Rumpon merupakan
salah perlengkapan dalam istilah perikanan tangkap khususnya
penangkapan ikan yang dalam kurun waktu yang belum lama dan banyak
digunakan oleh para nelayan baik skala kecil maupun besar. Pancing tegak
dapat ditemui di wilayah perairan dalam. Terutama di sekita rumpon
laut dalam. Daerah penangkapannya terletak pada alur ruaya ikan-ikan
pelagis besar.
Postingan ini menjelaskan seluk beluk rumpon Mulai Yang terdiri sari:
Tujuan
penulisan dalam postingan ini adalah memberi informasi teknologie yang
berkaitan dengan penangkapan Ikan di Laut dengan Sarana Prasarana
Rumpon, pancing tegak.
PENGENALAN RUMPON
Didalam
Melakukan Metoda penangkapan yang mendasari teknologi penangkapan
ikan, terdapat empat faktor utama yang harus anda pahami, yaitu:
1. Ikan apa yang hendak ditangkap (Biologi Ikan),
2. dimana ikan akan ditangkap (fish ground),
3. bagaimana sifatnya (fish behaviour)
4. dan berapa jumlah yang akan/boleh ditangkap (stock assessments dan kelestarian).
Dari
keempat faktor di atas, fish ground merupakan faktor penentu dalam
menentukan keberhasilan penangkapan ikan, tanpa mengetahui fish ground
ikan yang menjadi tujuan daerah penangkapan adalah pekerjaan menangkap
ikan yang sia-sia.
Fishing
ground di alam merupakan suatu lingkungan kehidupan yang disukai ikan
untuk berkumpul. Berbagai faktor yang menyebabkan ikan mau berkumpul di
lingkungan yang sesuai untuknya, yang dapat dipelajari pada mata kuliah
biologi perikanan.
Secara umum ikan akan berkumpul yaitu:
1. Pada saat makan,
2. saat hendak memijah,
3. dan saat bermigrasi (tuna adalah ikan yang bersifat higly migratory).
Sebuah
pertanyaan yang selalu menggelitik para nelayan adalah bagaimana
menangkap ikan yang paling mudah. Jawabannya sederhana mungkin “jawaban
bodoh” adalah menangkap ikan yang sedang “ngumpul” dan syukur-syukur
“diem”. Pernyataan “ngumpul dan diem” inilah yang memacu para nelayan
berupaya mengumpulkan ikan dengan berbagai cara. Cara yang sudah lama
kita kenal adalah dengan menggunakan rumpon (fish agregate device) dan
menggunakan atraksi cahaya.
Mencari
fish ground alam bukan pekerjaan mudah. Contoh yang paling sederhana
adalah pada penangkapan ikan kembung dengan menggunakan payang
tradisional, kumpulan ikan hanya dapat diketahui oleh para nelayan yang
sudah berpengalaman, atau berdasarkan pengetahuan yang diturunkan dari
orang-orang tua mereka, bahkan tidak jarang dibarengi dengan mistis.
Contoh pada perikanan modern, bagaimana hunting purse seiner “around the
ocean, by day, by weeks, even by month” hanya untuk mencari dan
mengejar kumpulan-kumpulan ikan tuna yang sedang bermigrasi.
Di
Indonesia penelitian-penelitian tentang keempat hal tersebut di atas
terutama mengenai ikan-ikan yang hidup di kawasan perairan Indonesia
boleh dikatakan masih langka. Banyak data yang masih tersimpan di
benak-benak para nelayan, para fishing master dan nakhoda kapal
penangkap ikan bahkan perusahaan perikanan. Indonesia sudah mencoba
suatu langkah yang didasarkan pada teknologi penginderaan jarak jauh
(Indrajah, remote sensing) sehingga mampu memantau perubahan suhu dan
kandungan klorofil di permukaan laut hampir diseluruh perairan
Indonesia.
Namun
demikian perlu diingat bahwa, teknologi ini didasarkan pada
pendeteksian perubahan suhu permukaan dan pergerakan air laut, sehingga
untuk menentukan suatu fishing ground diperlukan data pendukung utama,
yaitu data (insitu) hasil tangkapan. Data inilah yang sulit diperoleh
selain untuk melakukan penelitian yang demikian memerlukan biaya yang
tidak sedikit dimana kita (Indonesia) belum banyak memilikinya. Data
indrajah dapat diperoleh setiap saat, namun data hasil tangkapan
kontinuw dari waktu ke waktu pada fishing ground yang sama masih menjadi
pertanyaan besar.
Secara
nasional Indonesia (dalam hal ini Departemen Pertanian melalui
Direktorat Jenderal Perikanan telah menerapkan Proyek Fishing Log Book)
dimana data hasil tangkapan di berbagai tempat pendaratan ikan dan
kapal-kapal penangkap “diharapkan” dapat dicatat. Selain itu Indonesia
telah lama mengenal teknologi pendeteksian bawah air (Underwater fish
detection devices). Dari hanya untuk memperkirakan kedalaman perairan
hingga sekarang dapat digunakan untuk memprediksi baik karakteristik
perairan maupun biotanya. Data hasil pendeteksian fish finder diproses
dengan menggunakan program analisis seperti EP 500 pada komputer PC
sederhana, atau secara life video sehingga dapat diprediksi jumlah
densitas per spesies dan ukuran per ekor, berdasarkan layer tertentu
dari dasar laut hingga ke permukaan dan kawasan, bahkan kecepatan dan
arah pergerakan (schooling maupun individu), berdasarkan ukuran layer.
Mungkin suatu saat berbagai upaya di atas akan dapat digunakan sebagai
dasar untuk menentukan suatu daerah penangkapan ikan tertentu pada waktu
tertentu dan tersedia secara kontinu sekaligus “dapat dipahami dan
mudah serta disukai” oleh para nelayan.
Berbicara
mengenai fishing ground, tidak boleh terlepas dari berbagai kondisi
perairan yang dinamis, kitapun harus memahami physical oceanography-nya,
harus mengetahui kondisi dasar perairannya, dan lain sebagainya semua
faktor alam yang mempengaruhi teknologi penangkapan ikan, seperti arus,
angin, musim, gelombang, dll.). Kondisi fisik daerah penangkapan akan
sangat mempengaruhi Teknik Penangkapannya (fishing technique), Kapal
Penangkap (fishing vessel), Disain Alat Penangkap Ikan (fishing gear
design), Perlengkapan Kapal Penangkap Ikan (fishing equipment),
Perlengkapan Komunikasi (communication equipment), Perlengkapan
Navigasi (navigational equipment), Kualifikasi dan kualitas SDM (fishing
master, nakhoda, dan anak kapalnya), Biaya Operasional (bahan bakar,
pelumas, bahan makanan, hak dan jaminan sosial bagi awak kapal seperti:
gaji, premi, asuransi, sakit, bahkan keluarga yang ditinggalkannya),
hingga manajemen.
Ikan
pada umumnya adalah predator, yang besar memakan yang lebih kecil, yang
paling kecil memakan crustacea, crustacea memakan plankton. Sehingga
pada salah satu mata rantai makannya adalah sangat tergantung dengan
adanya unsur hara, chlorophyl dan sinar matahari menciptakan proses
photosintesanya.
Indonesia
memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Hampir seluruh pulau-pulau
besar memiliki sungai yang mengalirkan “bahan unsur hara, yang belum
terdekomposisi..??”, pada kenyatanya, dengan terjadinya penggundulan
hutan, maka yang dialirkan adalah sampah hutan dan endapan lumpur.
Diperparah lagi dengan hampir punahnya hutan mangrove dimana terciptanya
awal rantai makanan biota laut. Dengan kata lain sebesar apapun ikan
di samudra sana, makanannya berawal di mangrove. Belajar dari
phenomena ini maka terciptalah fish ground buatan. Awalnya rumpon
dibuat untuk menghasilkan unsur hara ditengah laut dari daun kelapa yang
membusuk, kemudian terciptalah photosintesa, berlanjut dengan tumbuhnya
phitoplankton, zoo plankton, berkumpul pula crustacea, dan biota laut
tingkat tinggi yang berukuran makin besar dan makin besar akibat adanya
sifat predator.
Kita mengenal dua jenis fish ground,
1. pertama adalah fish ground alami,
2. dan kedua adalah fisih ground buatan.
Fish ground alami adalah fish ground yang sudah ada di laut.
Sedangkan fish ground
buatan adalah fish ground yang diciptakan oleh manusia yang dibuat
semirip mungkin dengan fish ground alami, yang dikenal dengan rumpon
(Fish Aggregate Devices; FAD).
Ditinjau dari konstruksi dan lokasi pemasangannya rumpon dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. rumpon dangkal
2. dan rumpon laut dalam.
Dewasa
ini, dengan diciptakannya alat pendeteksi bawah air (fish finder) yang
cukup terjangkau harganya. Rumpon tidak lagi dibuat untuk menciptakan
rantai makanan, tapi rumpon dimanfaatkan sebagai attractor di fish
ground yang telah diketahui melalui fish finder.
Ditinjau dari segi pengoperasiannya dibagi menjadi dua pula, yaitu :
1. Rumpon tidak tetap (rumpon kenvensional yang berasal dari Tegal, Pekalongan, dan sekitarnya),
2. Rumpon tetap (rompong di Sulawesi dan payaos dari Filipina).
Sedangkan ditinjau dari segi bahan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Rumpon yang terbuat dari bagian tumbuhan.
2. Rumpon yang terbuat bukan tumbuhan
3. Rumpon yang terbuat dari gabungan bagian tumbuhan dan bukan tumbuhan
Fishing ground buatan :
Fishing
ground buatan adalah suatu metoda bagaimana mengumpulkan ikan dengan
menciptakan suasana atau lingkungan yang mirip dengan habitat asli dari
jenis ikan yang hendak dikumpulkan. Pemilihan bahan untuk rumpon
didasarkan pada penciptaan kondisi lingkungan tersebut. Salah satunya
untuk menciptakan rantai makanan. Rantai makanan dibagi dalam dua
proses. Proses pertama menciptakan rantai makanan (food chain) yang
akan menghasilkan kelimpahan zooplankton dan macronekton. Proses kedua
adalah menciptakan berlangsungnya hukum alam pada kehidupan ikan yaitu
sifat predator (ikan besar memakan ikan yang kecil). Pada proses yang
kedua inilah yang diharapkan terjadi pengumpulan berbagai jenis dan
ukuran ikan, dimulai dari ikan-ikan kecil hingga yang lebih besar secara
bertahap. Bila diperkirakan telah berkumpul ikan-ikan dalam jumlah
yang banyak maka fungsi rumpon telah tercipta dengan baik.
Rumpon
Buatan dari Bagian Tumbuhan Proses dekomposisi pada tumbuhan yang
direndam di air laut hingga menghasilkan makanan yang diperlukan melalui
beberapa tahapan.
1. Tahap pertama: Proses pembusukan (dekomposisi) tumbuhan (chlorophyll) akan menumbuhkan diatomeae.
2. Tahap kedua: Melimpahkan diatom yang sangat diperlukan sebagai makanan bagi phytoplankton.
3. Tahap ketiga: Terkonsentrasinya
phytoplankton yang merupakan makanan utama bagi zooplankton.
(Phytoplankton dan zooplankton telah ada melimpah di seluruh lapisan
perairan laut yang dapat cepat berkembang biak).
Setelah
melimpahnya zooplankton maka akan mengundang ikan-ikan kecil untuk
berkumpul dan memakannya. Pada tahapan ini terjadilah proses kedua
yaitu, penciptaan kondisi lingkungan dimana ikan besar memakan ikan
kecil. Sekaligus memberikan perlindungan kepada ikan kecil untuk tidak
dimakan secara langsung oleh ikan-ikan besar. Sifat perlindungan
rumpon terhadap ikan kecil ini ditujukan untuk memperpanjang waktu
sehingga ikan-ikan dari berbagai jenis dan ukuran dapat lebih banyak
berkumpul dalam jumlah yang besar. Ilustrasi rumpon koonvensional
beserta komponennya disaji pada gambar di bawah ini
gambar 2.1 dan 2.2
gambar 1.1. Rumpon Buatan Konvensional
Gambar 1. 2 Komponen rumpon konvensional
PERSYARATAN:
1. Tumbuhan harus yang mengandung banyak chlorophyll dan segar (bukan kering).
2. Harus dapat cepat membusuk dan tahan lama (sekitar 15 hari) atau lebih (beserat memanjang dan liat).
3. Harus
dapat menciptakan lingkungan yang teduh (untuk berlindung dari biota
yang tingkatnya lebih tinggi dan sinar matahari langsung).
4. Mudah diangkat, diperbaharui, dipindah dan murah harganya.
Rumpon Buatan dari Bahan Bukan Tumbuhan
Proses pengumpulan ikan di rumpon sama dengan yang dijelaskan di atas,
hanya saja ada perbedaan proses yang terjadi pada rumpon yang terbuat
dari bahan bukan tumbuhan.
Rumpon yang terbuat dari tumbuhan
tidak mampu bertahan lama (15 hari), sehingga diperlukan perbaikan,
penambahan atau penggantian rumpon yang mengakibatkan pemborosan waktu,
dan biaya yang berefek pada non efisiensi. Proses siklus rantai
makanan dan siklus kehidupan biota laut dari rumpon non tumbuhan (Gambar
113 – 115) adalah bersumber dari food chain dan coral life cycle,
yaitu memberikan tempat tumbuh atau menempel biota karang sesuai dengan
tingkat yang paling rendah hingga tingkat tertinggi dalam proses
pembentukan lingkungan karang yang diupayakan untuk menciptakan habitat
dari jenis ikan tertentu.
Rumpon
laut dalam dapat dipasang pada kedalaman antara 270 – 3.700 m, dengan
berbagai disain mulai dari pelampung bambu, drum, pontoon besi, pontoon
alumunium, dan fiber glass.
Perkembangan
FAD dengan berbagai keberhasilannya dalam menarik perhatian ikan untuk
berkumpul dalam jumlah besar, telah mempengaruhi seluruh tingkat
perikanan, tidak hanya perikanan artisanal atau subsistence, dapat
meningkatkan hasil tangkap dan dapat melakukan penangkapan harian (one
day fishing) juga perikanan komersil dapat meningkatkan hasil
tangkapannya dengan tajam, leisure fishing hampir setiap hari dapat
menangkap ikan.
FAD
juga dapat mengurangi konsumsi bahan bakar, dengan mengurangi waktu
pencarian (searching time) ikan, ikan-ikan besar yang berada di bawah
rumpon dapat ditangkap dengan hand line sementara kapal drifting
(Shomura, et al., 1982). Rumpon jenis demikian ditampilkan pada gambar
2.3.
PERSYARATAN:
Secara
teknis material apapun yang direndam di air laut merupakan media tumbuh
atau tempat menempelnya biota karang. Namun tujuan pembuatan rumpon
ini tidak terlepas dari persyaratan harus mudah ditangani, mudah
dipindah atau mudah diperbaiki, sehingga dihindarkan bahan-bahan non
tumbuhan yang tidak mudah korosif, dan aerodinamis.
Gambar 1. 3 Rumpon Buatan dari Bahan Bukan Tumbuhan
Gambar 1. 4 Rumpon Buatan dari Bahan Tumbuhan dan Bukan Tumbuhan
Rumpon untuk Menangkap Nener Ikan bandeng
adalah
jenis ikan yang dapat hidup di dua perairan yang berbeda kadar
garamnya, yaitu perairan laut dan perairan payau. Saat akan memijah
bandeng pergi ke perairan laut yang memiliki kadar garam tinggi, dan
saat ikan akan beranjak dewasa bandeng akan berpindah ke air payau,
diawali dari bandeng masih berbentuk burayak (nener). Burayak akan
beruaya mencari air yang berkadar rendah dengan menelusuri tempat-tempat
terlindung pada tepian pantai, atau sungai. Dewasa ini bandeng dapat
dibudidayakan di tambak air payau. Namun benihnya ditangkap dari alam
dengan menggunakan rumpon. Rumpon paling sederhana yang terbuat dari
jalinan daun pisang kering ini dipasang memotong alur ruaya nener dengan
tujuan memberikan perlindungan buatan. Gambar 192 berikut
mengilustrasikan bagaimana seorang nelayan menangkap burayak bandeng di
tepian pantai.
1.5. Ikan-ikan yang Tertarik pada Rumpon
Rumpon
memikat berbagai jenis ikan pada berbagai kedalaman bedasarkan musim
sepanjang tahun. Ikan-ikan tuna berukuran kecil biasanya mengelompok
di dekat permukaan. Tuna yang lebih besar seperti Madidihang (Yellowfin
tuna), tuna mata besar (bigeye tuna) dan albakora (Albacore) umumnya
mengelompok didekat rumpon pada kedalaman 50 meter hingga 300 meter,
terkadang juga berada di dekat permukaan khususnya pada malam hari.
Ikan lainnya seperti lemadang (rainbow runner), marlin, cucut, layaran
juga biasanya tertarik rumpon
Gambar 1. 5 Ikan pelagis yang tertarik pada rumpon
Situs
FAD terbaik tambat adalah daerah datar yang luas dengan kemiringan
sedikit atau tidak ada. Daerah yang luas adalah penting karena,
forreasons dijelaskan dalam bagian 2C, path sebenarnya jangkar dari
keturunan selama penyebaran agak unpredict-mampu. Akibatnya jangkar
mungkin berakhir beberapa ratus meter dari tempat pendaratan
dimaksudkan. Flatareas sempit, lereng tajam, dan drop-off curam, semua
meningkatkan potensi jangkar berakhir di kedalaman yang salah. Thiscould
menyebabkan kerusakan tambat atau stres dan kegagalan premature
Penempatan Rumpon
Pemasangan rumpon memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya adalah dasar perairan,
Dasar Perairan:
Kontur
dasar perairan terbaik untuk menanamkan rumpon adalah dasar datar yang
luas atau sedikit kemiringan. Daerah yang luas adalah penting karena,
alur pergeseran jangkar saat diturunkan sangat tidak bisa diprediksi.
Akibatnya mungkin jangkar terletak beberapa ratus meter dari tempat
penanaman yang telah ditentukan
Gambar 1. 7 Dasar perairan yang baik untuk menanamkan rumpon (Gate, 198)
Dasar
rata yang sempit, slope yang sempit, lereng curam, Flatareas sempit,
lereng tajam, menyebabkan meningkatkan potensi penempatan jangkar yang
keliru, menyebabkan terjadinya kegagalan. Perhatikan gambar 1.6. Dasar
laut datar atau landai juga akan membantu mencegah jangkar terseret ke
kedalaman air yang dalam ketika terjadinya
Gambar 1. 6 Dasar perairan
tegangan
geser rumpon akibat cuaca buruk. Dasar perairan yang berbentuk gunung
yang curam, jurang laut, atau celah sempit harus dihindari, karena akan
menyebabkan kegagalan prematur penanaman rumpon, misalnya akibat gesekan
tali pada batu atau pegunungan. Rumpon bisa hilang atau bergeser jauh,
jangkar bisa terseret ke dalam air yang lebih dalam, atau penanaman
mungkin tidak berfungsi sesuai dengan desain yang direncanakan.
Kedalaman:
Rumpon yang ditempatkan di perairan dangkal
kurang dari 500 meter umumnya tidak efektif mengagregasi tuna. Selain
itu, biaya penanaman rumpon meningkat sebanding dengan kedalaman, karena
semakin dalam semakin panjang tali tambat yang dibutuhkan.
Rumpon yang ditempatkan di perairan dalam, Rumpon
yang ditanam pada kedalaman antara 1000 - 2000 m umumnya berfungsi
dengan baik. Pada kondisi tertentu, bagaimanapun, mungkin perlu untuk
menanamkan rumpon di kedalaman yang lebih besar
gambar.Kisaran Kedalaman Penanaman Rumpon
Kondisi Laut dan Cuca:
Gambar Perairan yang berarus kuat
Berhati-hati,
untuk menghindari wilayah perairan yang bercuaca buruk, dan laut yang
terlalu bergelombang, untuk mengurangi nelayan untuk memperbaiki
rumpon. Pada kondisi seperti ini, biaya investasi akan tinggi dibanding
denngan manfaat yang dihasilkannya. Perairan yang berarus kuat harus
dihindari. Seperti juga cuaca buruk dan laut kasar, arus kuat akan
meningkatkan ketegangan pada tali rumpon, menyebabkan komponen tali
cepat rusak. Ilayah ber arus deras sering terjadi di ujung pulau
(tanjung), dan selat sempit di antara pulau-pulau yang berdekatan.
Jarak antar rumpon: Umumnya rumpon akan mengagregasi lebih efektif jika
ditempak pada jarak sekitar 4 – 5 mil laut dari terumbu karang ke arah
laut. Jarak antar rumpon sekitar 10 – 12 mkil laut. Jjarak ini cukup
untuk menghindari interferensi dari karang dan rumpon lainnya Tentu
saja selalu ada pengecualian. Beberapa rumpon yang ditanam lebih dekat
ke pantai telah berhasil mengagregasi ikan secara efektif. Wilayah yang
memiliki dasar curam (slope) tidak mungkin untuk menanam rumpon pada
jarak 4 atau 5 mil laut dari pantai karena terlalu dalam. Namun
demikian, ketika memilih sebuah situs baru yang belum pernah diuji
sebelumnya, bila memungkinkan gunakan jarak tersebut di atas.
Gambar jarak rumpon
Aksesebilitas dan Keselamatan:
Rumpon
harus ditempatkan agar aman untuk dicapai dari pelabuhan. Letak lokasi
dan jarak dari pantai tergantung pada kondisi laut dan jarak operasi
yang aman untuk perahu berukuran kecil. Nelayan sangat berpengalaman
mengenai faktor dan kondisi laut disekitarnya.
Gambar 1.11. Akses bilitas Rumpon
Umumnya untuk meningkatkan keselamatan dengan mengonsentrasikan rumpon pada suatau wilayah yang dikenal.
Jadi pada prinsipnya kita mengetahui bahwa:
1.
Fish ground merupakan faktor penentu dalam menentukan keberhasilan
penangkapan ikan, tanpa mengetahui fish ground ikan yang menjadi tujuan
penangkapan adalah pekerjaan menangkap ikan yang sia-sia.
2. Fish ground terbagi menjadi dua jenis, pertama adalah fish ground alami, dan kedua adalah fish ground buatan
3. Ditinjau dari segi bahan, bahan rumpon dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Rumpon yang terbuat dari bagian tumbuhan.
b. Rumpon yang terbuat bukan tumbuhan
c. Rumpon yang terbuat dari gabungan bagian tumbuhan dan bukan tumbuhan
4.
Pemilihan bahan untuk rumpon konvensional adalah didasarkan pada
penciptaan kondisi lingkungan yang mirip dengan kondisi lingkungan yang
disukai oleh ikan. Salah satunya untuk menciptakan rantai pertama
makanan. Rantai makanan dibagi dalam dua proses. Proses pertama
menciptakan rantai makanan yang akan menghasilkan kelimpahan
zooplankton. Proses kedua adalah menciptakan berlangsungnya hukum alam
pada kehidupan ikan yaitu sifat predator.
5.
Proses siklus rantai makanan dan siklus kehidupan biota laut dari
rumpon non tumbuhan adalah bersumber dari coral life cycle, yaitu
memberikan tempat tumbuh atau menempel biota karang sesuai dengan
tingkat yang paling rendah hingga tingkat tertinggi dalam proses
pembentukan lingkungan karang yang diupayakan menciptakan habitat dari
jenis ikan tertentu.
6.
Rumpon telah mempengaruhi seluruh tingkat perikanan, mulai perikanan
artisanal atau subsistence, perikanan komersil hingga leisure fishing
sehingga dapat meningkatkan hasil tangkap secara tajam.
Sumber Referensi:
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Badan Pengembangan sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar