Senin, 27 Maret 2017

PEMELIHARAAN BENIH IKAN BLACK MOLY ( Poecilia sphenops )



Ikan hias Molly (Poecilia sphenops) berasal dari Meksiko, Florida, Virginia. Ikan ini bersifat omnivore. Ukuran tubuhnya relatif cukup besar, maksimal sekitar 12 cm. Hingga kini sudah banyak varietas yang beredar di pasaran dengan warna dan bentuk tubuh yang beragam akibat persilangan dan mutasi. Molly balon, misalnya, yang bertubuh seperti BOLA akan tampak sangat bagus seperti maskoki mini bila ukurannya sudah besar.

Di habitat aslinya, molly menghendaki suhu perairan 25 - 28° C dengan pH 8 dan kekerasan sekitar 14-20° dH. Namun, karena sudah lama dipelihara di daerah dengan pH netral (sekitar 7) maka saat ini tampaknya pembudidayaan di daerah ber-pH netral pun sudah tidak ada masalah. Hanya saja jenis ikan ini kurang toleransinya terhadap perubahan atau goncangan suhu yang tinggi. Ikan Molly (Poecilia sphenops).
A.   Klasifikasi
Klasifikasi ikan black molly secara lengkap adalah sebagai berikut :
    Phyllum           : Chordata
    Class               : Ostheichthyes
    Ordo                : Cyprinodontoidei
    Family             : Poecilidae
    Genus             : Poecilia
    Species           : Poecilia sphenops
B.   Morfologi
Bentuk tubuh black molly menyerupai ikan guppy karena masih satu keluarga yaitu Poecilidae. Panjang tubuhnya sekitar 5–7 cm. Tubuh black molly seluruhnya berwarna hitam mengkilap dari kepala hingga sirip ekor.
Sirip ekor berbentuk sabit dan sirip punggung menjuntai ke belakang hingga mencapai pangkal ekor. Black molly mempunyai daya tahan tubuh yang kuat terhadap kondisi lingkungan. Ikan ini dapat hidup pada perairan tawar, laut, dan payau.
Black molly mempunyai jenis yang berbeda-beda yaitu : black molly balloon, marble molly balloon, black molly line tile. Varietas yang terkenal adalah  black molly balloon. Ikan ini mempunyai bentuk tubuh yang unik. Ukurannya lebih pendek dari molly lainnya dan bentuknya yang membulat seperti kelereng.
II.  KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan bahan yang diperlukan untuk memproduksi ikan Molly adalah :
1. Wadah pemeliharaan &  perlengkapan
- Akuarium ukuran (40 x 40 x 80) cm sebagai tempat pemeliharaan induk dan sekaligus tempat pemijahan dilengkapi dengan tempat penempelan telur berupa baki plastik yang diisi dengan batu, atau batang pohon pakis.
-  Akuarium ukuran (60 x 40 x 40) sebagai tempat penetasan telur
-  Instalasi aerasi berupa blower, selang aerasi dan batu aerasi
-  Peralatan lain seperti selang untuk mengganti air, scoope net dan alat-alat pembersih akuarium (sikat dll)
 2.  Pakan
-  “Blood worm” yang digunakan sebagai pakan induk
-   Cacing sutera (Tubifex sp) sebagai pakan ikan mulai umur ± 2 minggu sampai dewasa
-   Artemia, yang digunakan untuk pakan larva
III.  KEGIATAN OPERASIONAL PEMBENIHAN
Kegiatan pembenihan ikan Molly meliputi kegiatan pemeliharaan induk dan calon induk, kegiatan pemijahan serta perawatan larva.
1.  Kegiatan Pemeliharaan Induk
Perbedaan induk jantan dan betina ikan Molly dewasa yaitu sebagai berikut:
Induk jantan:
    Mempunyai gonopodium (berupa tonjolan dibelakang sirip perut) yang merupakan modifikasi sirip anal yang panjang.
    Tubuhnya ramping
    Warnanya lebih cerah.
    Sirip punggung lebih panjang.
    Kepalanya agak besar. Induk betina:
    Dibelakang sirip perut tidak ada gonopodium, tetapi berupa sirip halus.
    Tubuhnya gemuk
    Warnanya kurang cerah
    Sirip punggung biasa
    Kepalanya agak runcing
Induk jantan dan betina dipelihara dalam satu wadah ukuran (40 x 40 x 80) cm, yang dilengkapi dengan instalasi aerasi dengan pakan berupa “Blood Warm” yang diberikan dengan frekuensi 3 kali/hari secara ad-libitum. Pergantian air harus dilakukan setiap hari untuk membuang kotoran-kotoran yang terdapat di dasar akuarium dan menjaga kualitas media pemeliharaan.
 2. Kegiatan Pemijahan
Pemijahan dilakukan secara massal di dalam akuarium yang sekaligus sebagai tempat pemeliharaan induk.  Perbandingan induk betina dan jantan adalah 3 : 1.
Memijahkan Ikan molly hampir sama dengan Ikan Guppy. Hanya saja hasilnya akan lebih bagus bila kondisi airnya agak keras. Untuk itu, penambahan garam dapur sekitar satu sendok makan per tiga liter air akan membantu memperbanyak produksi anakan molly. Selain itu, kecukupan sinar matahari merupakan syarat agar berhasil membudidayakan molly. Molly akan menjadi induk setelah berumur lima bulan. Ukuran jualnya sekitar 2,5-3,0 cm yang dapat dicapai dalam waktu 3-4 bulan. Teknik Pemijahan Ikan Molly
    Persiapan wadah pemijahan berupa bak plastik atau akuarium
    penambahan garam dapur sekitar satu sendok makan per 8 liter air
    Tempatkan wadah pemijahan ditempat yang jauh dari keramaian
    Penambahan Tanaman Air untuk perangsang
        Induk dimasukkan ke dalam tempat pemijahan dengan perbandingan 1 : 3 (1 induk jantan : 3 induk betina).
        Proses pemijahan ditandai dengan kejar–kejaran yang dilakukan induk jantan terhadap induk betina sambil menyerempetkan badannya. Ini berlangsung selama 4–7 hari.
        Setelah seminggu, benih tampak berkumpul diantara tanaman air atau berenang di pinggiran bak.
        Setelah itu dapat dipisahkan dari induknya dan dipindahkan ke kolam pendederan.
3.  Perawatan Benih Ikan Molly
    Anak-anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena masih mengandung kuning telur (yolk egg). Setelah 4 - 5 hari anak ikan baru dapat diberi makanan berupa kutu air yang sudah disaring atau telur yang telah direbus dan dihancurkan.
    Setelah mencapai ukuran medium (2 - 3 cm) dapat diberikan makanan cacing sutera, kemudian setelah mencapai ukuran dewasa (5 - 7 cm) dapat diberikan makanan berupa cuk (jentik nyamuk) sampai pada ukuran komersial yang diinginkan.
    Disamping makanan alami dapat pula diberi makanan tambahan berupa cacing kering, agar-agar dll.
    Pemberian makanan sebaiknya 2 kali sehari dan hendaknya jangan berlebihan, karena dapat menyebabkan pembusukan yang dapat merusak kualitas air.
    Pergantian air. Air dalam bak atau aquarium jangan sampai kotor/keruh, karena dapat menyebabkan kematian anak ikan. Kotoran dapat dibersihkan setiap 2 - 3 hari sekali dengan cara disiphon, air yang terbuang pada waktu penyiphonan sebanyak 10 - 20% dapat diganti dengan air yang baru. 4.  Kegiatan Penanganan Hama dan Penyakit pada Ikan Molly
Untuk menjaga kesehatan ikan, kita bisa mencampuri air dengan air rebusan daun ketapang dan garam yang telah diendapkan dengan jumlah secukupnya. Perlu diingat bahwa akuarium yang lebih besar akan lebih baik pula bagi pertumbuhan ikan molly. Penyakit yang banyak menyerang ikan Molly banyak berasal dari non-parasiter yang bersumber dari lingkungan terutama adalah makanan. Makanan yang tidak dibersihkan akan mengundang berbagai macam penyakit. Oleh karena itu makanan yang diberikan harus dicuci dulu agar bersih baru diberikan. Pemberian pakan yang berlebihan dan tidak sesuai akan mengakibatkan adanya gejala kekurangan oksigen dan keracunan.
5.  Kegiatan Pemanenan Benih
    Setelah ± 3 bulan atau sudah berukuran antara 12-14 cm, ikan Molly siap dipanen. Sistem panen yang digunakan bisa dengan panen total atau panen sebagian tergantung permintaan pasar. Untuk panen total, semua ikan Molly semua ukuran diangkut,. Utuk panen partial/panen sebagian disesuaikan dengan ukuran permintaan pasar dan yang belum masuk ukuran dipelihara kembali (sistem sortir/grading).
IV. KEGIATAN PEMASARAN & TRANSPORTASI BENIH
            Permintaan ikan hias Molly masih banyak pangsa pasarnya baik untuk pangsa pasar lokal dan ekspor. Untuk memasarkan ikan hias Molly bisa langsung ke konsumen atau menggunakan jasa pengepul (pengumpul) yang biasanya sudah mempunyai jaringan yang luas dan ada juga pembeli yang datang langsung ke pembudidaya. Untuk pengemasan bisa dengan menggunakan styrofoam penahan panas atau kantong plastik disesuaikan dengan jarak angkut pengiriman. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasaran dan transportasi ikan hias Molly yaitu antara lain:
    Lakukan pemberokan (mempuasakan) ikan sebelum ikan Molly ditransportasikan
    Lakukan sortasi.grading ukuran secara hati-hati untuk menghindarkan stress pada ikan Molly
    Lakukan penangkapan ikan secara hati-hati, gunakan jaring/lambit/scoopnet sesuai ukuran ikan
    Transportasikan hanya ikan Molly yang dalam keadaan sehat
    Gunakan oksigen atau aerasi jika diperlukan selama transportasi    Kepadatan benih dalam satu kantong plastik disesuaikan dengan ukuran ikan, suhu air media, lamanya pengangkutan, dan kondisi media jalan
    Gunakan bahan anestesi untuk mengurangi CO2 dan NH3 untuk tranportasi jarak jauh
DAFTAR PUSTAKA
 http://www.alamikan.com/2014/05/cara-pembenihan-budidaya-ikan-molly.html
http://1001budidaya.com/budidaya-ikan-molly/


Kamis, 09 Maret 2017

KKP GAGALKAN PENYELUNDUPAN KEPITING BERTELUR KE MALAYSIA

KKPNews, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Satuan Kerja Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DJ PSDKP) Tarakan, dalam operasi yang digelar bersama-sama dengan Polisi Perairan (Polair), Polres Tarakan, berhasil menggagalkan penyelundupan ribuan kilogram kepiting betina/bertelur ke Tawau, Malaysia. 

“Pengawas Perikanan bersama-sama aparat Polair, Polres Tarakan berhasil menggagalkan penyelundupan sekitar 1.500 kg kepiting bertelur ke Malaysia,” ujar Kepala Pangkalan PSDKP Bitung, Pung Nugroho, Kamis (11/2).

Selanjutnya Pung menjelaskan, Satker PSDKP Tarakan yang berada dibawa kendali Pangkalan PSDKP Bitung menangkap pelaku penyelundupanan pada hari Rabu tanggal 10 Februari 2016 sekitar pukul 23.00 WITA di salah satu pelabuhan milik swasta saat pelaku memuat kepiting. Selanjutnya barang bukti berupa 1.500 kg kepiting bertelur da satu unit speedboat diamankan di Polres Tarakan untuk proses hukum lebih lanjut. Sementerat aparat masih melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap dua orang yang diduga sebagai pelaku penyelundupan.
Kegiatan penyelundupan kepiting bertelur melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.). Dalam permen tersebut diatur bahwa setiap orang dilarang melakukan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur. (SBO)


Jumat, 03 Maret 2017

Sidat merupakan jenis ikan yang memiliki bentuk fisik menyerupai belut. Sidat memiliki warna kulit coklat kehitam-hitaman dan agak memutih pada bagian perutnya. Sidat juga punya jari-jari sirip yang lunak dan jelas. Berbeda dengan belut, sidat memiliki sirip dada, punggung dan skip dubur yang sempurna. Tubuh bersisik kecil-kecil membujur, berkumpul dalam kumpulan-kumpulan kecil, yang masing-masing kumpulan terletak miring pada sudut siku terhadap kumpulan-kumpulan di sampingnya. Karena adanya jari-jari sirip yang lunak inilah orang awam lebih suka menyebut sidat sebagai belut bertelinga daripada nama sebenarnya.
Berikut klasifikasi sidat :
Kelas: Pisces, Subkelas: Teleostei, Ordo: Apodes, Famili: Anguillidae
Di Indonesia terdapat kurang lebih tujuh jenis sidat. Dan dari ketujuh jenis sidat tersebut yang paling luas penyebarannya adalah Anguilla marmorata, sedang yang paling sempit daerah penyebarannya adalah Anguilla borneensis (hanya terdapat di Kalimantan Timur dan Sulawesi).
Sidat dikenal sebagai pemangsa yang ganas sebagai ikan air tawar. Dibanding belut, yang suka memangsa berbagai jenis ikan air tawar, sidat jauh lebih ganas karena akan memakan apa saja yang hidup di air. Habitat alaminya adalah di lubuk-lubuk sungai, rawa-rawa dan danau-danau yang berair tawar. Sidat dewasa bisa bertahan sampai bertahun-tahun di perairan tersebut. Tapi usianya bila telah mendekati delapan tahun, sidat akan berenang terus menerus dari daerah pedalaman ke hilir sebagai sidat perak untuk beruaya ke laut dalam kembali.
Di berbagai daerah nama sidat bisa berbeda-beda. Beberapa nama yang dilekatkan antara lain : ikan uling, ikan moa, ikan lubang, ikan lumbon, ikan larak, ikan pelus, ikan gateng, ikan lembu, ikan denong, ikan mengaling, ikan Tara, ikan luncah dan sebagainya. Di Indonesia terdapat tak kurang enam jenis sidat, tapi cuma dua macam raja yang sering ditangkap nelayan. Yakni sidat kembang (Anguilla mauritiana) dan sidat anjing (Anguilla bicolor). Kedua sidat ini banyak menghuni aliran-aliran sungai yang jernih dan berbatu-batu. Kedua ikan ini suka berdiam dalam lubang pada cadas-cadas atau di antara sela-sela batu.
Ikan sidat bisa dipancing dengan menggunakan umpan katak, anak ayam atau ikan-ikan kecil. Mata pancingnya harus bestir dan tali yang dipakai harus kuat (jangan dibuat dari benang), karena gigi-gigi ikan sidat sangat tajam dan kuat. Di daerah Pulau Jawa bagian selatan, ikan sidat banyak bersembunyi dan bersarang di bibir tebing sungai yang curam atau lubuk-lubuk sungai yang merupakan gua. Sidat raksasa yang berumur tua ini panjangnya bisa mencapai 90 sampai 150 cm, dengan diameter tubuh tak kurang dari 7,5 cm.
Ikan Sidat Belum BernilaiEkonomi
Sidat masih tergolong Ordo Apoda. Ordo ini masih ada persamaannya dengan bangsa ular, yaitu tidak mempunyai anggota gerak. Dalam Bahasa Latin perkataan "apoda" berasal dari kata "pods" yang berarti kaki, dan "a" yang berarti ingkar atau tidak. Jadi apoda berarti tidak berkaki atau tanpa anggota gerak. Dan ikan yang masih tergolong Ordo Apoda pergerakannya sangat tergantung pada liak-liuk tubuhnya yang licin panjang. Ikan Ordo Apoda juga tidak bersisik. Tapi jenis sidat masih punya sisik-sisik kecil berbentuk panjang, dan tersusun saling tegak lurus pada poros panjangnya. Susunan-susunan sisik ini biasanya membentuk gambar mozaik seperti anyaman bilik. Ikan dari Ordo Apoda lebih banyak yang hidup di laut. Misalnya ikan remang, ikan cunang dan ikan ular boro. Apoda yang merupakan ikan darat cuma belut saja. Sidat meskipun dibesarkan di perairan air tawar. Tapi setelah dewasa dan mau berpijah ikan ini kembali beruaya ke laut dalam.
Ruaya pada ikan ini merupakan masalah yang mendasar, karena merupakan salah satu mata rantai siklus hidupnya dan tidak terlepaskan dari rantai sebelum dan sesudahnya. Yang dimaksud dengan ruaya adalah perpindahan (migrasi) pada ikan untuk mencari tempat hidup atau suasana yang lebih cocok bagi kepentingan ikan bersangkutan. Ruaya ini dilakukan antara lain karena :
Ingin mengadakan pemijahan
Mencari makanan dan menuju daerah pembesaran
Mendapatkan lingkungan hidup baru karena lingkungan hidup yang semula sudah kurang cocok, atau karena sudah terjadi perubahan ekologis pada lingkungan hidupnya yang lama.
Pada sidat (ikan air tawar) ruaya dimaksud untuk mencari tempat pemijahan yang sesuai dan menguntungkan bagi perkembangan telur dan larvanya setelah menetas. Ruaya ini dilakukan dengan berusaha kembali ke daerah asal ketika dilahirkan untuk mengadakan reproduksi (pemijahan). Sebelumnya ikan ini membesar dan hidup dewasa di sungai-sungai, rawa-rawa, dan danau di daerah pedalaman. Dan setelah telurnya menetas menjadi larva, mereka akan berenang menuju sungai-sungai di daerah daratan. Jadi laut bebas (dalamnya kurang lebih 56.000 m) cuma dijadikan sebagai tempat pemijahan saja.
Bagi sidat Eropa yang hidup di sungai-sungai benua tersebut, sewaktu memijah akan berenang menuju Laut Sargasso, dan biasanya dilakukan pada bulan Desember. Perjalanan dari sungai ke laut dilakukan pada malam hari. Selama melakukan perjalanan ikan ini tidak makan apa-apa. Sehingga sewaktu sampai di laut tubuhnya akan berubah kurus, mata membesar, dan warna kulitnya pun berubah. Karena menyusutnya tubuh, kandungan telur lalu kelihatan membengkak besar.
Induk-induk sidat baru bisa matang kelamin, berpijah, dan bertelur di laut yang dalamnya lebih dari 6.000 meter. Berbeda dengan sidat Amerika dan Eropa, yang memilih tempat berbiaknya di Laut Sargasso(Atlantik), maka sidat Jawa dan Sumatera berpijah di Samudera Hindia. Sementara sidat Sulawesi di Lautan Teduh (Pasifik). Selanjutnya larva-larva yang menetas ini akan dibawa ombak menepi ke pan-tai, kemudian ramai-ramai memasuki muara sungai yang payau sebagai impun lubang. Untuk seterusnya akan berenang mudik memasuki sungai tawar, rawa-rawa, danau-danau sebagai ikan buas dan liar. Impun dewasa inilah yang selanjutnya kita kenal sebagai sidat.
Sampai saat ini usaha pemeliharaan sidat baru dilakukan di negara tertentu saja. Di banyak negara budidaya ikan sidat belum bisa dilakukan karena ikan sidat tidak bisa dipijahkan. Tapi di Laboratorium Freshwater Fishpropagation di Universitas Hokkaido (Jepang) ikan sidat ini sudah berhasil diternakkan dalam kolam, berkat diketemukannya hormon ekstrak kelenjar hipofisa yang berasal dari ikan Salmon sebagai donor. Hormon tersebut disuntikkan pada induk sidat yang sudah matang telur di bak pemeliharaan. Suntikan hormon ini telah membantu mendorong kegiatan kelenjar kelamin induk sidat betina yang disuntik, sehingga bisa melepaskan telur-telurnya di air kolam.
Selain suntikan hormon, faktor lain yang sangat menentukan suksesnya percobaan menternakkan sidat tersebut adalah keadaan suhu dan air laut yang diisikan pada kolam perkawinan. Suhu yang dituntut harus bisa dipertahankan seperti suhu permukaan air laut di kedalaman 6.000 m, yakni 18° C sampai saat perkawinan selesai. Kemudian setelah telur-telur menetas, air kolam harus bisa dipertahankan pada suhu 23-25°C.
Dengan diketemukannya teknik pemijahan buatan dan rahasia suhu ini di tahun 1974, para peneliti sudah mengetahui batas-batas untuk menyukseskan penetasan telur dan pembesaran benih sidat hasil perkawinan buatan di kolam pemijahan yang masih percobaan tersebut. Hanya saja rumus makanan buatan untuk larva-larva sidat agar bisa tumbuh normal, rupanya masih harus menunggu waktu lagi.
Ikan sidat di Indonesia belum memiliki nilai ekonomi yang berarti. Adanya anggapan masyarakat bahwa makan ikan sidat bisa menimbulkan bencana, merupakan salah satu penyebabnya. Akibatnya potensi sidat di Indonesia yang sebenarnya sangat berlimpah, seakan-akan menjadi mubazir. Padahal sebenarnya di pasaran Amerika, Eropa, Jepang dan Hongkong ikan sidat memiliki potensi yang tinggi sekali sebagai komoditas perikanan. Di sana ikan ini mempunyai harga komersial yang cukup mahal, dan beberapa negara maju telah membudidayakannya secara intensif.
Syarat-syarat Pemeliharaan Sidat
Pemeliharaan sidat pada prinsipnya tidak berbeda dengan pemeliharaan ikan-ikan kultur yang lain. Faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan sidat adalah :
Air harus bersih dan kaya oksigen
Air yang diperlukan dalam pemeliharaan ikan sidat adalah air bersih dengan jumlah dan volume yang tidak kecil dan dengan kadar oksigen yang terlarut benar-benar tinggi, bahkan harus lebih tinggi dari kadar oksigen yang terlarut dalam air tempat hidupnya di alam bebas.
Dalam kolam pemeliharaan sumber air bisa diperoleh dari aliran sungai, tapi bisa juga mempergunakan air dari sumur artesis. Untuk kolam pemeliharaan dengan daya produksi 20 ton ikan sidat per tahun, diperlukan tak kurang dari 450 m3 air bersih per hari. Dan sebaiknya lokasi pemeliharaan dipilih di tempat-tempat yang banyak dihuni ikan-ikan sidat (misalnya sepanjang pan-tai selatan Pulau Jawa). Banyaknya ikan-ikan liar yang terdapat pada suatu wilayah perairan bisa dijadikan pertanda, bahwa tempat tersebut cukup cocok sebagai tempat pemeliharaannya.
Untuk benih yang telah berukuran 20-30 cm, selain air bersih, bisa juga dipergunakan air keruh (dari aliran sungai), asal tidak tercemar bahan-bahan beracun/pestisida. Air untuk sidat juga harus bersifat basa selain itu lokasi tempat juga perlu diperhitungkan. Pertama jangan merupakan daerah banjir. Kedua, tanah tidak porus atau sarang sehingga air mudah lenyap karena meresap. Sangat bagus kalau pembangunan kolam dipilih tempat yang tanahnya liat berpasir. Ketiga, tempat tersebut juga harus cukup banyak mendapat cahaya matahari guna membantu pertumbuhan plankton sebagai penghasil oksigen dalam air (untuk kolam tergenang). Di samping itu lokasi juga harus cukup mendapat hembusan angin agar setiap saat terjadi aerasi di permukaan kolam.
Lokasi yang paling tepat untuk pemeliharaan sidat adalah daerah di sepanjang pantai. Sedang kolam pemeliharaannya bisa berbentuk kolam tergenang (mirip tambak, kolam empang), lebih baik lagi kalau bisa mengusahakan kolam air deras.
Untuk mengusahakan ikan sidat paling tidak diperlukan empat jenis kolam pemeliharaan, kalau sengaja mau memelihara sejak dari elver (larva) sampai menjadi sidat berukuran konsumsi atau sidat dewasa. Yakni bak elver I, bak elver II, kolam pendederan, dan kolam pembesaran.
Benih ditangkap di alam
Benih pertama yang diperlukan dalam pemeliharaan ikan sidat adalah benih yang telah mencapai tingkat elver. Persediaan benih yang diperlukan pada tingkat ini sekaligus harus banyak. Karena elver yang dipelihara nantinya tidak semua bisa hidup. Sebagian kecil saja yang bisa mencapai ukuran cukup untuk konsumsi atau dipasarkan.
Elver diperoleh dengan cara menangkap benih di alam (muara sungai). Elver merupakan anak ikan yang sangat halus. Penanganannya sangat membutuhkan kehati-hatian, dan dalam pengumpulannya perlu diusahakan jangan sampai tersentuh tangan. Di Indonesia elver ditangkap nelayan dengan mempergunakan gayung. Seorang pencari elver sehari bisa memperoleh 25 kg atau kurang lebih 87.500 ekor. Alat penangkap lain yang juga sering digunakan nelayan untuk menangkap elver adalah jaring halus. Alat penangkap ikan ini dipasang dengan memotong lebar sungai guna menghadang benih-benih kecil ini yang suka ramai-ramai memasuki muara sungai sewaktu terjadi pasang purnama. Selama dua minggu terus-menerus benih-benih ini aktif berenang di perairan dangkal, dan pada siang hari bersembunyi di lumpur atau di bawah batu.
Ukuran elver hasil tangkapan bermacam-macam. Tidak bisa seragam. Besar kecilnya elver sangat tergantung dari jarak pemijahan sang induk dari muara sungai. Elver yang tertangkap di muara sungai yang letak daerah pemijahannya lebih jauh, ukurannya relatif lebih pendek dan lebih kecil dibanding dengan muara sungai yang jaraknya dengan tempat pemijahan lebih dekat. Di Jawa Barat elver sidat yang berwarna bening ini lebih dikenal dengan nama impun. Ikan-ikan lembut kecil ini banyak ditangkap dan dikumpulkan untuk dijadikan teri tawar, teri asin, dan rengginang. Walau sebenarnya ikan teri merupakan jenis ikan tersendiri.
Menurut Lembaga Penelitian Perikanan Darat (LPPD, 1971) daerah penangkapan elver dan ikan sidat terbesar di muara sungai sepanjang pantai barat dan selatan pulau Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, serta Sulawesi dan Kalimantan yang menghadap ke Banten Selatan, Pelabuhan Ratu (Sukabumi), Tasikmalaya, Ciamis, Pagelaran, Garut, Banjarnegara, Yogya, Kaloran, Pacitan, dan Temanggung. Daerah penangkapan elver yang utama di Jawa Tengah adalah Cilacap, Kebumen, Purworejo dan Kulon Progo.
Elver merupakan benih ikan yang sangat halus. Penanganannya memerlukan perawatan yang rumit. Sebagai tempat penampungan hasil tangkapan (bila mau dipelihara lebih lanjut) bisa dipergunakan peti basah atau jaring halus yang diletakkan pada air mengalir. Selanjutnya setelah terkumpul, cepat-cepat dibawa ke kolam pemeliharaan elver. Pada perusahaan-perusahaan perikanan besar (tentu saja di luar negeri), pengangkutan elver mempergunakan tangki logam bermuka licin dengan diberi tambahan oksigen.
Makanan pasta untuk elver
Elver yang baru saja ditangkap seringkali ngambeg tak mau makan. Memang menyusahkan. Tapi biasanya seleranya akan kembali muncul setelah hari menjadi gelap. Sedang makanan yang diberikan siapkanlah dalam jumlah yang memadai dan benar-benar baik kualitasnya. Pemberian makanan dalam jumlah cukup dan bermutu akan sangat membantu kepesatan pertumbuhan dan ketahanannya terhadap penyakit/serangan parasit. Begitu pula jenis makanan yang diberikan juga turut menentukan kualitas dan rasa daging sidat yang diusahakan.
Jenis makanan yang baik adalah yang komposisi kimiawinya hampir mendekati komposisi daging ikan sidat itu sendiri. Atau paling tidak komposisi makanan yang diberikan mengandung bahan-bahan yang paling disukai ikan tersebut di alam. Anak sidat yang baru menetas makanannya berupa mikroplankton. Sedang makanan elver berupa anak kepiting, udang, cacing, kerang, siput dan tanaman air yang masih lembut. Makanan sidat dewasa sudah lain lagi, yakni berupa udang dan anak-anak ikan. Paling banyak sidat liar melahap bangsa udang air tawar (Palaemon sp) dan udang dari keluarga Penaidae. Makanan sidat paling sedikit harus mengandung 50% protein hewani.
Dalam pemeliharaan sidat konsumsi oleh petani ikan di Taiwan dan Jepang, secara tradisional makanan sidat diberikan ikan-ikan kecil (bisa segar atau direbus), cacing sutera, cacing tanah, cacing air dan bagian-bagian potongan moluska/siput. Kepiting juga dipergunakan sebagai bahan makanan yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan badan. Tapi dalam usaha pembesaran dewasa ini telah digunakan makanan buatan yang terbuat dari tepung ikan yang dicampur dengan karbohidrat. Makanan buatan ini memiliki komposisi berupa protein 52%, karbohidrat 25%, air 10%, lemak 4%, dan abu 10%. Untuk vitamin kadar komposisinya bisa berbeda-beda, tergantung temperatur air setempat. Apabila suhu air di bawah 18°C diberikan 5% dari berat makanan. Makanan buatan ini diberikan sebanyak 70% dari jatah konsumsi setiap harinya, sedang sisanya (30%) tetap berupa makanan alami yakni daging ikan.
Ikan sidat makan hanya sekali dalam sehari, yaitu sekitar jam 8-10 malam. Banyaknya makanan yang diberikan adalah 5-10% dari seluruh berat ikan yang dipelihara setiap harinya. Ikan sidat akan berselera sekali makannya pada waktu cuaca cerah, udara berangin dan suhu air agak panas. Tapi kalau hari hujan, langit mendung dan udara berangin legang nafsu makan ikan buas ini agak menurun.
Untuk elver makanan diberikan dalam bentuk pasta, terutama untuk elver yang baru ditangkap. Pasta dibuat dari potongan-potongan daging kerang atau cacing yang telah dilumatkan menjadi bubur dan diletakkan pada cawan yang ditaruh di dasar bak. Untuk mengumpulkan para elver di dekat makanan dinyalakan lampu. Elver tidak akan makan bila suhu air di bawah 13°C. Tapi suhu serendah ini jarang sekali terjadi di Indonesia, kecuali di daerah-daerah berpegunungan tinggi. Namun alangkah baiknya kalau setiap kali suhu air dikontrol, siapa tahu kalau-kalau terjadi kelainan.
Makanan pasta diberikan pada elver yang dipelihara pada minggu pertama dan kedua. Setelah waktu makan habis, sisanya harus diambil dan bak harus bersih dari sisa makanan. Makanan elver pada minggu ketiga dan keempat bukan pasta daging lagi, tapi berupa potongan-potongan daging ikan atau cacing yang telah dicincang. Selanjutnya setelah umurnya menginjak minggu kelima dan keenam sudah bisa diberi potongan-potongan daging ikan atau makanan buatan. Apabila diberi makanan buatan, komposisinya harus diolah sedemikian rupa agar cepat diterima elver. Setelah lewat usia enam minggu, elver sudah terbiasa dengan makanan buatan. Dengan aktifitas makan sekitar sepuluh menit saja.
Suhu menentukan kecepatan tumbuh
Suhu air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan sidat. Pemeliharaan ikan ini boleh dikatakan berhasil apabila dalam waktu dua tahun sejak penanaman elver bisa dihasilkan ikan sidat konsumsi berukuran 1,5-2 kg per ekor. Temperatur sangat berpengaruh pula terhadap aktivitas makanannya, hingga sidat memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi pada suhu air antara 23-30°C. Pada suhu tersebut aktivitas makan sidat memang paling baik. Di Indonesia di mana temperatur udara di pantai variasinya berkisar antara 25-31°C, perubahan suhu praktis bukan merupakan masalah.
Menurut penelitian para ahli di Jepang dan beberapa negara Eropa sidat jenis Anguilla japonica, Anguilla anguilla dan Anguilla rostrata tidak punya nafsu makan pada suhu air di bawah 12°C. Untuk mengatasinya jelas diperlukan pemanasan buatan di kolam-kolam pemeliharaan. Dan ini memerlukan dana yang tidak kecil.
Di Indonesia pemasaran hasil jelas masih merupakan masalah, karena konsumen ikan sidat dalam negeri boleh dikata belum ada. Tapi sebagai bahan ekspor ikan ini pun bisa bersaing dengan belut, apabila benar-benar diusahakan sebagai ikan komersial. Di Taiwan, Jepang, Korea, dan berbagai negara Eropa sidat telah menjadi menu kesayangan yang berharga tinggi
Ikan sepat merupakan ikan asli negara Thailand.  Di habitat aslinya, ikan ini hidup di rawa - rawa yang banyak ditumbuhi tanaman airnya, karena ikan ini butuh substrat sebagai tempat melatakkan busa untuk telur - telurnya.
Meskipun ikan ini tidak begitu populer dikalangan masyarakat luas, namun ikan ini cukup dikenal di Indonesia. Meskipun ikan ini adalah ikan untuk konsumsi, tapi pada ukuran kecil ikan ini bisa dijadikan sebagai ikan hias, karena bentuk tubuh dan warnanya sangat menarik. Ikan sepat siam merupakan ikan asli  negara Thailand, dan hidup di rawa-rawa. Ikan ini di datangkan ke Indonesia pada tahun 1934 dari semenanjung Malaka.
Sistematika
Ordo         : Labyrinthici
Sub Ordo     : Anabantoidae
Famili       : Anabantidae
Genus        : Trichogaster
Species      : Trichogaster pectoralis

Ciri-ciri
Badan memanjang, pipih kesamping (compressed), tinggi badan 2,2 sampai 3 kali panjang standar.  Sirip punggung mempunyai 7 buah duri dan 10-11 jari-jari sirip lemah, sirip dada lebih panjang daripada kepala, mulut sangat kecil dan dapat disembulkan.
Jari-jari sirip perut yang pertama mengalami modifikasi menjadi filamen yang panjang mencapai sirip ekor. Linealateralis (1.1.) terdiri dari 42-47 sisik.  Pada daerah punggung badan hijau kegelapan sedangkan pada bagian badan sebelah sampaing sisik lebih terang.  Pada kepala dan badan terdapat garis-garis yang melintang dan dari mata sampai ke ekor terdapat garis memanjang yang terputus.  Pada sirip dubur terdapat 2-3 garis hitam yang memanjang (longitudinal). Panjang ikan maksimum yang dapat dicapai  ± 250 mm. Rumus jari-jari sirip sebagai berikut : D.VII. 10-11;  A. IX-XII.  33-38;  L.1.  55-63.
Sifat-Sifat
 Sepat siam merupakan ikan sungai dan rawa yang cocok sekali di pelihara di kolam-kolam.  Jenis ikan ini dapat hidup pada perairan yang pH-nya berkisar antara 4 - 9.  Jenis ikan ini mudah dibiakkan di sawah dan kolam.  Kematangan kelamin mulai terjadi pada  umur 7 bulan.  Pembiakan terjadi dengan terlebih dahulu ikan tersebut membuat sarang berupa gelembung-gelembung  (busa) yang bergaris tengah ± 5 cm.  Telur yang dihasilkan akan terapung berada pada sarang tersebut.  Seekor induk yang bertelor dapat menghasilkan 7000-8000 butir telor, sedangkan larva yang hidup biasanya tidak lebih dari 4000 ekor.
 Telur berwarna kuning  atau putih kekuning-kuningan, mengandung globul minyak sehingga mempunyai sifat mengapung, dan embrio menetas setelah 36-48 jam dari pembuahan.  Kantong kuning telur diserap dalam waktu 3-7 hari.  Pemijahan dikolam terjadi sepanjang tahun.  Lava dan benih memakan plankton.  Ikan-ikan dewasa memakan phytoplankton seperti Bacillariphyceae, Cyanophyceae, plagellata, Zooplankaton seperti Cilliata, Rotifera, Cladocera, Copepoda, Cholorophyceaedan tumbuh-tumbuhan tinggi yang membusuk.
Pertumbuhan di kolam dan di sawah mencapai 7-9 cm dalam waktu 3 bulan, 10-12 cm dalam waktu 6 bulan dan 16-18 cm dalam waktu 12 bulan.  Berat ikan yang besar antara 130-160 gram.  Pemeliharaan yang baik adalah di daerah-daerah ketinggian sampai 800 meter dpl.
Penyebaran
 Tempat asal ikan sepat siam adalah Thailand. Indonesian mendatangkan ikan ini pada tahun 1934 dari semenanjung Malaka. Kemudian jenis ikan ini karena habitat asalnya adalah rawa-rawa, ditebarkan pula didaerah rawa-rawa diperairan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
 Di Sumatera Selatan ikan ini berbiak dengan cepatnya dan kini jenis ikan ini merupakan ikan penting yang mendominasi daerah rawa.  Hasil penangkapan suatu perairan umum di sumatera selatan, 60% adalah sepat siam.  Jenis ikan ini ditangkap dengan macam-macam alat seperti pangilar (sejenis perangkap) dibuat dari kawat atau rotan, pukat (gill net) dan empang - lulung terbuat dari bambu  dengan rotan sebagai pengikatnya.  Demikian pula halnya di perairan Kalimantan, jenis ikan ini mempunyai peranan penting.  Jenis ikan ini telah dibawa pula ke Bali, Lombok, Flores dan Ambon. Pada umumnya jenis ikan ini diolah sebagai ikan asin yang diekspor ke Jawa.
 Pemeliharaan ikan sepat siam di kolam-kolam di Jawa kurang popular, meskipun di daerah daratan rendah banyak pula yang memelihara.
Pemeliharaan
   Pemeliharaan ikan sepat siam dilakukan di kolam atau di sawah, terutama di daerah-daerah dataran rendah atau di rawa-rawa yang pH-nya sedikit asam atau di kolam-kolam tergenang tanpa adanya aliran air sehingga zat asam minimal. Ikan sepat siam adalah ikan yang mempunyai alat labyrinth sehingga kekurangan zat asam tidak merupakan masalah besar.
   Di Kalimantan Selatan pemeliharaan sepat siam dilakukan dalam beje-beje yang dibuat di sawah atau di rawa berupa saluran-saluran berukuran lebar  2 m dan tinggi       1 - 1,5 m sedangkan panjangnya tidak tertentu.  Saluran ini pada musim hujan tergenang air bila air hujan turun pada musim kemarau maka ikan akan berkumpul dan dapat dilakukan penangkapan dengan  mudah.
   Pemeliharaan ikan sepat siam di sawah biasanya dikombinasikan dengan ikan jenis lain atau poli kultur.  Pada pemeliharaan di sawah sebaiknya saluran pinggir atau saluran tengah diperdalam, agar plankton yang dihasilkan cukup tersedia.
Perkembangbiakan
   Untuk membiakan jenis ikan ini tidak diperlukan perlakuan khusus seperti pada halnya ikan-ikan mas, tawes atau gurame.  Ikan sepat dapat berbiak di kolam pemeliharaan dengan sendirinya.  Tumbuh-tumbuhan air seperti Hydrilla persicillata dan air yang cukup zat asam diperlukan.
   Kolam pemijahan hendaknya agak dalam yaitu sekitar 70 - 100 cm, dan pada waktu pemijahan terjadi kolam hendaknya berair diam sehingga pemasukan air cukup untuk mengganti air yang hilang karena penguapan atau merembes. Tumbuh-tumbuhan air yang mengapung baik sekali disediakan untuk menutup sebagian kecil permukaan saja.  Pada waktu pemijahan maka ikan jantan akan membuat sarang terlebih dahulu. 
   Pembuatan sarang dilakukan selama 1 - 2 hari.  Gelembung - gelembung udara (buih) yang membentuk sarang tersebut bergaris tengah 1,5 - 3 mm.  Pada waktu pembuatan sarang tersebut ikan - ikan lain tidak diperkenankan mendekat.  Jika ada ikan yang mendekat maka akan dikejarnya sehingga keluar dari daerah territorial tempat  sarang  dibuat.   Sarang  biasa dibuat dari bagian tepi
atau di sudut - sudut.  Setelah sarang siap maka ikan jantan memikat betina dan pemijahan terjadi di bawah sarang.
   Telur yang telah dibuahi tadi mengapung sampai mencapai sarang tersebut.  Telur menetas setelah 2 - 3 hari.  Telur kemudian dijaga oleh jantan, terutama dari gangguan-gangguan lain yang mendekat.
   Untuk mengembangbiakkan ikan sepat siam ini sebaiknya kolam dipersiapkan dengan pengeringan, pemupukan dan sebagainya, agar hama benih dapat hilang dan benih cukup mendapat makanan terutama makanan alami (Zooplankton).

DAFTAR PUSTAKA
Azis D.A. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Sepat Siam Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.
Daelami, Deden A.S. 2002. “Agar Ikan Sehat” Jakarta: Penebar Swadaya.
Dalimartha, S. 2004. “Atlas Tumbuhan Obat Indonesia”, Anggota IKAPI, Puspita Swara.
Suyanto, S. Rachmatun. 1995.  “Parasit Ikan dan Cara-cara Pemberantasannya”. Jakarta: Yayasan Sosial Tani Membangun.

KEBERLANJUTAN PERIKANAN BUDIDAYA MELALUI STANDARISASI, MONITORING LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN RESIDU



Untuk menjamin berjalannya sistem pembangunan perikanan budidaya tersebut diperlukan dukungan pengorganisasian dan pengembangan kompetensi sumber daya yang kuat di tingkat pusat maupun daerah. Pengorganisasian meliputi pengorganisasian di tingkat lembaga/instansi maupun kelompok jabatan fungsional terkait.
Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan perikanan budidaya sering mengalami kendala. Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam pengembangan perikanan budidaya antara lain adanya serangan penyakit ikan, perubahan lingkungan budidaya yang ekstrim, serta produk perikanan budidaya yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan.
Sebagai gambaran dampak ekonomi yang ditimbulkan, beberapa kejadian penyakit, perubahan lingkungan dan  ditolaknya produk perikanan budidaya yang pernah tercatat adalah sebagai berikut :
1.      Kerugian akibat wabah penyakit
2.      Kerugian akibat faktor lingkungan
3.      Kerugian akibat ditolaknya ekspor produk perikanan budidaya
Berbagai persoalan terkait dengan serangan penyakit, perubahan lingkungan budidaya, obat ikan serta residu berbahaya harus segera diatasi dengan pengambilan kebijakan strategis yang dapat segera dilaksanakan di tingkat lapangan secara berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) adalah dengan meningkatkan peran strategis sumber daya manusia yang ada dalam pengendalian konsistensi mutu obat ikan, hama dan penyakit, lingkungan budidaya, serta residu berbahaya. Apabila pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan tidak dapat dijalankan dengan baik, maka ketersediaan sumberdaya alam akuakultur yang sangat besar ini akan menjadi malapetaka di masa depan.
Kegiatan Pengelolaan Kesehatan Ikan dan lingkungan akan tercapai sampai di tingkat teknis yang sangat detail apabila didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kedudukan, tugas dan fungsi serta jaminan pengembangan karier yang jelas dan terukur. Namun demikian, sampai dengan saat ini belum ada pejabat fungsional yang mempunyai tugas dan fungsi khusus di bidang tersebut di atas, sehingga kegiatan-kegiatan yang terkait dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dengan latar belakang yang cukup bervariasi, antara lain oleh pejabat struktural, Pejabat Fungsional Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (Jabfung PHPI), Perekayasa maupun staf fungsional umum. Akibat langsungnya adalah tidak adanya standar kompetensi yang jelas petugas yang menangani tugas dan fungsi tersebut.
Berdasarkan kondisi yang ada, DJPB mengusulkan terbentuknya sebuah jabatan fungsional baru, yaitu Jabatan Fungsional Pengelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan (PKIL).  Tugas dan fungsi utama jabatan ini adalah kegiatan-kegiatan yang terkait  dengan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan, antara lain pengelolaan unit pengelola kesehatan ikan dan lingkungan sesuai standard ISO 17025, pengendalian obat ikan, pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya, survaillans dan monitoring serta penyiapan kebijakan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan.
Perikanan budidaya terus didorong untuk meningkatkan kualitas produksinya di samping kuantitasnya, untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penekanan pada peningkatan kualitas produksi perikanan budidaya ini selaras dengan di bukanya Pasar Bebas ASEAN (MEA) yang mendorong perlunya peningkatan daya saing, salah satunya dengan kualitas produk yang meningkat dan aman di konsumsi. “Selain produk perikanan budidaya harus bisa memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar, harus di dukung dengan kualitas produk yang mampu bersaing baik di pasar regional maupun pasar global. Untuk itu melalui program pembangunan perikanan budidaya yang mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan, kita harus menerapkan system jaminan mutu dan keamanan mutu hasil perikanan budidaya dari hulu sampai hilir proses produksi perikanan budidaya, baik itu melalui penerapan standardisasi system produksi perikanan budidaya, system monitoring lingkungan maupun pengendalian residu”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, pada saat memberikan arahan dalam acara Rapat Koordinasi Standardisasi Perikanan Budidaya, Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya dan Pengendalian Residu di Yogyakarta.
“Persaingan pasar yang semakin terbuka, menuntut kita untuk menghasilkan produk perikanan budidaya yang sesuai standar, baik itu standar system produksi maupun standar mutu hasil perikanan. Standardisasi harus dilakukan di semua lini, baik itu standar pembenihan, standar prasarana dan sarana budidaya, standar produksi maupun standar pakan yang di dukung dengan penerapan standar metode uji di laboratorium, untuk memberikan jaminan keamanan dan jaminan mutu produk perikanan budidaya”, jelas Slamet.
Saat ini, terdapat 250 buah Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang perikanan budidaya (lima diantaranya adalah RSNI) yang digunakan sebagai standar untuk mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya dalam memasuki persaingan pasar bebas baik di tingkat regional maupun global.
Pengendalian Residu
“Disamping penerapan standardisasi perikanan budidaya, diperlukan upaya lain untuk dapat menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas dan aman dikonsumsi, tanpa mengandung residu antibiotik dan bahan kimia yang dilarang yaitu penerapan sistem monitoring residu nasional”, terang Slamet.
Slamet menambahkan bahwa Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah berhasil melakukan pengendalian residu dan sekaligus melakukan monitoring penggunaan residu pada usaha budidaya sejak tahun 2013, Indonesia telah dimasukkan oleh Direktorat Jenderal Konsumen dan Kesehatan, European Commission melalui Commission Decision 2011/163/EU, ke dalam daftar negara-negara yang diperbolehkan mengekspor produk perikanan budidaya ke Uni Eropa. Kondisi ini membuktikan bahwa Sistem Monitoring Residu perikanan budidaya Indonesia telah dinilai setara dengan standard Uni Eropa. Hal ini harus terus dipertahankan antara lain melalui koordinasi yang berkelanjutan dan semakin baik diantara pihak terkait (stakeholders), baik di tingkat pusat dan daerah dalam pelaksanaan monitoring residu”, papar Slamet.
Slamet lebih lanjut mengatakan bahwa setelah di terbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 39 Tahun 2015 tentang Pengendalian Residu Obat Ikan, Bahan Kimia dan Kontaminan pada kegiatan Pembudidayaan Ikan Konsumsi, membuktikan keseriusan pemerintah dalam hal peningkatan jaminan keamanan pangan dan mutu produk perikanan budidaya. “Permen ini menjadi acuan dalam monitoring dan pengendalian residu. Ini harus di terapkan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya, sampai ke tingkat daerah,” kata Slamet.
Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya
Pembangunan perikanan budidaya berbasis lingkungan atau ekosistem terus di kembangkan dan di gulirkan. Dengan memperhatikan lingkungan atau ekosistem, perikanan budidaya akan menjadi tumpuan dalam pengembangan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang sekaligus memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, agar tetap lestari dan berkelanjutan.
“Untuk mendukung keberlanjutan usaha perikanan budidaya, perlu upaya penerapan pendekatan terhadap lingkungan dalam pengembangan perikanan budidaya atau disebut dengan Ecosystem Approach for Aquaculture (EAA), untuk mengelola perikanan budidaya yang berkelanjutan, bertanggung jawab dan berdasarkan ekosistem di Indonesia. Program Culture Based Fisheries (CBF) juga sangat sesuai dengan EAA. Ini akan kita coba terapkan di beberapa lokasi, sebagai percontohan”, papar Slamet.
Pengelolaan usaha perikanan budidaya di perairan umum perlu dilakukan. “Usaha perikanan budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan umum, perlu di tata ulang sehingga memberikan hasil yang positif baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Penggunan teknologi pakan yang efisien dan ramah lingkungan harus terus di dorong, sehingga meminimalisir dampak negative bagi lingkungan”, tutur Slamet.
Usaha perikanan budidaya yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan akan  menghasilkan keberhasilan usaha. Karena perikanan budidaya tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan baik lingkungan budidaya maupun lingkungan di sekitarnya. “Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, sangat perhatian sekali dengan permasalahan lingkungan ini. Karena ini akan menjadi warisan ke anak cucu kita di masa depan. Dengan membangun perikanan budidaya yang berwawasan lingkungan saat ini, artinya kita juga sedang membangun masa depan”.
Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/378/KEBERLANJUTAN-PERIKANAN-BUDIDAYA-MELALUI-STANDARDISASI-MONITORING-LINGKUNGAN-DAN-PENGENDALIAN-RESIDU/?category_id=12