Jumat, 26 Mei 2017

BUDIDAYA IKAN BAWAL AIR TAWAR


Budidaya bawal air tawar (Colosoma macropomum) mulai berkembang sejak 15 tahun yang lalu. Ikan inpun tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan bawal air tawar hanya bisa dilakukan secara buatan atau lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (induce breeding).

Pematangan Gonad
Pematangan gonad bawal air tawar dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran 100 m2; keringkan selama 2 – 4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam; isi air setinggi 50 – 70 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 100 ekor induk ukuran 3 – 5 kg; beri pakan tambahan berupa pellet tenggelam sebanyak 3 persen/hari. Catatan : induk jantan betina dipelihara terpisah.

Seleksi
Seleksi induk bawal air tawar dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Tanda induk betina yang matang gonad : perut gendut; gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan. Tanda induk jantan : gerakan lincah, lubang kelamin kemerahan, bila dipijit keluar cairan putih susu. Usahakan saat seleksi mengangkap ikan lebih dari satu, sebagai cadangan bila setelah diseleksi kurang matang.

Pemberokan
Pemberokan induk bawal air tawar dilakukan di bak selama semalam. Caranya, siapkan bak tembok ukuran panjang 4 m, lebar 3 dan tinggi 1 m; keringkan selama 2 hari; isi dengan air bersih setinggi 40 – 50; masukan 5 – 8 ekor induk; cm dan biarkan mengalir selama pemberokan. Catatan : Pemberokan bertujuan untuk membuang sisa pakan dalam tubuh dan mengurang kandungan lemak. Karena itu, selama pemberokan tidak diberi pakan tambahan.

Penyuntikan dengan ovaprim
Penyuntikan adalah kegiatan memasukan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang umum digunakan adalah ovaprim. (suplayer ovaprim dll). Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,6 ml ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikan bagian punggung induk tersebut; masukan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 - 12 jam.
Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,2 ml/kg induk) dan penyuntikan kedua sebanyak 2/3 dosis total (atau 0,4 ml/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua dengan dosis 0,2 ml/kg induk jantan.

Penyuntikan dengan hypopisa
Penyuntikan bisa juga dengan larutan kelenjar hypopisa ikan mas. Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; siapkan 2 kg ikan mas ukuran 0,5 kg untuk setiap kilogran induk betina; potong ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutu insang; potong bagian kepala secara horizontal tepat di bawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypopisa; masukan kelenjar hipofisa tersebut ke dalam gelas penggerus dan hancurkan; masukan 1 cc aquabides dan aduk hingga rata; sedot larutan hypopisa itu; suntikan ke bagian punggung induk betina; masukan induk yang sudah disuntik ke bak lain dan biarkan selam 10 – 12 jam.
Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,6 kg ikan mas/kg induk betina) dan penyuntikan kedua sebanyak 2/3 dosis total (atau 1,4 kg ikan mas/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua dengan dosis 0,6 ml/kg induk jantan.

Pengambilan sperma
Pengambilan sperma dilakukan setengah jam sebelum pengeluaran telur. Caranya, tangkap 1 ekor induk jantan yang sudah matang kelamin; lap hingga kering; bungkus tubuh induk dengan handuk kecil; pijit ke arah lubang kelamin; tampung sperma ke dalam mangkuk plastik atau cangkir gelas; campurkan 200 cc Natrium Clhorida (larutan fisiologis atau inpus); aduk hingga homogen. Catatan : pengeluaran sperma dilakukan oleh dua orang. Satu orang yang memegang kepala dan memijit dan satu orang lagi memegang ekor dan mangkuk plastik. Jaga agar sperma tidak terkena air.

Pengeluaran telur
Pengeluaran telur dilakukan setelah 10 – 12 jam setelah penyuntikan, namun 9 jam sebelumnya dilakukan pengecekan. Cara pengeluaran telur : siapkan 3 buah baskom plastik, sebotol Natrium chlorida (inpus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu; tangkap induk dengan sekup net; keringkan tubuh induk dengan handuk kecil atau lap; bungkus induk dengan handuk dan biarkan lubang telur terbuka; pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang lainnya; pijit bagian perut ke arah lubang telur oleh pemegang kepala; tampung telur dalam baskom plastik; campurkan larutan sperma ke dalam telur; aduk hingga rata dengan bulu ayam; tambahkan Natrium chrorida dan aduk hingga rata; buang cairan itu agar telur-telur bersih dari darah; telur siap ditetaskan.

Penetasan di akuarium
Penetasan telur bawal air tawar dilakukan di akuarium. Caranya : siapkan 20 buah akuarium ukuran panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air bersih setinggi 30 cm; pasang tiga buah titik aerasi untuk setiap akuarium dan hidupkan selama penetasan; tebarkan tebar secara merata ke permukaan dasar akuarium; 2 – 3 hari kemudian buang sebagian airnya dan tambahkan air baru hingga mencapai ketinggian semula; 2 hari kemudian beri pakan berupa naupli artemia secukupmnya; lakukan panen pada hari ke tujuh dengan menggunakan gayung plastik; larva ini siap ditebar ke kolam penederan I.

Pendederan I di kolam
Pendederan I bawal air tawar dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan selama 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 50.000 ekor larva pada pagi hari; setelah 2 hari, beri 1 – 2 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur 3 minggu.

Pendederan I di bak tembok
Pendederan I bawal air tawar bisa juga dilakukan di bak tembok dan plastik. Caranya : siapkan bak tembok atau plastik berukuran panjang 3 m, lebar 1 m m dan tinggi 0,6 m; keringkan selama 2 hari; pasang lima buah 7 buah titik aerasi; pasang 4 buah pemanas air; masukan 100.000 larva hasil dari tempat penetasan; beri pakan berupa naupli artemia sampai hari ketujuh; siphon setiap hari (bersihkan dengan selang) sisa naupli artemia yang tidak termakan; beri pakan cincangan cacing rambut yang sudah dicuci dengan air bersih; siphon setiap hari cacing yang tidak termakan; panen setelah berumur 3 minggu; seleksi benih-benih tersebut dengan ayakan seleksi. Benih yang dipanen berukuran 0,5 – 1,0 inchi.

Pendederan II
Pendederan kedua juga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasar; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 30.000 ekor benih hasil pendederan I (telah diseleksi); beri 2 – 4 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur sebulan.

Pendederan III
Pendederan ketiga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 2 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 20.000 ekor hasil dari pendederan II (telah diseleksi); beri 4 - 6 kg pelet; panen benih dilakukan sebulan kemudian.

Pembesaran
Pembesaran bawal air tawar dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam ukuran 500 m2; perbaiki seluruh bagiannya; tebarkan 6 - 8 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 - 60 cm dan rendam selama 5 hari; masukan 10.000 ekor benih hasil seleksi dari pendederan III; beri pakan 3 persen setiap hari, 3 kg di awal pemeliharaan dan bertambah terus sesuai dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen setelah 2 bulan. Sebuah kolam dapat menghasilkan ikan konsumsi ukuran 125 gram sebanyak 400 – 500 kg.

Pembesaran di keramba jaring apung lapis pertama
Pembesaan bawal air tawar bisa juga dilakukan di kolam jaring apung (KJA). Caranya, siapkan sebuah kolam jaring apung lapis pertama; masukan 300 kg benih hasil pendedera III yang sudah diseleksi; beri pelet setiap hari secara adlibitum (beri saat lapar dan hentikan setelah kenyang; lakukan panen setelah 3 bulan. Sebuah keramba jaring apung dapat meghasilkan ikan konsumsi sebanyak 1,5 – 2 ton.

SUMBER:
http://bdp-unhalu.blogspot.coM
http://agusrochdianto.wordpress.com
http://ebookbrowsee.net

PEMILIHAN NENER PADA PEMBESARAN IKAN BANDENG


Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan laut yang dapat dibudidayakan ditambak. Saat ini, ikan bandeng telah dibudidayakan juga di keramba jarring apung pada air tawar, hal ini dikarenakan sifat ikan ini yang eurihaline (tolerensi terhadap salinitas yang tinggi).
       Nener bandeng yang berasal dari alam merupakan hasil pemijahan ikan bandeng secara alami di laut. Ikan bandeng yang telah matang gonad akan memijah secara alami dan akan menghasilkan telur sebanyak 5.700.000 butir dalam tubuhnya. Pelepasan telur ini terjadi pada malam hari dan akan menetas dalam waktu 24 jam menjadi nener yang berukuran 5 mm. Nener ini akan terbawa oleh arus air mendekati pantai dan kemudian akan ditangkap oleh para penyeser. Nener yang ditangkap penyeser berukuran kurang lebih 13 mm.
       Nener ikan bandeng yang diperoleh dari alam ditangkap oleh pencari nener bergantung kepada musim, lokasi, cara dan waktu penangkapan. Pada musim nener jumlah nener cukup melimpah, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya harga nener. Selain itu nener yang ditangkap pada awal musim penangkapan mempunyai daya tahan dan vitalitas yang tinggi dalam pengangkutan serta mempunyai harga jual yang lebih mahal.

       Namun demikian, nener dari alam ini tidak tersedia sepanjang tahun sehingga untuk mengusahakan pembesaran ikan bandeng secara intensif dibutuhkan nener bandeng yang berasal dari panti pembenihan (hatchery). Nener dari alam selain hanya bersifat musiman juga mempunyai ukuran yang sangat beragam.
       Oleh karena itu, nener yang berasal dari panti pembenihan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan nener ditambak-tambak pembesaran.
Nener yang dihasilkan dari panti pembenihan mempunyai keunggulan, karena ukurannya relatif rata dan umurnya diketahui secara tepat.
       Nener yang berasal dari alam atau pembenihan, yang akan digunakan untuk usaha pembesaran ikan bandeng ditambak, harus nener yang sehat. Nener yang sehat dapat dilihat dari ciri-ciri umumnya yaitu :
1.  Tubuhnya mulus, tidak terdapat luka, kemerahan
2.  Sirip-siripnya utuh; tidak cacat, patah-patah
3.  Warnanya tidak kusam
4.  Gerakannya aktif
Secara anatomi, bentuk nener (larva ikan bandeng), gelondongan dan bandeng dewasa tidak berbeda; yang berbeda adalah ukurannya saja.  Dengan menggunakan nener yang sehat, akan diperoleh target produksi yang sesuai dengan rencana.  Hal ini disebabkan nener yang sehat memiliki ketahanan tubuh yang baik, sehingga tingkat mortalitas selama masa pengangkutan benih dan masa pembesaran rendah.
       Selain nener yang sehat dalam pemilihan benih ikan bandeng, juga harus diperhatikan ukuran nener tersebut. Ukuran benih yang akan ditebar ke dalam tambak pembesaran sebaiknya seragam agar pertumbuhan ikan selama pemeliharaan juga akan seragam.
       Ukuran ikan  yang ditebar ke tambak pembesaran bisa dimulai dari ukuran nener sampai gelondongan, yang membedakannya adalah waktu pe-meliharaan  ditambak pembesarannya. Jika yang ditebar adalah nener kecil maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran konsumsi yaitu 4 – 6 ekor/kg bisa mencapai lebih dari 6 bulan, sedangkan jika yang ditebar adalah gelondongan, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran konsumsi berkisar antara 3 – 4 bulan.

       Dalam memilih nener yang berasal dari alam maupun panti benih  dapat dilakukan dengan menghitung jumlah ruas tulang belakang. Nener yang berkualitas baik memiliki jumlah ruas tulang belakang antara 44– 45. Jumlah ruas tulang belakang dapat dihitung menggunakan mikroskop sederhana pada pembesaran 10 kali ataupun kaca pembesar dengan nener ditempatkan pada sumber cahaya seperti lampu senter.

SUMBER:
Alipuddin M., 2003.  Modul Penebaran Nener pada Pembesaran Ikan Bandeng. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:
Ahmad, T. 1998. Budidaya Bandeng Secara Insentif. Penebar Swadaya. Jakarta
BBAP Jepara. 1985. Pedoman Budidaya Tambak. Ditjen Perikanan, BBAP Jepara.
Hadi, W. Dan J. Supriatna. 186. Tehnik Budidaya Bandeng. Bharata Karya Aksara. Jakarta
Idel, A. dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gitamedia Press.  Surabaya
Soeseno, S, 1987. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. PT. Gramedia. Jakarta

PEMILIHAN LOKASI TAMBAK PEMBESARAN IKAN BANDENG

Tambak merupakan salah satu wadah yang dapat digunakan untuk membudidayakan ikan air payau atau laut. Letak tambak biasanya berada di sepanjang pantai dan mempunyai luas berkisar antara 0,3 – 2 ha.  Luas petak tambak sangat bergantung kepada sistem budidaya yang diterapkan.
        Bentuk dan konstruksi tambak bandeng relatif sama dengan kolam di air tawar. Perbedaan keduanya adalah jenis air yang digunakan, yaitu kolam menggunakan air tawar sedangkan tambak menggunakan air payau atau laut.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi tambak yang akan digunakan untuk budidaya ikan bandeng, antara lain :

ASPEK TEKNIS
Secara teknis lokasi tambak yang baik dan benar sangat berpengaruh terhadap konstruksi tambak yangakan dibangun serta biaya operasional pemeliharaan tambak. Faktor teknis yang harus diperhatikan antara lain adalah :
1. Elevasi
Elevasi merupakan ketinggian tempat/lokasi tambak terhadap permukaan laut. Hal ini dapat diketahui dengan memantau gerakan air pasang dan air surut. Air pasang atau air laut naik terjadi pada saat bulan berada dekat sekali dengan bumi dan waktu bumi serta bulan berputar, bergerak mengarungi angkasa dan terjadi daya tarik terhadap lautan. Air surut atau air laut turun terjadi pada saat bumi menjauhi bulan.
Bagi petambak yang akan membudidayakan ikan bandeng harus mengetahui kapan terjadinya pasang tertinggi dan pasang  terendah, hal ini untuk mengetahui cocok tidaknya lokasi tersebut untuk dibuat menjadi tambak. Lokasi tambak yang baik bila lokasi tersebut terletak diantara pasang tertinggi dan pasang terendah.

2. Jenis Tanah
Tambak pada umumnya dibuat secara alami artinya tidak dilapisi dengan tembok, sehingga jenis tanah sangat menentukan dalam memilih lokasi tambak yang baik. Jenis tanah yang dipilih harus dapat menyimpan air atau kedap air sehingga tambak yang akan dibuat tidak bocor.
Jenis tanah yang baik untuk membuat tambak adalah campuran tanah liat dan endapan lempung yang mengandung bahan organik. Tanah liat berlempung tersebut dikenal dengan silty loam. Untuk mengetahui jenis tanah ini dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur atau secara manual.  Tanah yang mengandung liat tinggi akan dapat dipilin mamanjang.  Namun, tanah yang mengandung debu atau pasir tinggi hanya akan mengahasilkan pilinan tanah yang pendek saja.
Jenis tanah liat saja kurang baik untuk dijadikan lokasi tambak, karena jenis tanah ini bersifat kaku kalau kering dan lekat/lengket kalau becek dan menjadi lembek kalau diairi. Oleh karena itu jika tanah liat ini  bercampur dengan tanah dan endapan maka kekakuannya akan berkurang dan kemampuan memegang airnya lebih besar.

3. Kualitas Air
     Kualitas air atau mutu air yang akan digunakan untuk memelihara ikan bandeng di tambak harus diperhatikan. Dengan kualitas air yang baik, maka ikan bandeng akan tumbuh  dan berkembang dengan baik. Parameter kualitas air yang baik untuk membudidayakan ikan bandeng seperti tertera pada tabel berikut.
Kualitas air yang layak untuk budidaya ikan bandeng:
No.
Parameter
Kisaran Nilai
1
Suhu air
28 – 30 0C
2
Kecerahan
> 25 cm
3
Salinitas
12 – 20 ppt
4
Oksigen terlarut
> 5  mg/liter
5
pH 
6,5 – 9
6
Amonia
< 0,3 mg/liter


ASPEK NON TEKNIS
Dalam memilih lokasi tambak perlu diperhatikan juga aspek non teknis, misalnya aspek sosial ekonomis. Hal ini karena dalam membudidayakan ikan bandeng ditambak secara komersil dibutuhkan dana investasi yang tidak sedikit. Oleh karena itu lokasi tambak yang dipilih sebaiknya tidak terlalu jauh dari sumber pakan, benih, sarana produksi dan daerah pemasaran. Selain itu lokasi tambak sebaiknya mempunyai sarana dan prasarana transportasi/komunikasi, serta keamanan yang memadai. Selain itu, status lahan juga harus dipertimbangkan kejelasannya.

SUMBER:
Alipuddin M., 2003.  Modul Penyiapan Tambak Pembesaran Ikan Bandeng. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:
Ahmad, T dkk, 1998. Budidaya Bandeng Secara Insentif. Penebar Swadaya. Jakarta
Idel, A. dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gitamedia Press.  Surabaya
Martosudarmo, B. dan B. S. Ranoemihardjo. 1992. Rekayasa Tambak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeseno, S, 1987. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. PT. Gramedia. Jakarta.

MENGENAL IKAN ARWANA

KLASIFIKASI DAN TOKSONOMI IKAN ARWANA

Arwana atau Arowana (familia Osteoglossidae) merupakan ikan air tawar purba yang tersebar di seluruh dunia, mulai dari Afrika, Asia Tenggara, Australia hingga Amerika Selatan. Studi genetik dan temuan fosil menunjukkan, ikan ini setidaknya telah hidup di bumi sejak 220 juta tahun yang lalu.

Menurut sistematika ilmu taksonomi (identifikasi organism berdasarkan kelasnya) ternyata arwana tidak hanya digolongkan dalam satu genus. Ada empat genus yang dikenal tetapi yang lazim dan banyak diperdagangkan hanya dua genus yaitu Scleropages dan Osteoglossum. Sementara itu arwana asia sering disebut ikan naga, ikan kayangan atau ikan siluk karena berasal dari genus Scleopages. Berikut adalah klasifikasi ikan arwana:
Filum               : Chordata
Subfilum          : Vertebrata
Kelas                : Pisces
Sub Kelas         : Teleostei
Ordo                : Malacopterygii
Famili              : Osteoglossidae (Bonytongues)
Genus              : 1. Arapaima Spesies : Arapaima gigas (giant arwana)
  2. Osteoglossum Spesies : Osteoglossum bicirrbosum
      Spesies : Osteoglossum ferreirai
  3. Scleropages Spesies : Scleropages formosus
      Spesies : Scleropages guntberi
      Spesies : Scleropages Leicbardti
      Spesies : Scleropages Jardini
  4. Clupisudis Spesies : Clupisudis nilot/Heterotis Nilotic (nile arowana)

Secara morfologis (ciri-ciri fisik),badan dan kepala arwana agak padat. Tubuhnya pipih dan punggungnya datar, hampir lurus dari mulut hingga sirip punggung. Garis lateral atau gurat sisi yang terletak di samping kiri dan kanan tubuh arwana panjangnya antara 20-24 cm. bentuk mulutnya mengarah keatas dan mempunyai sepasang sungut pada bibir bawah. Ukuran mulutnya lebar dan rahangnya cukup kokoh.Giginya berjumlah 15-17.Bagian insangnya di lengkapi dengan penutup insang. Letak sirip punggungnya berdekatan dengan pangkal sirip ekor (caudal). Sirip anusnya lebih panjang dari pada sirip punggung (dorsal), hampir mencapai sirip perut(ventral).Panjang arwana arwana dewasa sangat variatif, antara 30-80 cm.
Sisiknya berukuran besar dan permukaanya mengkilap. Bentuk sisiknya berupa cycloid atau melingkar.Warnanya sangat variatif, antara lain perak, hitam, emas, dan merah. Untuk lebih gampangnya, banyak yang memberi nama arwana berdasarkan warna sisiknya, misalnya arwana hijau (green arowana), arwana hitam (black arowana), arwana perak (silver arowana), arwana kuning (golden arwana), dan arwana merah (red arwana). Arwana merah di bagi lagi menjadi tiga jenis, yakni merah biasa (red banjar), merah kuning (golden red) dan sangat merah (super red).


Gambar 1.Ciri-ciri fisik arwana.

JENIS ARWANA DAN NEGARA ASALNYA

a. Arwana Asia
Disebut sebagai ikan arwana asia karena terdapat di Asia Tenggara. Ada 4 katagori, yaitu Indonesian Red Arwana, Indonesia Red Tail Golden Arwana, Malaysian Golden Arwana,dan Green Arwana. Sebenarnyan mereka satu jenis, hanya varietas atau varian warna tubuhnya saja berbeda.Ciri khas ikan ini adalah adanya satu pasang sungut (barbel), bersisik besar dan dapat tumbuh sampai 90 cm. Ikan arowana muda memakan serangga, sedangkan yang dewasa memakan ikan. Arwana merupakan jenis pengeram telur di mulut dengan jumlah anak sekitsr 50 ekor. Waktu minimal penggadaan populasi sekitar 4,5 – 14 tahun.


Gambar 2.Scleropages formosus


c. Arwana Australia
Ukuran maksimal sekitar 1 meter. Pernah dilaporkan mempunyei berat sekitar 12,5 kg, hidup di air menggenang, di anak-anak sungai dan rawa-rawa hutan. Seperti arowana lain, jenis ini juga hidup di prmukaan sungai dekat vegetasi air. Ikan territorial,agresif terhadap ikan lain. Musim kawin saat musim hujan dengan suhu sekitar 30oC. Ikan ini mengerami anaknya di mulut.Jumlah telur sekitar 30-130 ekor.


Gambar 3. Scleropages jardini

d. Arwana Brazil Silver
Mempunyai ukuran maksimal 1,2 meter, berwarna keperakkan (silver) dan sirip-sirip cerah kemerahan. Distribusi dan habitat dialam terdapat di Sungai Amazone, Rupununi dan Oyapock di Amerika Selatan.Hidup di air menggenang, di anak-anak sungai. Hidup dipermukaan sungai dekat vegetasi air, ikan territorial,agresif terhadap ikan lain. Ikan ini adalah kelompok predator yang menyerap ikan, udang,reptile,mamalia air,dan serangga dengan melompat keluar air.


Gambar 4. Anakan Osteoglossum bicirrhosum

e. Arwana Brazil Black
Dapat tumbuh sampai 1 meter, berwarna keperakkan (Silver) dengan sirip kehitaman.Saat kecil mempunyai gelembung hitam seperti kutil yang di bawah tutup insangnya.Hidup di Sungai Negro di Amerika Selatan.Hidup di air menggenang, sering ada dipermukaan sungai dekat vegetasi air. Ikan territorial, agresif terhadap ikan lain. Ikan predator yang memakan ikan, udang serta serangga yang ditangkap dengan cara melompat keluar dari air.

f. Arwana Aureus
Terdapat di Indonesia dan layak disebut sebagai ikan arwana Indonesia.Ikan ini baru ditemukan pada 2003 oleh beberapa ahli ikan dari luar dan dalam negeri. Anak ikan yang ada didalam mulut induknya bisa mencapai 100 ekor.

Sumber :
Suharyadi, 2011. Budidaya Ikan Arwana. Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Nomor: 007/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

DAFTAR PUSTAKA:
Effendi,I. 2004. Pengantar Akuakultur. PT Penebar Swadaya. Depok
Emiliana, 2003. Arwna si Ikan Naga. Agromedia pustaka. Jakarta
Budi,E.K. 2009. Ensiklopedia popular ikan air tawar. Lily publisher. Yogyakarta
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. budidaya perikanan arwana merah. Diambil pada tanggal 20 november 2011 dari http://www.warintekjogja.com/warintek/ warintekjogja/warintek_v3/datadigital /bk/arwana.pdf
Susanto, H. 2001. Arwana. Penebar swadaya. Jakarta.
Trubus. 2002. Panduan praktis tangkarkan arwana kualitas ekspor. Majalah trubus. Jakarta

Senin, 22 Mei 2017

PROSES PEMBUATAN ABON IKAN

Masih terkait postingan sebelumnya dimana blog Terapan Teknologi Tepat Guna telah memposting Proses Pembuatan Abon Daging, maka kali ini akan saya coba posting yang serupa namun dengan bahan dasar ikan. Abon ikan banyak kita jumpai dijual dipasaran dengan beragam jenis ikan sebagai bahan dasar dan dengan harga yang bervariasi pula.

Abon ikan merupakan produk yang memadukan cara pengawetan ikan dengan perebusan atau pengukusan, penambahan bumbu – bumbu tertentu dan penggorengan. Produk ini mempunyai tekstur yang lembut rasa dan aroma yang khas, baon ikan dapat digunakan untuk lauk makan nasi =, teman makan roti maupun sebagai isi pada beberapa makanan kecil.

Umumnya abon ikan dibuat dari daging ikan cakalang, tongkol,  tuna, lele, patin dan ikan cucut, akan tetapi di dalam pembahasan ini kita menggunakan bahan daging IKAN PATIN (sumber artikel ini menggunakan jenis ikan patin, jadi kita ikuti saja agar tidak salah dalam penyampaian materinya)  

Pemilihan Ikan. 
Ikan patin yang baik dibuat abon ikan patin adalah yang berusia +- 8 bulan keatas dengan berat lebih kurang 7 ons. Kondisi ini juga berlaku bila dalam pembuatan abon ikan ini Anda menggunakan ikan jenis lain.

Bumbu – bumbu
Untuk tiap 100 kg ikan patin (bisa juga daging ikan lainnya tergantung daerah Anda banyak tersedia ikan jenis apa) adalah sebagai berikut :
Garam 1,5 kg
Gula 15 kg
Ketumbar 0,3 kg
Bawang merah 2 kg
Bawang putih 1,6 kg
Minyak goreng 20 kg (boleh ditiadakan)
Asam 0,9 kg
Jahe 0,1 kg
Serai / kamijara secukupnya
Daun salam secukupnya
Laos 0,1 kg

Selain bumbu diatas, dalam pembuatan abon ikan kadang – kadang digunakan pula santan kelapa yang kental, tetapi abon tidak akan bertahan lama dan bila disimpan biasanya mudah menjadi tengik.

Langkah Pembuatan Abon Ikan Patin, dapat dijabarkan sebagai berikut :

Penyiangan
Ikan disiangi dengan dibuang isi dalam perut dan dipotong – potong melintang untuk memudahkan pengukusan, kemudian cuci sampai bersih

Pengukusan
Ikan dikukus sampai matang (untuk memudahkan pengambilan daging dan memisahkan dari tulang). selanjutnya Daging ikan dicabik cabik – cabik, kemudian ditumbuk hingga menjadi serpihan – serpihan yang halus

Pemberian Bumbu
Bumbu – bumbu dihaluskan lebih dahulu, kemudian dicampurkan dengan daging yang telah berbentuk serpihan hingga merata

Penggorengan. 
Daging ikan yang telah dicampur dengan bumbu kemudian digoreng dengan minyak atau tanpa minyak sampai diaduk – aduk supaya supaya tidak hangus. Apabila menggunakan minyak, daging ikan harus seluruhnya terendam agar diperoleh abon yang kering dan renyah. Penggorengan dihentikan ketika abon telah berwarna kuning kecoklatan
 
Pengepresan. 
Setelah diangkat dari wajan, abon dimasukkanke dalam alat pres dan ditekan – tekan sampai minyak nya habis keluar. Kemudian abon dikeluarkan dengan menggunakan garpu. Untuk menghasilkan aroma (bau) dan rasa yang lezat dapat ditambahkan bawang gireng pada abon yang telah matang

Pengemasan. 
Setelah dingin, abon dikemas di dalam kantung plastik atau kertas minyak. Peningkatan daya simpan akan diperoleh bila digunakan pembungkus hampa udara.

Potensi bisnis pembuatan abon ikan patin
Dengan harga ditingkat konsumen mencapai 25 ribu rupiah per ons-nya ditambah ongkos produksi yang tidak begitu besar membuat usaha pembuatan abon ikan patin bisa menjadi alternatif bisnis bagi kita semua. 

Sekian postingan tentang Proses Pembuatan Abon Ikan semoga bermanfaat dan membuka wawasan kita bagi yang ingin berwirausaha mandiri. 

Postingan yang saya jabarkan mungkin saja secara detail kurang lengkap, saran saya bagi yang ingin serius berusaha ada baiknya bertanya kepada penyuluh TTG yang ada didaerah saudara atau membeli buku Membuat Abon Ikan yang dilengkapi gambar sehingga pada prakteknya tidak salah dan merugikan baik untuk pribadi (modal dan waktu) maupun bagi lingkungan

Sumber Artikel : http://shampankbie.blogspot.com

Jumat, 19 Mei 2017

MENGENAL FUNGSI ORGAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

Morfologi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) 
Ikan bawal (Colossoma macropomum) memiliki warna tubuh abu-abu tua, pada tubuh bagian ventral berwarna merah pada bawal muda, dan akan memudar sejalan dengan pertambahan umur. Ikan bawal memilki gigi-gigi yang tajam (Djarijah, 2004).
Dari arah samping, tubuh bawal tampak membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1. Bila dipotong secara vertical, bawal memiliki tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1. Bentuk tubuh seperti ini menandakan gerakan ikan bawal tidak cepat seperti ikan lele atau grass cap, tetapi lambat seperti ikan gurame atau tambakan. Sisiknya kecil berbentuk ctenoid, dimana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Pada bawal dewasa, bagian tepi sirip perut, sirip anus dan bagian bawah sirip ekor berwarna merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus bawal sehingga oleh orang inggris dan amerika disebut red bally pacu (Arie, 2000).
Klasifikasi dan tatanama ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : 
Filum          : Chordata     
Subfilum      : Craniata     
Kelas             : Pisces     
Subkelas     : Neopterigii     
Ordo             : Cypriniformes     
Subordo      : Cyprinoidea     
Famili      : Characidae     
Genus              : Colossoma     
Species      : Colossoma macropomum     
Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki badan agak bulat, bentuk tubuh pipih, sisik kecil, kepala hampir bulat, lubang hidung agak besar, sirip dada di bawah tutup insang, sirip perut dan sirip dubur terpisah, punggung berwarna abu-abu tua, serta perut putih abu-abu dan merah (Saint-paul dalam Supriatna 1998). Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memilki dua buah sirip punggung yang letaknya agak bergeser ke belakang. Sirip perut dan sirip dubur terpisah, sedangkan sirip ekor berbentuk homocercal. Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki bibir bawah menonjol dan memiliki gigi besar serta tajam untuk memecah bibi-bijian atau buah-buahan yang ditelannya. Lambung ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berkembang baik dan memiliki 43-75 buah pyloric caeca. Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki insang permukaan, sehingga permukaan pernapasannya lebih luas dari pada jenisikan lain. Permukaan pernapasan yang luas ini memungkinkan ikan bawal (Colossoma macropomum) air tawar mampu bertahan hidup pada perairan yang memiliki kandungan oksigen rendah. Pada kondisi perairan dengan kandungan  oksigen terlarut kurang dari 0,5 mg O2/l masih memungkinkan ikan ini dapat bertahan selama beberapa jam (Djarijah 2001).  
Dari arah samping, tubuh ikan bawal tampak membulat (lonjong) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1. Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1. Bentuk tubuh seperti ini menandakan gerakan ikan bawal tidak cepat seperti ikan lele atau grass carp, tetapi lambat seperti ikan gurame dan tambakan. Sisiknya kecil berbentuk stenoid, di mana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Pada ikan bawal dewasa, bagian tepi sirip perut, sirip anus dan bagian bawah sirip ekor berwarna merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) sehingga oleh orang Inggris dan Amerika disebut red bally pacu (Arie 2000). Kepala ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berukuran kecil yang terletak di ujung kepala tetapi agak sedikit ke atas. Bawal memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus dan sirip ekor. Sirip punggung tinggi kecil dengan sebuah jari-jari tegak keras, tetapi tidak tajam, sedangkan jari-jari lainnya lemah. Sirip punggung pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) terletak agak ke belakang. Sirip dada, sirip perut dan sirip anus kecil dan jari-jarinya lemah. Demikian pula dengan sirip ekor, jari-jarinya lemah tetapi berbentuk cagak (Arie 2000). 
Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) atau lebih dikenal dengan sebutan tambaqui adalah ikan introduksi yang berasal dari Amerika Latin, terutama dari Brazil. Ikan ini merupakan ikan yang potensial untuk dibudidayakan karena berbagai kelebihannya. Ikan ini mempunyai tingkat kelangsungan hidup yang tinggi (hingga 90%) dan dapat dipelihara dalam kolam dengan kepadatan yang tinggi. Ikan bawal air tawar hidup bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang airnya tenang, terutama saat masih dalam kondisi benih. Di habitat asalnya, ikan ini ditemukan di sungai Orinoco di Venezuela dan sungai Amazon di Brazil (Arie 2000). Di dalam negeri sendiri ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) mulai digemari oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari keempat provinsi tersebut, Jawa Barat dapat dikatakan sebagai pelopor karena di provinsi inilah ikan bawal tawar pertama kali dikembangkan. Dalam satu musim tidak kurang 500 juta ekor benih dijual ke berbagai provinsi di Indonesia. Indonesia juga mengekspor ikan bawal dalam ukuran kecil atau sebagai ikan hias ke negara Hongkong dan Amerika. Sampai saat ini baru sekitar 10 % dari seluruh permintaan dapat dipenuhi (Arie 2000). 
Ikan bawal bintang termasuk ikan predator perenang cepat. Pada saat juvenil ikan hidup bergerombol didaerah muara sungai dan berkarang namun setelah besar hidup soliter di daerah karang maupun laut lepas. Bawal bintang berbentuk sangat gepeng dan ramping (much compressed) dengan ekor bercagak (forked). Tubuh bagian lateral dan ventral berwarna putih keperakan sedangkan bagian dorsal abu-abu kehijauan. Mulut sub terminal dan bisa dikatup sembulkan, dengan dilengkapi gigi beludru halus (feliform teeth). Permukaan tubuh ditutupi sisik kecil bertipe sisir (stenoid), dan mempunyai gurat sisi (lateral fin) melengkung mengikuti profil punggung. Ikan dewasa (matang gonad) berukuran lebih dari 1 kg dengan panjang lebih dari 25 cm. Ukuran dewasa biasanya berumur sekitar 3 tahun. Ikan bawal bintang memilki nama asing yaitu Pompanoo Silver (Hartanto dkk., 2009). 
Bawal bintang merupakan ikan  introduksi dari Taiwan dan  memiliki prospek baik di kawasan Asia Pasifik dengan harga yang cukup tinggi. Pembenihan dan budidaya bawal bintang di Taiwan sudah berkembang baik sedangkan di Indonesia komoditas hanya dibudidayakan di karamba jaring apung (KJA) dengan benih yang diperoleh dari usaha pembenihan di Taiwan. 
Bawal bintang termasuk ke dalam kelompok ikan pemakan segala (Omnivora), tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa ikan ini cenderung menjadi karnivora (pemakan daging). Hal tersebut terlihat dari bentuk giginya yang tajam. Pada ukuran larva bawal bintang, ikan ini menyukai zooplankton dari jenis rotifera (Brachionus dan Artemia) untuk jenis phytoplankton adalah Tetraselmis sp. (Balai Budidaya Laut Batam, 1999). Pada ukuran benih menyukai makanan sejenis plankton (Fitoplankton dan zooplankton) serta tumbuhan air atau dedaunan (herbivora). 
Kualitas dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya bawal bintang, agar dapat tumbuh dan berkembangbiak. Kualitas pakan dapat dipenuhi dengan pemberian ikan rucah segar, pellet, pencampuran vitamin dan multivitamin. Sedangkan untuk kuantitas pakan yang baik diberikan 3-5 % dari berat total induk yang akan dipijahkan (Warta Budidaya, 2007). 
Pencernaan Ikan Bawal Air Tawar dan Ikan Bawal Bintang 
Sistem Pencernaan 
Ditinjau dari karakteristik saluran pencernaannya, ikan bawal mempunyai potensi tumbuh yang cukup tinggi, karena bagian organ pencernaannya cukup lengkap. Ikan ini mempunyai gigi yang berfungsi memotong dan menghancurkan pakan, seperti halnya ikan piranha sehingga ikan ini mampu beradaptasi terhadap segala jenis makanan, termasuk hijauan kasar seperti daun-daunan. Lambung ikan ini berbentuk U dengan kapasitas cukup besar. Ususnya panjang, dan pada bagian anteriornya dilengkapi dengan piloric caeca yang didalamnya terjadi proses pencernaan enzimatis seperti halnya pada usus dan lambung. Bagian akhir dari usus terjadi diferensiasi usus yang lebih lebar yang disebut rectum. Pada bagian ini tidak lagi terjadi pencernaan, fungsinya selain sebagai alat ekskresi, juga membantu proses osmoregulasi (Hoar 2006). Berdasarkan kebiasaan makanan terlihat perbedaan struktur anatomis alat pencernaan ikan. Perbedaan yang mencolok ditemukan pada struktur tapis insang, struktur gigi pada rongga mulut, keberadaan dan bentuk lambung, serta panjang usus. Tapis insang pada ikan herbivora banyak, panjang, dan rapat, sementara pada ikan omnivora sedang dan pada ikan karnivora sedikit, pendek, dan kaku. Rongga mulut pada ikan herbivora sering tidak bergigi, sementara pada ikan omnivora bergigi kecil dan pada ikan karnivora umumnya bergigi kuat dan panjang. Ikan herbivora berlambung palsu atau tidak berlambung, sementara ikan omnivora berlambung dengan bentuk kantong dan ikan karnivora berlambung dengan bentuk bervariasi. 
 Usus ikan herbivora sangat panjang beberapa kali panjang tubuhnya, sementara pada ikan omnivora sedang 2 sampai 3 kali panjang tubuh dan pada ikan karnivora pendek, kadang lebih pendek dari panjang tubuhnya. Organ hati dan pankreas adalah kelenjar pencernaan yang mensekresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan makanan. Bahan hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk ke usus melalui ductus choledochus dan ductus pankreaticus. Adanya hubungan antara kelenjar pencernaan dan usus depan maka letak kelenjar tersebut berada di sekitar usus depan dan lambung. Keasaman (pH) lambung pada saat lambung kosong (tidak ada makanan) berkisar antara 4 - 7,4 sedangkan pada saat penuh berkisar antara 2,2 - 2,8. Keasaman (pH) usus adalah netral atau hampir alkalis, yaitu antara 6 sampai 8. Pada ikan grass carp pH berkisar antara 7,4 - 8,5 pada usus bagian anterior, pada bagian pertengahan berkisar antara 7,2 - 7,6 dan di bagian posterior sekitar 6,8 (Hickling 1960 dalam Opusynski dan Shireman 1994). Spesies lain dari ikan laut dengan pH usus berkisar antara 6,1 - 8,6 (Horn 1989 dalam Opuszynski dan Shireman 1994). 
Berdasarkan kebiasaan makannya, Ikan bawal air tawar termasuk jenis ikan omnivor (Saint-paul dalam Supriatna 1998). Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) bersifat kanibal pada saat stadium larva. Jadi pada saat fase tersebut larva tidak BOLEH kekurangan makanan karena sifat kanibalnya akan muncul (Arie 2000) dan untuk Ikan bawal bintang merupakan ikan karnivora yang cenderung bersifat omnivora, dengan pakan utama plankton dan menyukai udang ataupun ikan-ikan kecil dan hewan lainnya. (Tatang 1981). Panjang usus berkisar 2 - 2,5 kali panjang badan.  
Usus ikan bawal dilengkapi dengan pyloric caeca pada bagian anterior, yang merupakan modifikasi dari usus ikan fungsinya sebagai organ pencernaan dan bentuknya agak membesar dari pada sehingga menurut Suhartono 1991 banyak terdapat enzim yang diproduksi oleh bakteri. Ikan yang memiliki pyloric caeca (Gambar 3) biasanya ikan yang memiliki pencernaan yang berbeda dengan ikan secara umum. Pyloric caeca berfungsi sebagai organ tambahan dalam proses pencernaan, sehingga proses pencernaan dapat berlangsung dengan cepat dan maksimal (Souza et al 2005). Selain itu pyloric caeca diketahui merupakan tempat utama dalam pengabsorbsi nutrien dan alat pembantu osmoregulasi tubuh pada beberapa jenis ikan (Veillette 2007). 
Struktur dan Fungsi Saluran Pencernaan 
Menurut Weichert (1959), kelenjar pencernaan pada ikan terdiri hati dan pankreas. Kedua organ tersebut megekskresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan makanan. Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut. Di dalam saluran rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, bukan sebagai kelenjar ludah (penghasil enzim). Dari rongga mulut makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang dan bila tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan di dorong masuk ke lambung, lambung pada umumnya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus. Pada beberapa jenis ikan, terdapat tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan makanan. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa panjang berliku-liku dan sama besarnya. Hal yang mencolok pada segmen ini adalah adanya penebalan lapisan otot melingkar yang mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran. Dengan menyempitnya saluran pencernaan pada segmen ini bahwa segmen pyloric caeca berfungsi sebagai pengatur pengeluaran makanan dari lambung ke segmen usus. Pada pyloric caeca terdapat enzim tripsin dan kimotripsin (Poernomo 1992). Selanjutnya dari usus akan bermuara pada anus. 
Organ  Pencernaan Ikan Bawal Sumber :http://konservasi-laut.blogspot.com.anatomi-ikan-bawaldorang.html 
Proses pencernaan hewan laut khususnya ikan, sebenarnya tidak berbeda dengan pencernaan pada hewan-hewan lain, kecuali pada ikan yang tidak mempunyai lambung. Sebab, enzim pencernaan berasal dari lambung, usus kecil dan pankreas. Protein mulai dicerna di lambung oleh hasil pengaktifan pepsinogen menjadi pepsin (pH 1,5-2,5). Di dalam lambung merupakan suatu persiapan untuk pencernaan di dalam usus. Di dalam usus peptid akan mengalami hidrolisis dimana prosesnya dilakukan oleh enzim karboksipeptidase, tripsin, khimotripsin, elastase sebagai katalisatornya menjadi polipeptida, tripeptida dan dipeptida. Selanjutnya oligopeptid tersebut akan dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi bentuk tritida dan dipeptid hingga akhirnya menjadi asam amino. Pencernaan protein ikan yang tidak berlambung terjadi di usus depan dan diperankan oleh enzim protease yang bersala dari pankreas. 
Menurut Isnaeni (2006), proses pencernaan secara lebih sempurna dan penyerapan sari makanan berlangsung di dalam usus. Di usus, bahan makanan (karbohidrat, lipid dan protein) dicerna lebih lanjut dengan bantuan enzim dan diubah menjadi berbagai komponen penyusunnya agar dapat diserap dan digunakan secara optimal oleh hewan. Berikut proses pencernaan karbohidrat, lipid dan protein. 
Pencernaan Karbohidrat 
Di dalam mulut, karbohidrat dalam makanan dicerna secara mekanik dengan bantuan gigi. 
•    Pencernaan Protein 
Apabila dalam lambung terdapat protein, sel dinding lambung akan menghasilkan gastrin, yaitu senyawa kimia yang merangsang lambung untuk mengeluarkan asam dari sel parietal dan pepsinogen dari sel kepala (chief cells). Selanjutnya, enzim pemecah protein (proteolitik) akan menguraikan protein dengan cara memutuskan ikatan peptide pada protein sehingga dihasilkan asam amino. 
•    Pencernaan Lipid 
Pencernaan lipid baru dimulai pada saat bahan makanan sampai di usus.Pencernaan ini terjadi dengan bantuan enzim lipase usus, lipase lambung dan lipase pankreas. Lipase akan menghidrolisis lipid dan trigliserida menjadi digliserida, monogliserida, gliserida dan asam lemak bebas. Lipase dalam bentuk zimogen (prolipase) akan diaktifkan oleh protein khusus dari sel epitel usus (disebut kolipase) sehingga dapat memecah lipid menjadi asam lemak. 
2.2.3 Enzim Pencernaan 
Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein yang disintesis di dalam sel dan dikeluarkan dari sel penghasilnya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut extracelluler digestion, sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu sendiri atau disebut intracelluler digestion (Affandi et al 2005). Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pyloric caeca, pankreas dan mukosa usus. Oleh karena itu, perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim di dalam rongga saluran pencernaan (Walford dan Lam 1993). 
Enzim berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Pyloric caeca yang merupakan perpanjangan usus terutama mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus, yaitu enzim pencernaan protein, lemak dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan sedikit basa. Cairan pankreas banyak mengandung tripsin, yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah alkalis, di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase dan lipase. Pada ikan yang tidak memiliki lambung dan pyloric caeca, aktivitas proteolitik terutama berasal dari cairan pankreas. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa komposisi cairan pencernaan berhubungan dengan makanan yang dimakan oleh suatu spesies ikan. Hasil dari studi tertentu memberikan dukungan yang jelas bahwa komposisi cairan digestif berhubungan dengan makanan yang dimakan oleh suatu spesies ikan (Handayani 2008). 
Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim. Satu unit enzim adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam waktu 1 menit pada suhu 25°C dan pada keadaan pH optimal. Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim, substrat, suhu, pH, dan inhibitor. Huisman (1976) menyatakan bahwa enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung ikan aktif pada pH 2-4. Aktivitas enzim pencernaan adalah suatu indikator yang baik untuk menentukan kapasitas pencernaan. 
Aktivitas enzim yang tinggi secara fisiologis mengindikasikan bahwa larva siap untuk memproses pakan dari luar (Gawlicka etal 2000). Aktivitas enzim pencernaan meningkat dengan meningkatnya umur larva. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin sempurnanya organ penghasil enzim. Akan tetapi, untuk beberapa jenis enzim akan menurun sesuai dengan kebiasaan makanan dari ikan (Infante dan Cahu 2001). Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Haryati (2002) ada keterkaitan antara aktivitas enzim pencernaan dan perkembangan struktur organ pencernaan dan kebiasaan makanan dari ikan bandeng. Pada saat struktur anatomis dan histologis alat pencernaan belum sempurna, enzim endogen yang disekresikan sangat sedikit. Hal ini dicerminkan oleh aktivitas enzim pepsin, tripsin, a-amilase dan lipase yang sangat rendah. Dengan bertambahnya umur larva, struktur anatomis organ pencernaan semakin sempurna hingga mencapai fase definitif. Setelah mencapai bentuk definitif, produksi enzim pencernaan sudah cukup tinggi sehingga ikan mampu mencerna pakan yang tidak mengandung enzim. 
Aktivitas enzim amilase terus meningkat dengan meningkatnya umur, sedangkan aktivitas enzim lipase dan tripsin menurun pada saat larva umur 35 hari. Penurunan aktivitas enzim protease diduga karena adanya perubahan dalam kebiasaan makanan, yaitu dari karnivora menjadi  omnivora. Aktivitas enzim amilase pada ikan karnivora lebih rendah dibandingkan dengan pada ikan omnivora dan herbivora (Furuichi 1988). Dengan demikian, kemampuan ikan mencerna karbohidrat sangat rendah terutama pada ikan karnivora. Kecernaan suatu makanan bervariasi menurut spesies ikan. Secara umum kecernaan protein mulai dari 70 sampai 90%, karbohidrat bervariasi dari 15 sampai 40% dan untuk selulosa sekitar 1% (Zonneveld et al. 1991).  
Organ pencernaan utama yang mensekresikan lipase adalah usus, pankreas dan pyloric caeca. Secara umum, ikan yang mendapatkan pakan berupa uniseluler dan diatom (kandungan lemak kasar 1,98%) mempunyai aktivitas lipase yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan alga hijau berfilamen (kandungan lemak kasar 0,98%). Enzim yang disekresikan ke dalam lumen (rongga) saluran pencernaan berasal dari mukose larinl, piyloric caeca, pankreas dan mukosa usus. Enzim-enzim  karbohidrase, protease dan lipase mempengaruhi pencernaan makanan di usus anterior. 
2.2.4  Proteinase 
Protein adalah bahan organik dengan berat yang tinggi, tersusun dari sejumlah asam amina yang disatukan dalam ikatan peptid.  Pada hidrolisis protein sederhaha hanya menghasilkan asam amino, sedangkan hidrolisis protein yang berikatan dengan senyawa lain menghasilkan tambahan grup nonprotein (gugusprostetik). Selama pencernaan, rantai peptida dihidrolisis satu per satu menjadi asam amino atau gugus asam amino.  Enzim-enzim pencernaan protein yang dikenal secara umum dapat dilihat pada tabel 1. 
Menurut Handajani (2006) enzim protease dibagi menjadi endopeptidase dan eksopeptidase.  Endopeptidase berperan sebagai katalisator dalam menghidrolisis rantai peptid bagian tengah dan rantai peptid yang sangat spesifik. Sedangkan eksopeptidase mengkatalisis dalam melepaskan ujung asam amino. Endopeptidase dan eksopeptidase dapat ditemukan sebagai enzim intra selular maupun ekstra selular. 
1. Pepsin 
Enzim endopeptidase yang berperan penting dalam pencernaan protein antara lain adalah pepsin. Pepsin merupakan enzim yang disekresikan oleh mukosa lambung. Enzim ini memiliki aktivitas proteolitik optimal pada pH 2. Pepsin ditemukan pada seluruh hewan vertebtata kecuali pada ikan yang tidak memiliki lambung. Aktivitas pepsin tergantung pada pH, suhu dan jenis substrat. Kekuatan mencerna dari cairan gastrik bergantung pada jumlah pepsin pH. Konsentrasi enzim tertentu, aktivitas proteolitik dari cairan digestif akan mencapai maksimal pada pH lebih rendah dari 4.  
Cairan gastrik cukup mengandung HCl untuk mencapai pH asam. Di dalam lambung, hanya lapisan luar dari makanan yang mempunyai nilai pH yang cocok untuk aktivitas pepsin, sedangkan bagian dalam mempunyai nilai pH yang lebih tinggi. Konsekuensinya adalah pencernaannya terjadi secara bertahap, sehingga ketika lapisan luar telah menjadi cair baru kemudian lapisan berikutnya mengalami pengasaman dan selanjutnya akan dicerna hingga menjadi cair. Selain dipengaruhi pH, pencernaan di lambung juga disokong oleh konsentrasi pepsin yang tinggi, suhu yang tinggi dan gerakan lambung yang intensif. Sebagai hasil akhir dari hidrolisis enzim pepsin ini adalah protease, pepton dan peptida. Untuk dapat diserap, hasil hidrolisis enzim dihirolisis lagi oleh enzim eksopeptidase. 
2. Tripsin 
Enzim ini disekresikan oleh pankreas eksokrin. Aktivitas tripsin dapat ditemukan dalam segmen usus, diserap oleh mukosa usus. Tripsin aktif secara maksimal pada media basa karena pada pH 7-11, tergantung substrat. Hasil akhir hidrolisis tripsin adalah Protease, pepton, peptida dan asam amino. Aktivitas proteolitik pada segmen usus umumnya menurun dari bagian depan ke arah bagian belakang dan enzim ini resisten terhadap autolisis di dalam usus. Walaupun demikian enzim yang ada pada hormon tersebut akan diserap kembali oleh dinding usus di bagian belakang (Handajani, 2006). 
Aktivitas enzim sangat mempengaruhi kecernaan dapat ditentukan dengan umur ikan, keadaan fisiologis dan musim, serta berkorelasi positif dengan kebiasaan makanan ikan (Kuzmina 1996). Menurut Souza et al. (2007) pada ikan di daerah tropis memiliki enzim alkali protease diperoleh dari  pyloric caeca dan berfungsi dalam menjaga kestabilan suhu yang baik dan mempunyai aktivitas yang tinggi pada rentang pH yang luas. Ada macam-macam jenis ikan air tawar salah satunya adalah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki pyloric caeca yang dapat menghasilkan enzim alkali protease. Enzim alkaliprotease merupakan salahsatu turunan dari enzim serin. Alkali protease ditemukan aktif pada pH antara 8-13 dan banyak yang termasuk kedalam golongan protese serin subtisilin. Asam amino serin, histidin dan aspartat pada sisi aktif protease kelompok ini ditemukan bersifat consevered (Neurath 1989 dalam Suhartono 2000). Protease alkali tersebar luas pada virus, bakteri dan golongan eukariot, sehingga menunjukkan peranannya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Berdasarkan kemiripan strukturnya, alkali protease dibedakan menjadi 20 famili yang diperkirakan berakar pada 6 molekul enzim pemula (ancestor )     (Rao et al.1998).   
Alkali protease diproduksi oleh berbagai spesies bakteri, kapang dan khamir. Enzim alkali protease spesifik terhadap residu asam amino aromatik atau hidrofobik fenilalanin atau leusin pada sisi karboksil dari titik pemutusan, mempunyai spesifitas yang mirip, tapi sedikit lebih kuat dibandingkan dengan akhimotripsin (Suhartono 2000). 
Enzim alkali protease banyak dihasilkan dari golongan Bacillus. Alkali protease yang banyak dikenal adalah substilin, yang meliputi substilin Carlsberg dan subtisilin BPN. Subtisilin Carlsberg  pertama sekali dikenali dalam keseluruhan asam amino yang telah disekuen. Subtisilin clasberg dihasilkan oleh Bacillus licheniformis bersifat tahan panas, pH optimumnya kira-kira 10, oleh sebab itu banyak  bermanfaat dalam berbagai industri deterjen dan industri pangan khususnya pembuatan protein hidrolisat (Aunstrup 1979). Subtisilin Novo atau subtisilin BPN yang dihasilkan oleh Bacillus amiloliquefacien, sangat mirip dengan substisilin Carlsberg dalam hal stabilitas dan aktivitasnya. Kisaran temperatur pH dan subtisilin BPN sedikit lebih sempit untuk subtisilin BPN. Kedua jenis enzim tersebut tidak memiliki residu sistein, aktif pada pH 8-9 serta dihambat senyawa yang bereaksi dengan serin (Raoet al.1998). Menurut Primanita Sukma (2003) usus ikan bawal hitam memiliki isolat proteolitik juga ditemukan di daerah usus sepanjang 3-6 cm dari lambung namun protease ekstraseluler yang diekresikan bersifat tidak stabil. 
Bakteri Saluran Pencernaan Ikan 
 Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan membelah diri, dan ukurannya sangat kecil. Bakteri termasuk ke dalam golongan prokariot dengan dinding sel yang kompleks. Di sebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti kloroplas dan mitokondria (Dwidjoseputro, 2005). 
Lingkungan mengandung beranekaragam bakteri dalam jumlah yang berbeda-beda. Keadaan lingkungan menentukan jumlah dan spesies bakteri yang dominan di lingkungan tersebut (Gandjar et al. 1992). Salah satu lingkungan yang menjadi habitat bakteri adalah saluran pencernaan ikan. Saluran pencernaan adalah tabung khusus yang terbagi menjadi beberapa bagian yang memanjang dari bibir hingga anus yang meliputi lambung, usus kecil dan usus besar. Fungsi utama saluran pencernaan adalah mengubah makanan menjadi komponen yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh, dan dalam proses metabolismenya bersimbiosis dengan bakteri (Zoetendal et al. 2004).  
Menurut Leano et al. (2005), jumlah bakteri yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan perairan sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa saluran pencernaan ikan menyediakan habitat yang menguntungkan bagi bakteri. Fatimah (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan metode kultur konvensional didapatkan beberapa genus bakteri yang memiliki potensi sebagai bakteri proteolitik, diantaranya adalah dari genus Aeromonas dan Enterobacter. Al-Harbi et al (2005) menyebutkan pada penelitiannya bahwa terdapat 19 spesies bakteri yang berhasil diidentifikasi dari perairan payau di Arab Saudi menggunakan kultur konvensional, dimana sebagian besar ditemukan di usus. Bakteri tersebut di antaranya adalah berasal dari genus Vibrio, Streptococcus dan Chryseomonas. 
Usus beberapa spesies ikan laut banyak mengandung bakteri halofilik (Clarke dan Bauchop 1977). Bakteri halofilik telah diisolasi dari usus ikan laut dalam, dengan metode Dorayaki yang menggunakan agar laut di bawah tekanan in situ (Nakayama et al, 1994). Aeromonas salmocida dideteksi dalam mukus ikanikan salmon (Cipriano et al 1992). Berdasarkan kriteria fisiologisnya, telah diindentifikasi 504 jenis total bakteri saluran pencernaan ikan rainbow trout. Dari jumlah tersebut, 153 strain telah ditentukan urutan gen 16S rRNA. Mikroba yang dominan adalah dari subklas Gamma-Proteobacteria (genera Citrobacter, Aeromonas dan Pseudomonas), bakteri gram positif dengan G + C rendah (genus Carnobacterium) dan subklas Beta-Proteobacteria (Spanggaard et al 2000). Umumnya makanan yang pertama kali didapatkan dari luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya adalah plankton yang bersel tunggal dan berukuran kecil. Jika untuk pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat dengan mulutnya, diperkirakan akan dapat hidup. Tetapi apabila dalam waktu yang relative singkat ikan tidak dapat menemukan makanan yang cocok dengan ukuran mulutnya akan terjadi kelaparan dan kehabisan tenaga yang menyebabakan kematian. Setelah dewasa ikan itu akan mengikuti pola kebiasaan induknya (Effendi, 2002)