoea -1 , saatnya untuk dipindahkan ke bak pemeliharaan larva.
Pemindahan
larva dilakukan pada pagi atau sore hari. Lrva dikumpulkan dengan
menggunakan gayung atau “cimplung” agar larva terambil bersama massa
airnya. Selanjutnya ditampung di dalam ember sambil diaerasi lambat.
Bila sudah terkumpul dalam jumlah cukup banyak, larva di pindah dalam
waskom , lalu diapungkan dipermukaan air bak larva untuk 30 menit
lamanya , sambil sedikit demi sedikit air dari bak yang akan ditebari
itu dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam waskom agar teraklimatisasi.
Akhirnya waskom dimiringkan sehingga larva dapat keluar sendiri
menyebar kedalam air bak pemeliharaan larva itu.
Kepadatan
larva didalam bak pemeliharaan 75-100 ekor /liter. Jadi satu bak
larva yang volume airnya 4000 liter (4 m3) dapat ditebari 400 000 ekor
Zoea-1 Larva sejumlah itu berasal dari seekor induk kepiting saja.
Bahkan dari seekor induk , larvanya dapat ditebar kedalam bak yang
volume airnya 8 m3.
Larva
kepiting sangat bersifat kanibal. Karena itu kepadatan sangat
mempengaruhi tingkat sintasannya, apalagi kalau pakan nya tidak
mencukupi. Pakan yang kurang menyebabkan perkembangan larva tidak sehat,
sehingga banyak mati , selain kanibalisme. Sewbvaliknya bila pakan
berlebihan, akan menyebabkan mutu air memburuk, menyebabkan banyak
kematian juga pada larva.
4. Pengelolaan Pakan
Di
alam larva kepiting memakan berbagai organisme renik plankton seperti
Diatomae, larva-larva dari Echinodermata, moluska dan cacing, dsb.
Didalam bak pemeliharaan , pakan yang diberikan juga harus disesuaikan
dengan sifat alami dari larva itu.
4.1. Pakan Alami
Dalam
pemeliharaan larva kepiting diberi pakan berupa pakan alami dari
berbagai organisme plankton hewani (zooplankton) dan fitoplankton yang
ukurannya sesuai dengan stadia Zoea.
Pakan
untuk Zoea – 1 sampai Zoea-3. berupa zooplankton Brachionus sp dan
fitoplankton jenis Chaetoceros sp. yang dihasilkan dari kultur di
laboratorium.
Pakan
untuk Zoea- 4 dan Zoea -5 dan Megalopa berupa nauplii Artemia yang
ditetaskan dari kista Artemia dan fitoplankton Chaetoceros sp. dan
ditembah Tetraselmis sp.. Kegunaan dari fitoplankton itu walaupun
mungkin secara langsung tidak dimakan oleh larva kepiting, tetapi
berguna sebagai penyeimbang lingkungan dalam air karena fitoplankton
itu dalam proses fotosintesisnya dapat menyerap zat-zat hara yang
beracun bagi larva kepiting yang dipelihara.
Dosis
Brachionus , Chaetoceros yang diberikan kira-kira 10 liter ( satu
ember) kultur yang sudah disaring sehingga padat untuk bak volume 1
M3. Demikian juga Tetraselmis sp. juga sebanyak 10 liter kultur yang
sudah disaring.
Sedangkan
untuk Zoea-4, Zoea-5 dan Megalopa dosis nauplii Artemia diperkirakan 2
gram kista ditetaskan untuk diberikan kepada setiap 100 000 larva
kepiting. Jadi jika kita memelihara seluruhnya 5 juta larva kepiting ,
maka setiap hari perlu di tetaskan kista artemia sebanyak 10 gram.
Tetasan
nauplii artemia tsb. diberikan pada pagi hari, setelah dilakukan
pembersihan bak dengan sipon dan air bak dig anti 1/3 volume dengan air
yang segar.
4.2. Pakan Buatan
Dalam
pemeliharaan larva kepiting selain pakan alami juga diberi pakan
buatan. Pakan buatan mengacu kepada jenis pakan yang diberikan kepada
larva udang windu. Tujuan pemberian pakan buatan ini untuk melengkapi
zat nutrisi yang kemungkinan tidak terdapat pada pakan alami.
Larva
kepiting mulai stadium Zoea -1 sudah dapat memakan pakan buatan .
banyaknya ransum dan ukuran jenis pakan buatan yang diberikan dirubah
sesuai dengan tingkat perkembangan larva.
Larva
stadium Z-1 dan Z-2 diberi pakan sebanyak 0,5 ppm. Artinya kedalam bak
pemeliharaan larva yang volume airnya 1 M3 (1000 liter) diberi pakan
berupa butir-butir mikropelet sebanyak 0,5 gram . Jika volume air 5 M3
maka banyaknya pakan 5 x 0,5 gram. = 2,5 gram.per-M3 volume air bak.
Untuk
stadium Zoea-3, dosis pakan 0,6 ppm ; atau sebanyak 0,6 gram per-M3
air bak. Untuk stadium Zoea-4 , dosis pakan 0,65 ppm ; atau sebanyak
0,65 gram per-M3 air bak.
Untuk stadium Zoea-5, dosis pakan 0,75 ppm ; atau sebanyak 0,75 gram per-M3 air bak.
Mulai stadium Megalopa sampai instar ( stadium Crab) ransum pakan ditingkatkan menjadi 1 ppm sekali pemberian.
Pemberian
pakan buatan (mikropelet) tsb. sehari diberi kan 6 kali , yaitu
berselang waktu 4 jam. Dengan cara itu diharapkan larva dapat terus
menerus mendapat makanan, pakan tidak boleh berlebihan dan karena selalu
ada pakan didalam air pemeliharaan, larva menjadi berkurang sifat
kanibalisme-nya.
Ukuran
partikel pakan juga harus disesuaikan dengan ukuran stadium larva.
Untuk stadium Zoea-1 sampai Zoea-5 ukuran pelet 50 mikron, diberbesar
bertahap sampai 100 mikron . Selanjutnya untuk stadium Megalopa dan
Crab ukuran pelet lebih besar yaitu 200 mikron sampai 500 mikron.
Ukuran-ukuran besarnya mikropelet itu dapat di baca pada kaleng wadah
pakan larva yang dijual.
Stadium
Megalopa lebih suka tinggal didasar bak (benthic)dan makan Artemia yang
sudah ditetaskan berumur 4-5 hari (instar 4-5). Dosis pakan tetasan
kista sebanyak 3 gram untuk 100 000 ekor Megalopa per-hari. Ukuran
panjang total tubuhnya 4,1 mm. Sifatnya cenderung kanibal. Sehingga
terjadi banyak penyusutan jumlahnya. Untuk mengurangi kanibalisme, di
dalam air bak perlu diberi tempat persembunyian berupa rumbai-rumbai
yang dapat dibuat dari tali rafiyah yang diikat segerombol diberi
pemberat agar dapat ditegakkan didalam air. Jumlah rumbai-rumbai ini
hendaknya cukup banyak. Lama masa Megalopa ini 7 hari, bermetamorfosa
menjadi stadium Crablet (benih kepiting).
Pada
stadium Crab-1 sampai Crab-5 yaitu benih kepiting , bentuk dan organ
tubuhnya sudah seperti pada kepiting dewasa.Panjang karapas 2 mm sampai 3
mm; berat badannya 5 – 9 mg. Pada stadia Crab anakan kepiting makan
dari dasar bak Pakan yang diberikan berupa daging ikan , cumi-cumi yang
masih segar dan dibersihkan, lalu dicacah . Dosis pakan perhari
diperkirakan sebanyak 50-100 gram untuk 100 000 ekor benih Crab-1
sampai Crab-5. Pemberiannya pakan secara di onggokkan pada 4-5 titik.
Sementara diberi pakan itu , aerator dihentikan. Kemudian harus diamati
apakah pakan yang diberikan itu segera habis dalam waktu 10 menit.
Bila cepat habis, maka selang 3 - 4 jam , perlu diberi lagi cacahan
pakan yang sama. Demikian dalam sehari pemberian pakan untuk stadium
Crab sebanyak 6 kali. Bila Crab terlihat sangat rakus atau nafsu makan
bagus, maka dosis pakan harus dinaikkan. Sebaliknya kalau nafsu makan
kurang, atau lambat memakannya, maka pada pemberian berikutnya dosis
pakan dikurangi.
Pengamatan
dan pengaturan dosis pakan itu penting , untuk mencegah terjadinya
kanibalisme, bila benih crab itu kelaparan dan pakannya kurang.
Sebaliknya jika pakan terlalu banyak bersisa, menyebabkan kualitas air
menurun, karena pembusukan sisa pakan itu. Hal ini akan menyebabkan
banyak kematian pada benih kepiting.
Penelitian
telah dilakukan pada pertumbuhan benih stadia Crab dimana pada umur 50
hari (terhitung sejak Zoea-1) berat badannya mendekati 500 mg panjang
karapas mendekati 10 mm ( 1 cm). Ini ukuran yang diperkirakan sudah
cukup kuat untuk di jual sebagai benih untuk di deder pada tempat yang
lebih luas di luar ruangan. Misalnya didalam hapa yang dipasang ditambak
yang subur dengan pakan alaminya. Namun tentu saja harus selalu
dilindungi terhadap hama pemangsa karena itu masih di pelihara didalam
hapa.
G. Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas
air tempat larva kepiting dipelihara , merupakan faktor penting yang
harus dijaga agar tetap dalam kondisi optimum dan stabil. Dalam Panti
Pembenihan, biasanya dilakukan pergantian air bak larva sebanyak 20-40%
dari volume bak setiap 2 hari.
Penggantian
air dilakukan dengan lebih dahulu menyedot air dari dasar bak
menggunakan sipon yaitu slang berdiameter 2 -3 inci yang diberi tutup
ujungnya dengan kain kelambu yang lubangnya tidak terlalu kecil,
memungkinkan kotoran yang mengendap didasar bak tersedot. Sebagian air
dari dasar bak akan terbuang sebanyak 20-40% volume. Kemudian bak diisi
lagi dengan air yang masih segar dan salinitas 30-33ppt , suhu 28-30
oC sama dengan air yang lama. Sedangkan kadar Oksigen tentu dapat
dipertahankan 6-7 ppm bila aerator terus menerus terpasang. Dan dijaga
kebersihannya. Kotoran-kotoran dan sisa-sisa pakan didalam air akan
membusuk dan menyerap banyak O2. Karena itu kebersihan air dan dasar
serta dinding bak harus dijaga, dengan cara di sipon dengan cermat.
Penggantian
air itu dimulai pada zoea-2 sebanyak 20% setiap 2 hari sekali , sampai
Zoea-3 , selanjutnya sampai Zoea 5 ganti air sebanyak 40%.
Pada
stadium Megalopa, sebaiknya dipanen, untuk memindahkan Megalopa kedalam
bak lain yang sudah dipersiapkan dalam kondisi bersih dan diberi
rumbai-rumbai untuk persembunyian terhadap sesamanya. Megalopa bersifat
benthic yaitu senang berada didasar bak. Ukuran besarnya panjang
karapas 2,1 mm, panjang abdomen 1,87 mm, panjang tubuh total dari ujung
duri rostral sampai ujung belakang abdomen 4,1mm.
Padat penebaran Megalopa 10-20 ekor/M3.diperkirakan dapat mengurangi sifat kanibalisme.
H. Pengendalian Penyakit
Penyakit
pada larva kepiting dapat terjadi pada semua stadium . Disebabkan
adanya bacteria, jamur dan Protozoa yang terdapat dan berkembang didalam
air bak pemeliharaan. Ini disebabkan oleh kotoran dan sisa-sisa pakan.
Penelitian
mengenai larva kepiting belumlah banyak dilakukan. Namun demikian
haruslah diwaspadai masalah penyakit ini. Penyakit dapat timbul dari
interaksi antara 3 faktor yaitu faktor lingkungan,fartor keberadaan
organisme penyakit dan faktor kondisi inang atau organisme itu sendiri
(yaitu larva yang dipelihara) yang dalam kondisi lemah.
Lingkungan,
yang kondisinya tidak stabil (kotor, kualitas air tidak stabil)
menyebabkan kondisi larva stress, lemah, nafsu makan menurun, akibatnya
mudah diserang penyakit. Penyakit itu disebabkan keberadaan organisme
penyakit itu yang ada didalam lingkungan /bak. Keberadaan organisme
penyebab penyakit itu memang ada dimana-mana, tetapi akan dapat merebak
bila kondisi airnya kotor. Bila kondisi bersih, tidak banyak sisa-sisa
kotoran dsb. dan kualitas air selalu terjaga stabilitasnya/ cocok untuk
kehidupan larva yang dipelihara, makanan cukup dan bergizi yang sesuai
dengan kebutuhan larva, maka larva juga kondisi nya akan selalu sehat,
kuat, dan tahan penyakit.
Itulah
caranya kita mengendalikan kondisi larva yang kita pelihara , agar
kita upayakan selalu dalam kondisi sehat dan ini dapat dicapai jika kita
bekerja dengan cermat, cermat, dan cermat.
1. Penggunaan Obat
Banyak
jenis anti biotika yaitu obat yang membasmi bacteria, jamur, protozoa,
tetapi virus tidak dapat dibunuh oleh antibiotika karena virus tidak
dapat melakukan metabolisme sendiri, melainkan sepenuhnya numpang hidup
pada organisme lain. Jenis penyakit pada larva kepiting , tentu juga
serupa dengan yang menyerang larva udang yang sekarang sudah banyak
diketahui. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa larva yang
terlanjut sakit, sulit untuk disembuhkan dengan obat apapun. Karena itu
cara pencegahan harus diutamakan, yaitu memelihara lingkungan agar
stabil dan optimal bagi kehidupan larva, pakan yang baik mutunya,
menjaga kebersihan, dan menghindari/melindungi bak-bak pemeliharaan dari
kontaminasi/penularan bibit penyakit.
2. Penggunaan Antibiotik
Obat
anti biotika sekarang dilarang oleh Pemerintah penggunaannya untuk
perikanan, karena menyebabkan organisme penyakit menjadi resisten (tidak
mati oleh obat tsb.) dan adanya obat yang menyebabkan kanker pada
manusia bila pemakaian jangka panjang dan obat tertentu itu mengendap
dalam bahan makanan.
Untuk
pencegahan penyakit pada Panti Pembenihan, diperkenankan untuk
pembersihan saja yaitu menggunakan obat disinfektan yang berupa bahan
kimia , seperti larutan PK 2-3 ppm, deterjen , sabun untuk mencuci bak
dll. , formalin 100- 200 ppm untuk mematikan bakteri dan juga virus.
Demikian
semoga penjelasan-penjelasan dalam postingan ini dapat membantu anda
dalam menerapkan dan membawa keberhasilan dalam budidaya Perikanan pada
umumnya.
untuk diketahui
Calon
Induk dan induk kepiting yang sudah mengandung telur dapat diperoleh
dari penangkapan di alam. Persyaratannya ialah organ tubuhnya lengkap,
tidak cacat dan bebas penyakit. Kulitnya bersih, agak mengkilap.
Calon
induk itu dapat dipelihara didalam bak pada suatu bangunan Panti
Pembenihan yang semula dipakai untuk pembenihan Udang Windu. Jadi bentuk
bak pemeliharaan induk dapat berbentuk bulat ataupun empat persegi
panjang, dengan kedalaman air 80 – 100 cm. Dasar bak harus diberi
lapisan Lumpur tanah lihat setebal 10-15 cm. Lumpur itu sebelum di
masukkan kedalam bak lebih dahulu disterilkan dengan cara direbus hingga
mendidih untuk ematikan bibit penyakit yang mungkin dapaty menyerang
kepiting. Adanya Lumpur ini menjadi prasyarat bagi kepiting untuk
pematangan gonadanya sengan sempurna. Padat penebaran di dalam bak
pemeliharaan ialah 1-32 ekor/m2, perbandingan jantan: betina 1 : 2.
Pakan
untuk calon induk ialah cacahan daging cumi-cumi, kekerangan, udang
kecil , dan daging ikan yang semuanya lebih dahulu dicuci hingga bersih.
Banyaknya pakan (ransum) 5-10 % berat kepiting seluruhnya, per-hari. ,
pemberian pagi dan sore .
Dapat
juga diberi pakan berupa pelet kering kualitas untuk induk udang
windu (kadar protein 35-40%) dengan dosis 2-3 % per-hari . Dosis itu
dibagi 2 untuk pagi dan sore.
Ablasi
mata dapat dilakukan setelah calon induk di pelihara selama 3-5 hari ,
agar beradaptasi. Calon induk yang di ablasi harus berkulit keras. Yang
dipotong betina saja , salah satu mata saja. Alat pemotong mata ialah
gunting tajam yang lebih dahulu di panaskan , agar lukanya cepat
kering dan tidak mengeluarkan banyak cairan. Setelah di ablasi mata,
calon induk direndam didalam larutan PK 3-5 ppm selama 10 -15 menit
untuk sterilisasi, setalh itu dimasukkan kembali kedalam bak
pemeliharaan induk bersama kepiting jantannya agar dapat melakukan
perkawinan .
Setelah
kawin dan induk betina keras kembali kulitnya, maka didalam tubuhnya
akan berkembang gonadanya , sampai stadia 2 , kemudian telur
dikeluarkan dan terjadi fertilisasi dengan sperma yang sudah disimpan
oleh si betina itu ketika kawin. Sekali bertelur betina kepiting dapat
meghasilkan telur sebanyak 1 juta – 3 juta tergantung dari berat
tubuhnya.
Telur
yang sudah di fertilisasi lalu melekat pada bulu-bulu kaki renang ,
dibawah abdomen untuk di erami. Selama pengeraman induk betina
berenang-renang sambil selalu mengibaskan kaki-kaki renang , agar air
segar dengan banyak kandungan oksigen , mengaliri telur-telur yang
embrionya sedang tumbuh itu. Lama pengeraman telur 10-12 hari pada suhu
28-30 oC dan kadar garam 12- 30 ppt.
Telur
menetas setelah telur berwarna coklat disebabkan embrio yang sudah
besar duidalam telur. Telur menetas menjadi Pre-zoea yang hanya dalam
waktu 30 menit berubah menjadi stadia Zoea-1 . Setiap 3-4 hari Zoea itu
berganti kulit menjadi stadia Zoea-2, Zoea-3, Zoea-4 , Zoea-5. Setiap
berubahjadi lebih lengkap organ tubuhnya dan ukurannya semakin besar.
Gerakan semakin gesit menangkap mangsanya.
Pakan
Zoea ialah fitoplankton (Tetraselmis dan Chaetoceros) dan Zooplankton
(Brachionus sp) dan nauplii artemia. Fitp dan zooplankton itu di kultur
di dalam Panti Pembenihan.
Zoea-5
akan berubah menjadi stadia Megalopa yang berukuran 4 mm. Sifatnya
kanibal (memakan sesamanya), karena itu didalam bak harus diberi banyak
tempat persembunyian , yaitu potongan jaring bekas atau tali rafiayah
yang di ikat seperti rerumputan di rendam dalam air.
Setelah
5-7 hari Megalopa akan berubah menjadi stadium Crablet (kepiting
kecil) bentuknya sudah sama dengan kepiting dewasa. Kecenderungannya
hidup didasar bak Ukuran Crablet -1 hanya 1,5 cm , setelah 50 hari
sampai 70 hari besarnya sudah cukup untuk di pelihara di kolam air
payau ( pendederan. Karena itu sudah dapat di jula sebagai benih
kepiting . Ukurannya sekitar 5 cm.
Selama
dalam pemeliharaan di Panti Pembenihan, Pengelolaan air harus dilakukan
, yaitu bak pemeliharaan induk maupun bak larva harus di bersihkan
dengan cara di sipon . Air yang terbuang bersama kotoran diganti dengan
air baru
yang sudah di filter, dan kualitas airnya sama, yaitu salinitas 30-32 ppt, suhu air 28-30 oC.
Penanggulangan
penyakit pada Pembenihan kepiting harus diutamakan pencegahannya.
Dengan cara memelihara kebersihan bak dengan menyipon kotoran setiap
hari dan mengganti dengan air baru yang telah di saring dan kualitasnya
sama dengan air yang lama.
Pemberian pakan harus teratur dan cukup dosisnya.
Penggunaan
anti biotika tidak diperkenankan , karena anti bioitika merupakan bahan
kimia yang akan mengendap dalam tanah dan air sehingga dalam jangka
lama dapat mematikan organisme lain. Ada jenis anti biotika yang
diketahui menyebabkan kanker pada manusia.
Yang
diperkenankan ialah beberapa bahan kimia sebagai disinfektan seperti
PK (Kalium Permanganat) 2-3 ppm , Klorine 50 – 100 ppm yang membunuh
bacteria, jamur, dan cepat terurai/rusak.
Sumber Referensi:
1. Kementerian kelautan dan perikanan Republik Indonesia
2. Badan Pengembangan sumberdaya Manusia Kelautan dan perikanan
3. Pusat penyuluhan kelautan dan perikanan Republik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar