Jumat, 30 Maret 2018

TEPUNG IKAN


Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal daripada hasil perikanan lainnya, karena jenis tersebut paling banyak ditangkap dan dikonsumsi. Ikan sangat baik digunakan sebagai bahan pangan, karena banyak menggandung komponen-komponen yang diperlukan oleh tubuh. Seperti protein, lemak, sedikit karbohidrat, vitamin, dan garam-garam mineral. Protein merupakan komponen terbesar setelah air, maka ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial (Hadiwiyoto, 1993).

Selasa, 27 Maret 2018

PERSIAPAN PEMBENIHAN IKAN PATIN

Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkembang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami (Rochimah,1980). Pemijahan Patin Siam hanya bisa dilakukan secara buatan atau lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (induce breeding).

Di setiap tempat, nama patin berbeda-beda. Di Vietnam, Patin Siam disebut Ca Tre Yu, di Kamboja disebut Trey Pra. Dalam Bahasa Inggeris, Patin Siam disebut Catfish, River Catfish, atau Striped Catfish (Zonevelt,1991). Sedangkan di Indonesia, selain dinamakan ikan patin disebut juga jambal siam, atau patin bangkok (Jawa), dan ikan juara (Anonymous, 1990)
Ikan Patin (Pangasius pangasius). [sumber]
Pemeliharaan ikan adalah merupakan bagian dari kegiatan onn farm, dimana kegiatan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi dan memberikan keuntungan yang maksimal bagi pelaksana budidaya.

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas ( Mudjiman, 1998).

Kegiatan pemeliharaan ikan dalam budidaya perikanan sangat erat dengan kegiatan-kegiatan lainnya seperti ; manajemen pakan, manajemen kualitas air, pemantauan pertumbuhan dan pemantauan kesehatan. Oleh karena itu dalam bahan ajar ini akan dibahas mengenai hal-hal tersebut sehingga kegiatan budidaya dapat memberikan hasil yang maksimal.

PEMBENIHAN IKAN PATIN
1. Kolam Indukan
Luas kolam ditentukan oleh seberapa banyak jumlah induk dan intensitas dalam pengolahannya, misalnya untuk 100 kilogram induk sebaiknya dipelihara di dalam kolam dengan luas kira-kira 500 m2 , persyaratan memilih kolam jenis ini jika anda hanya mengandalkan sumber pakan alami ditambah dedak.
Kolam induk ikan patin. [sumber]
Tetapi jika pakan yang akan diberikan berupa pelet maka untuk 100 kilogram induk bisa dipelihara di dalam kolam dengan luas antara 150 sampai dengan 200 m2 saja. Kolam sebaiknya mempunyai bentuk persegi panjang, dinding samping kolam bisa ditembok, tetapi untuk jenis kolam tanah sebaiknya dinding samping dilapisi anyaman bambu.

2. Kolam Pemijahan
Kolam tempat memijahkan bisa di kolam tanah atau berupa bak tembok atau pun akuarium, jumlah induk yang hendak dipijahkan memengaruhi besarnya ukuran atau luas kolam. Misalnya untuk 1 ekor induk yang mempunyai berat 3 kilogram sebaiknya ditempatkan pada kolam dengan luas 18 meter persegi yang sudah dilengkapi dengan kira-kira 18 buah ijuk.
Kolam pemijahan ikan patin. [sumber]
3. Penetasan Telur
Biasanya dari akuarium, semakin banyak indukan maka semakin banyak akuarium yang harus disediakan.
Akuarium penetasan telur ikan patin. [sumber]
4. Kolam Pendederan
Untuk kolam tempat pendederan sebaiknya dibuatkan kolam berbentuk 4 persegi, buatkanlah saluran (kemalir) pada dasar kolam dan buatkan juga kubangan di daerah saluran pengeluaran. Saluran kemalir dan kubangan dibuat dengan tujuan untuk mengumpulkan benih pada saat panen tiba.
Bak/Kolam pendederan ikan patin. [sumber]
5. Pemilihan Bibit Ikan Patin Yang Bagus
Memilih Bibit Ikan Patin bisa berasal dari proses pemeliharan di kolam sejak kecil atau merupakan hasil dari tangkapan di alam , pilihlah induk yang berasal dari kawanan ikan patin yang sudah dewasa sehingga diharapkan kita mendapatkan induk yang ideal dan mempunyai kualitas yang bagus.

6. Seleksi Induk
Kriteria induk betina
  • Induk sudah mempunyai usia diatas 2 tahun.
  • Induk sudah mempunyai berat antara 1,5 sampai dengan 2 kilogram.
  • Secara visual induk sudah mempunyai perut yang membesar pada daerah anus.
  • Bila diraba perut induk patin akan terasa empuk, lembek dan tipis.
  • Ada pembengkakan dan timbul warna merah di daerah kloaka.
  • Akan keluar beberapa butir telur jika daerah kloaka ditekan.

Perbedaan induk jantan dan betina ikan patin. [sumber]
Kriteria induk jantan
  • Induk sudah mempunyai usia diatas 2 tahun.
  • Induk sudah mempunyai berat antara 1,5 sampai dengan 2 kilogram
  • Seperti halnya pada induk betina, bila diraba induk jantan mempunyai perut yang lembek dan tipis.
  • Jika diurut sambil ditekan induk jantan akan mengeluarkan cairan berupa sperma yang berwarna putih.
  • Pada bagian kelamin Induk jantan ada pembengkakan dan mempunyai warna merah tua sebagai tanda bahwa induk siap dikawinkan.
7. Perawatan Induk
Lakukanlah pemeliharaan secara khusus terlebih dahulu terhadap induk ikan patin yang telah dipilih untuk dipijahkan, pemeliharan bisa dilakukan di dalam sangkar yang terapung, berikanlah makanan special terhadap induk yaitu makanan yang kaya akan protein. Makanan induk bisa dibuat dari bahan-bahan yang bisa dibeli dan tersedia banyak dipasaran seperti :  Bahan-bahan berupa pakan ayam yang mengandung 35 persen tepung ikan di dalamnya,  dedak halus dengan komposisi 30 persen, menir beras dengan komposisi 25 persen, tepung kedelai dengan komposisi 10 persen, dan tambahan vitamin atau mineral sebesar 0,5 persen.

Untuk materi Teknik Pembenihan Ikan Patin silahkan baca di Pembenihan Ikan Patin

Semoga Bermanfaat...

Sumber : Modul Pembenihan Ikan Patin. BPPP Tegal

Senin, 26 Maret 2018

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGANGKUTAN IKAN

Pengangkutan ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai  dalam usaha perikanan. Harga jual ikan, selain ditentukan oleh ukuran, juga ditentukan oleh kesegarannya. Oleh karena itu, kegagalan dalam pengangkutan ikan merupakan suatu kerugian. Pada prinsipnya, pengangkutan ikan hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan ikan selama dalam pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Pengangkutan dalam jarak dekat tidak membutuhkan perlakuan yang khusus. Akan tetapi pengangkutan dalam jarak jauh dan dalam waktu lama diperlukan perlakuan-perlakuan khusus untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
Pengemasan ikan sebelum diangkut. [sumber]
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengangkutan ikan, diantaranya :

A. Faktor Fisik
1. Suhu air
Ikan tergolong dalam golongan hewan berdarah dingin, sehingga suhu tubuhnya akan menyesuaikan dengan suhu lingkungan dimana suhu air akan mempengaruhi cepat tidaknya proses metabolisme. Pengangkutan dengan mempertahankan suhu 14oC-16oC dapat ditempuh dengan waktu pengangkutan yang lebih lama yaitu 65,5 jam sedangkan ikan yang diangkut dengan mempertahankan suhu 25oC-27oC hanya dapat ditempuh dengan waktu pengakutan 27,6 jam.

Suhu yang optimal dalam pengangkutan dengan sistem ini adalah pada suhu 20oC karena pada suhu ini aktivitas ikan sudah dapat berkurang sehingga proses metabolisme nerkurang dan penggunaan oksigen dapat dihemat, jika terjadi kenaikan suhu sekitar 10oC maka penggunaan oksigen akan terjadi dua kali lipat lebih banyak.

2. Derajat keasaman (pH)
Perubahan dan goncangan pH akan sangat mempengaruhi ikan-ikan yang berukuran kecil dibandingkan ikan yang berukuran besar. pH yang cocok untuk pengangkutan benih adalah 6-7,9 dan dengan mempertahankan pH yang seperti ini maka proses metabolisme akan berjalan normal. Dalam proses pengangkutan dapat dipastikan bahwa nilai pH akan menurun, menurunnya kadar pH disebabkan karena kandungan CO2 didalam media semakin meningkat. Jika penurunan pH sampai dibawah 4 maka akan menyebabkan ikan yang diangkut akan mati.

3. Oksigen terlarut
Kekurangan oksigen merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian pada ikan dalam pengangkutan, karena oksigen merupakan salah satu syarat utama untuk kehidupan ikan budidaya. Dalam kegiatan pengangkutan benih kandungan oksigen tidak boleh kurang dari 2 ppm. Pada media pengangkutan dengan suhu 20oC maka sebaiknya kandungan oksigen dalam wadah pengangkutan sebesar 5 ppm.

Kelarutan oksigen dalam air tergantung dari tekanan, suhu dan kadar garam. Ketiga faktor tersebut saling keterkaitan satu sama lain dimana makin tinggi tekanan maka makin tinggi pula kelarutan oksigen dalam air sedangkan semakin tinggi suhu atau kadar garam maka kelarutan oksigen makin rendah. Sehingga untuk menjaga agar ikan yang diangkut tetap sehat maka jika sudah menempuh waktu yang cukup lama maka sebaiknya wadah pengangkutan (tertutup) diberi oksigen murni.

4. Karbondioksida
Karbondioksida terbentuk dalam wadah pengangkutan adalah sebagai hasil dari kegiatan pernapasan. Pada pengangkutan yang menggunakan sistem terbuka terdapat proses pengeluaran CO2 keudara bebas dari air sedangkan pengangkutan sistem tertutup tidak ada, walaupun kenaikan CO2 yang tinggi dalam air dapat dilakukan dengan cara penambahan O2 murni dalam air pengangkutan.

Faktor Biologi
1. Air sebagai media
Dalam pegangkutan ada 3 jenis air media yang dapat digunakan yaitu :
  • Air suling, yaitu air yang telah mengalami penyulingan sehingga air ini kurang tepat untuk media pegangkutan karena kandungan mineral dalam air pegangkutan akan sangat sedikit.
  • Air saring, yaitu air yang berasal dari sumber/kolam pembenihan yang masih bersih yang belum mengalami pencemaran baik secara kimia maupun secara biologi yang kemudian disaring untuk dibuang kotorannya. Jenis air ini adalah jenis air yang paling baik digunakan untuk pegangkutan.
  • Air biasa, air yang berasal dari sumber benih, tetapi tidak dilakukan penyaringan terlebih dahulu. Kandungan bahan organik dalam air ini akan sangat tinggi sehingga air ini kurang baik jika digunakan untuk media pegangkutan, hal ini dikarenakan dengan kandungan bahan organik yang tinggi maka akan terjadi persaingan dalam memanfaatkan oksigen antara bahan organik dengan benih yang diangkut.

2. Ukuran dan jumlah ikan
Jumlah ikan, ukuran dan waktu yang akan ditempuh selama pengangkutan harus diketahui karena ini menyengkut dengan banyaknya oksigen terlarut yang dibutuhkan selama pengangkutan,  sehingga dapat  menekan kematian serendah mungkin selama proses pengangakutan. dalam pengankgutan benih ikan, lama ataupun waktu yang diperlukan harus diperhitungkan, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap penggunaan oksigen yang tersedia. 
        

3. Kesehatan ikan
Dalam pengangkutan benih ikan, kesehatan harus diperhatikan baik dari penangkapan benih, pemberokan sampai dengan penanganan setelah sampai di tempat tujuan.
Penangkapan benih harus dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan alat tangkap yang halus untuk mengurangi stres dan menghindari terjadinya luka ataupun sisik lepas yang dapat menjadi tempat berkembangnya penyakit.

Kondisi benih yang akan diangkut sebaiknya dalam keadaan sehat dan segar. Benih-benih ikan yang terserang penyakit, luka dan kondisi tubuh yang sudah lemah harus dibuang. Hal ini untuk mencengah terjadinya kematian pada saat pangangkutan yang akhirnya dapat mempercepat buruknya kualitas air dalam wadah pengangkutan.

Semoga Bermanfaat...

Sumber : Modul Pembenihan Ikan Patin. BPPP Tegal

Rabu, 21 Maret 2018

PEMBENIHAN IKAN PATIN

Pemijahan adalah proses pertemuan antara ikan jantan dan betina untuk melakukan pembuahan telur oleh spermatozoa yang terjadi diluar tubuh atau secara eksternal. Menyatakan bahwa pemijahan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan ikan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya. Hal-hal yang perlu dilakukan pada proses pembenihan antara lain, pengadaan induk yang meliputi karantina dan perawatan induk. Hal itu bertujuan untuk memilih induk yang berkualitas baik. Biasanya induk-induk yang berasal dari alam memiliki kualitas yang kurang baik sehingga perlu dilakukan karantina dan perawatan untuk meningkatkan kualitas induk.
Penijahan Ikan Patin. [sumber]
Pemijahan ikan patin biasanya dilakukan dengan teknik kawin suntik karena induk patin sulit terangsang untuk memijah bila dengan perlakuan secara alami. Teknik pemijahan induksi (induce breeding) dengan menyuntikkan larutan hipofisa dicampur dengan ovaprim. Biasanya, teknik ini diikuti dengan teknik pengurutan (stripping) agar telur tidak berceceran dan bisa ditetaskan di dalam akuarium.

Pemijahan ikan Patin siam (Pangasius hypopthalamus) dilakukan dengan cara pemijahan buatan yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa LH-RH-A atau hCG atau hormon sintetis dengan merk dagang ovaprim. Penyuntikkan dilakukan dengan tujuan untuk merangsang pemijahan yang sudah matang gonad, ikan patin sulit dipijahkan secara alami karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai.

TEKNIK PEMIJAHAN IKAN PATIN
Pemijahan ikan patin mengalami kesulitan pada musim kemarau karena ikan patin memiliki kebiasaan memijah pada musim penghujan. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan penyuntikan dengan menggunakan hormon yang berbeda. Penyuntikan dengan menggunakan hormon bertujuan untuk merangsang perkembangan gonad dan ovulasi secara lebih cepat pada musim kemarau. Hormon yang biasa digunakan adalah hCG menurut penyuntikan pada induk betina, hCG digunakan pada penyuntikan pertama dengan dosis 500 IU/kg

Penyuntikan induk ikan patin. [sumber]
Penyuntikan kedua dengan menggunakan ovaprim 0,6 ml/kg. Penyuntikan induk jantan cukup menggunakan ovaprim dengan satu kali penyuntikan menggunakan dosis 0,2 ml/kg. 
Keesokan harinya ikan patin siap untuk dipijahkan atau dilakukan fertilisasi dengan cara pencampuran sperma dengan telur. Alat - alat yang dibutuhkan berupa peralatan pemijahan (baskom plastik), kain lap, tisu gulung.

Sebelum dilakukan striping pada induk betina, terlebih dahulu dilakukan pengambilan sperma dari induk jantan dengan cara melakukan pemijatan dari perut ke bawah. Usahakan sperma tidak terkena air dengan terlebih dahulu dilakukan pengeringan dengan menggunakan tisu.
Striping sperma induk jantan. [sumber]
Sedangkan induk betina distriping untuk mendapatkan telur kemudian telur yang didapatkan dimasukkan kedalam mangkok plastik. Setelah itu telur yang didapat ditambah dengan sperma dan encerkan dengan menggunakan larutan fisiologis (NaCl). Tujuan dari pengenceran ini adalah untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa dalam waktu yang relatif lama.

Striping telur induk betina. [sumber]
Telur dan sperma harus diletakkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari. Selanjutnya telur dan sperma segera dibawa ke tempat penetasan, dan diaduk dengan menggunakan bulu ayam kemudian menggoyang - goyangkan wadah secara perlahan kemudian dicuci dengan air sebanyak dua kali, banyak dan lamanya pencucian dilakukan tergantung dari kondisi telur tersebut, semakin lengket telur maka semakin banyak dan lama pencucian. Kemudian telur ditebarkan pada bak fiber berukuran 4 x 2 x 0,5 m3 yang dilengkapi hapa didalamnya dengan ukuran 2 x 1 x 0,3 m3 secara merata agar tidak terjadi penumpukan telur.
Pencampuran sel telur dan sperma ikan patin. [sumber]
TEKNIK PENETASAN TELUR IKAN PATIN
Fertilisasi Merupakan proses masuknya spermatozoa ke dalam telur ikan melalui lubang mikrofil yang terdapat pada chorion dan selanjutnya akan terjadi perubahan pada telur dalam proses pembuahan. Telur ikan dan sperma mempunyai zat kimia yang terbentuk dalam proses pembuahan. Zat tersebut adalah gamone. Gamone yang dikeluarkan sel telur disebut gynamone 1 dan gynamone 11. Setelah telur dibuahi sampai dengan menetas maka akan terjadi proses embriologi (masa pengeraman).
Akuarium sebagai salahsatu media penetasan telur ikan patin. [sumber]
Lama penetasan telur ikan setelah ditebar didalam bak fiber yang di lengkapi hapa yaitu selama 35 - 40 jam setelah pembuahan. Pada keesokan paginya dihitung jumlah telur yang terbuahi untuk mendapatkan nilai dari Fertility Rate (% FR). Pada sore harinya dilakukan penghitungan terhadap telur-telur yang sudah menetas untuk mengetahui daya tetas telur (% HR). Selanjutnya itu dilakukan pemeliharaan larva.

TEKNIK PERAWATAN LARVA IKAN PATIN
Pemeliharaan larva pasca penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan telur yang dialiri air dan dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kencang agar larva tidak teraduk. Pemeliharaan larva dalam happa dilakukan selama 1 hari tanpa diberi pakan, karena larva pada saat itu masih memanfaatkan kuning telur yang ada dalam tubuh larva itu sendiri.

Larva ikan patin mulai membutuhkan makan dari luar setelah cadangan makanannya yang berupa yolk suck telah habis. Pada fase ini larva ikan patin bersifat kanibal. Larva yang berumur 2 hari diberi pakan berupa artemia sampai berumur 7 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian cacing sutera hingga berumur 14 hari. Pada perkembangan larva membutuhkan lingkungan yang kaya oksigen. Fluktuasi suhu yang besar perlu dihindari selama stadia larva untuk mencegah terjadinya stress. Perubahan suhu yang besar dapat mematikan larva.

Secara morfologi, benih telah memiliki kelengkapan organ tubuh meskipun dalam ukuran yang sangat kecil dan berwarna agak putih. Setelah larva berumur 3 hari selanjutnya benih ditebar pada bak pemeliharaan. Benih yang ditebar dalam kondisi sehat, hal ini dapat diketahui dari gerakannya yang lincah dan bersifat agresif  terhadap makanan.
Benih ikan patin. [sumber]
Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi larva setelah 35-40 jam. Larva dipelihara 1 hari pada hapa penetasan dan tidak perlu diberi pakan tambahan, karena kuning telur pada larva baru akan habis pada saat larva berumur 1 hari. Setelah berumur 2 hari, selanjutnya larva dipindahkan ke dalam bak fiber yang berukuran lebih besar, dan dilakukan penyiphonan secara rutin, hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan kotoran untuk mencegah hama dan penyakit yang akan timbul.

Semoga Bermanfaat...

Sumber : Modul Pembenihan Ikan Patin. BPPP Tegal

MANAJEMEN PAKAN PADA BUDIDAYA PERIKANAN

Kebutuhan pakan harian dinyatakan sebagai tingkat pemberian pakan  (feeding rate) perhari yang ditentukan berdasarkan persentase dari bobot ikan.

Tingkat pemberian pakan ditentukan oleh ukuran ikan dimana sebakin besar ikan maka feeding-ratenya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin besar, maksud dari pernyataan ini yaitu semakin besar ikan jumlah pakan yang diberikan sebenarnya semakin kecil namun jumlah pakan yang diberikan perhari akan semakin besar, hal ini bertentang dengan pemberian pakan untuk skala pembenihan dimana feeding-rate pakan yang diberikan akan semakin besar hal ini karena ikan yang masih kecil membutuhkan pakan dalam jumlah yang cukup besar untuk memperlancar pertumbuhan jaringan-jaringan tubuhnya. 
Pemberian pakan ikan. [sumber]
Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah pemberian pakan yang akan diberikan kepada ikan peliharaan setiap harinya, namun yang terpenting adalah suhu air, ukuran ikan, dan kualitas air selain itu ada beberapa faktor lainnya. Suhu air yang rendah akan mempengaruhi proses metabolisme didalam tubuh ikan sehingga pada batas-batas suhu air terendah kadang-kadang ikan tidak mau makan. Demikian juga bila kandungan oksigen terlarut dalam air rendah maka nafsu ikan dengan sendirinya akan berkurang. Sehingga apabila prosentase pakan yang diberikan cukup tinggi maka kemungkinan besar akan mempengaruhi kualitas air tempat pemeliharaan ikan tersebut.

Secara berkala jumlah pakan harian ikan disesuaikan dengan pertambahan bobot ikan dan perubahan populasi. Untuk imformasi bobot rata-rata dan populasi ikan akan diperoleh apa bila dilakukan kegiatan pemantauan ikan dengan cara sampling, oleh karena itu dengan sendirinya penyesuaian pakan ditetapkan setelah proses sampling.

Kegiatan sampling pada ikan-ikan tertentu bukan hanya untuk menentukan jumlah pakan yang akan diberikan juga berfungsi untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ikan yang dipelihara sehingga dapat diambil kepastian bahwa ikan yang dipelihara perlu atau tidak dilakukan pemisahan ukuran atau yang disebebut dengan kegiatan grading. Kegiatan grading ini sangat  perlu dilakukan jika kita membudidayakan jenis ikan yang memiliki sifat kanibalisme atau pada ikan pemakan daging.

Pakan buatan yang diberikan harus berkualitas tinggi, karena larva membutuhkan pakan untuk membantu pembentukan jaringan-jaringan tubuhnya maka pakan yang diberikan harus mengandung kandungan protein yang cukup banyak disamping kandungan gizi lainnya. Dan yang sangat penting untuk diperhatikan dari pakan buatan adalah daya cerna yang tinggi sehingga pakan buatan itu mudah sekali dicerna oleh burayak atau larva ikan tersebut.

Untuk biota yang dipelihara dalam wadah pemeliharaan (baik ikan ataupun udang) yang bersifat nokturnal (aktif pada malam hari) maka sebaiknya jumlah pakan yang diberikan lebih banyak pada sore hari akan biota yang bersifat nokturnal akan mencari makan pada malam hari sedangkan untuk pagi hari dan siang hari biota tersebut akan bersembunyi oleh karena itu jumlah makanan sore hari sebaiknya lebih banyak dari makanan pagi hari. 

Konversi pakan diartikan sebagai kemampuan spesies akuakultur mengubah pakan menjadi daging, sama halnya dengan FCR (feed conversion ratio) yang merupakan ukuran yang menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan kultur. 

Nilai konversi pakan sangat tergantung dari kebiasaan makan, ukuran ikan yang kita pelihara, kualitas air (baik itu kandungan oksigen dalam air, kandungan amonia, pH dan sebagainya) juga tergantung dari kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. 

Mengenai frekuensi pemberian pakan kepada ikan setiap harinya, belum didapatkan data-data lengkap. Namun dalam penentukan frekuensi pakan ini ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan. Pada umumnya ukuran ikan yang masih kecil akan lebih sering diberikan pakan perharinya dibandingkan dengan ikan yang berukuran besar. Sebagai contoh untuk ikan mas yang berukuran burayak frekuen pemberian pakan dilakukan sebanyak 6 sampai 7 kali dalam sehari sedangkan  untuk ikan mas yang berukuran lebih besar pemberian pakan dilakukan 2 sampai 3 kali sehari.

Frekuensi pemberian pakan pada ikan sangat penting untuk diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi dan efisiensi pakan. Menurut NCR (1977) dan Hickling (1971), frekuensi pemberian pakan perlu diperhatikan agar penggunaan pakan lebih efisiensi. Frekuensi pemberian pakan ditentukan antara lain oleh spesies, ukuran ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhi nafsu makan ikan. Ketiga faktor tersebut sangat berkaitan satu dengan yang lainnya, dimana semakin kecil ikan yang diberi makan makin sering frrekuensi pemberian pakannya, hal ini berhubungan dengan kapasitas dan laju pengosongan lambung, makin cepat waktu untuk megosongkan lambung maka makin banyak frekuensi pemberian pakan yang dibutuhkan. Setelah mengalami pengurangan isi lambung nafsu makan beberapa jenis ikan akan meningkat kembali jika tersedia makanan, oleh karena itu frekuensi pemberian pakan untuk benih akan berbeda dengan frekuensi pemberian pakan untuk ikan dewasa.

METODE PEMBERIAN PAKAN IKAN
Teknik pemberian pakan pada ikan bervarisi, tetapi teknik yang paling mendasar untuk penyebaran pakan ke dalam kolam meliputi penaburan sedikit demi sedikit (spreinkling), penghamburan (broadcasting) dan secara mekanik. Teknik penaburan sedikit demi sedikit merupakan metode tradisional, dengan metode ini pakan harian yang diberikan dilemparkan kedalam kolam dengan genggaman tangan selama priode 3 sampai 4 jam pada pagi hari dan priode yang serupa pada sore hari.

Pemberian pakan pada kegiatan pembenihan yaitu pada saat perawatan larva-benih dilakukan dengan cara memberikan pakan yang sudah dibuat adonan pasta yang dibuat bola-bola kecil seperti kelereng/gundu, hal ini dilakukan karena jenis pakan yang diberikan berupa tepung ikan atau pellet yang diameternya sangat kecil sedangkan benih ikan belum efektif untuk mengambil pakan yang ada dipermukaan air. Dalam pemberiannya maka tepung ikan terlebih dahulu diberi air hangat secukupnya, buat adonan lalu bentuk bulatan kecil, tebar bulatan pakan tersebut pada pojok/pojok kolam atau wadah, pemberian dilakukan secara bertahap karena pemberian pakan pada larva/benih dilihat dari tingkat kekenyangan (adlibitum).

PENANGANAN DAN PENYIMPANAN PAKAN DI LOKASI BUDIDAYA
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan dan penyimpanan pakan dilokasi budidaya adalah sebagai berikut :
  1. Berikan pakan secara hati-hati dan secermat mungkin dalam memilihnya seperti, dapatkan pakan yang benar-benar baru doproduksi yang memenuhi standar kegizian dan fisik, belilah pakan untuk waktu 4 – 6 minggu saja.
  2. Sewaktu pakan diangkut dan ditangani lindungilah pakan itu dari kelembaban, panas dan sinar matahari langsung.
  3. Simpanlah pakan ditempat yang sejuk, ternaungi, kering dan berventilasi
  4. Hindari pemberian pakan yang bulukan (dicemari kapang ) atau rusak/busuk yang ditandai oleh warna abu-abu, biru atau hijau pada pelet, asam atau apak, berbau lapuk, pakan yang telah basah dan pelet yang mengumpal atau menyatu.
Untuk pakan yang berbentuk basah (emulsi, suspensi) sebaiknya tidak kita simpan, melainkan kita habiskan dalam satu kali pakai. Apabila terpaksa dapat kita simpan dalam ruangan dingin (lemari es) itupun jangan terlalu lama, cukup antara 2-3 hari saja. Sebab bila terlalu lama mutunya akan merosot atau menurun dan akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan burayak atau benih yang kita beri makan pakan tersebut.

Makanan kering (pelet, remah, tepung) dapat kita simpan lebih lama namun tetapi agar dalam waktu penyimpanan tidak mengalami kerusakan, maka kadar airnya harus rendah antar 10-12 persen. Dengan kandungan kadar air yang cukup rendah dan penyimpanan yang baik makanan kering dapat disimpan dalam waktu 1 – 2 bulan

Semoga Bermanfaat...

Sumber : Modul Pembenihan Ikan Patin. BPPP Tegal

Selasa, 20 Maret 2018

MENGENAL JENIS LOBSTER DAN KARAKTERISTIKNYA

Lobster atau biasa disebut udang karang atau udang barong. Secara morfologi lobster memiliki tubuh yang beruas-ruas seperti udang pada umumnya. Tubuh lobster terdiri atas dua bagian utama yaitu bagian kepala yang disebut cephalotoraxdan bagian badan yang disebut abdomen. Pada bagian badan berbentuk ruas-ruas yang dilengkapi dengan lima pasang kaki renang dan sirip ekor yang berbentuk seperti kipas. Hal inilah yang membedakan lobster dengan udang pada umumnya.

Habitat alami lobster adalah kawasan terumbu karang di perairan pantai dari yang dangkal sampai 100 meter di bawah permukaan laut. Di Indonesia, kawasan terumbu karang yang merupakan perairan hidup lobster seluas kurang lebih 67.000 km². Habitat lobster di Indonesia tersebar di perairan daerah Sumatera Barat, timur Sumatera, selatan dan utara Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Selat Malaka, timur Kalimantan, barat Kalimantan, selatan Kalimantan, utara dan selatan Sulawesi, serta Maluku dan Papua, terutama Laut Arafuru. Berdasarkan daerah penyebarannya, lobster dikelompokkan menjadi beberapa jenis.

Continental Species Spiny Lobster
Lobster kelompok ini hidup di perairan karang pantai yang dangkal.

1. Scalopped Spiny Lobster (Panulirus homarus)
Bagian punggung pada tubuhnya didominasi oleh warna kehijauan atau coklat kemerahan dan terdapat bintik-bintik besar dan kecil berwarna kuning terang.
Scalopped Spiny Lobster (Panulirus homarus)

2. Pronghorn Spiny Lobster (Panulirus penicillatus)
Bagian badan berwarna hijau tua dan hijau kehitaman dengan warna coklat yang melintang di setiap ruas badannya. Lobster jenis ini banyak ditemukan tidak jauh dari pantai.
Pronghorn Spiny Lobster (Panulirus penicillatus)
Coral Species Spiny Lobster
Lobster kelompok ini hidup di perairan pantai maupun lepas pantai namun agak dalam.

1. Long Legged Spiny Lobster (Panulirus longipes)
Bagian tubuh lobster ini memiliki warna dasar kecokelatan dengan kebiruan pada antenanya.
Long Legged Spiny Lobster (Panulirus longipes)
2. Painted Spiny Lobster (Panulirus versicolor)
Pada bagian punggungnya berwarna hijau bening dengan semburat merah kecokelatan.
Painted Spiny Lobster (Panulirus versicolor)
3. Ornate Spiny Lobster (Panulirus ornatus)
Badannya berwarna hijau kebiruan berbelang – belang dengan warna hitam dan kuning pada kaki-kakinya.
Ornate Spiny Lobster (Panulirus ornatus)
Oceanic Species Spiny Lobster
Lobster kelompok ini hidup pada perairan laut lepas.

1. Mud Spiny Lobster (Panulirus polyphagus)
Tubuhnya memiliki warna dasar cokelat dengan warna putih melintang di setiap ruas badannya.
Mud Spiny Lobster (Panulirus polyphagus)

Karakteristik Lobster
Jenis kelamin lobster dapat ditemukan di antara kaki jalannya. Alat kelamin jantan lobster terletak diantara kaki jalan kelima berbentuk lancip dan menonjol keluar. Sedangkan alat kelamin betina lobster terletak diantara kaki jalan ketiga berbentuk dua lancipan.

Lobster memiliki karakteristik yang harus diketahui pembudidaya untuk mendukung keberhasilan usahanya.

1. Nocturnal
Lobster merupakan organisme nocturnal yaitu organisme yang melakukan aktivitasnya pada malam hari. Lobster akan beraktivitas pada malam hari terutama untuk makan. Pada saat siang hari, lobster akan istirahat di bebatuan karang.

2. Moulting
Lobster dapat berganti kulit atau moulting seperti jenis organisme berkarapas lainnya. Proses pergantian kulit ini biasanya pada saat fase pertumbuhan dan pertambahan berat tubuhnya. Pada saat moulting, lobster akan melakukannya di tempat persembunyian tanpa makan dan tidur. Proses ini biasanya berlangsung selama 1-2 minggu.

3. Kanibalisme
Pakan yang disukai lobster yaitu berbagai jenis kepiting, moluska, dan ikan. Pada saat mereka kekurangan pakan, mereka dapat memangsa sesamanya atau bersifat kanibalisme.

4. Daya tahan
Pada umumnya, udang dapat bertahan hidup pada perairan yang memiliki salinitas yang fluktuatif. Namun lobster sangatlah sensitif terhadap perubahan salinitas dan suhu. Dalam usaha budidaya, sangat perlu memperhatikan kualitas airnya jangan sampai terjadi fluktuatif yang sangat tinggi terhadap salinitas dan suhunya.

Sumber : Lobster
Lobster atau biasa disebut udang karang atau udang barong. Secara morfologi lobster memiliki tubuh yang beruas-ruas seperti udang pada umumnya. Tubuh lobster terdiri atas dua bagian utama yaitu bagian kepala yang disebut cephalotoraxdan bagian badan yang disebut abdomen. Pada bagian badan berbentuk ruas-ruas yang dilengkapi dengan lima pasang kaki renang dan sirip ekor yang berbentuk seperti kipas. Hal inilah yang membedakan lobster dengan udang pada umumnya.

Habitat alami lobster adalah kawasan terumbu karang di perairan pantai dari yang dangkal sampai 100 meter di bawah permukaan laut. Di Indonesia, kawasan terumbu karang yang merupakan perairan hidup lobster seluas kurang lebih 67.000 km². Habitat lobster di Indonesia tersebar di perairan daerah Sumatera Barat, timur Sumatera, selatan dan utara Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Selat Malaka, timur Kalimantan, barat Kalimantan, selatan Kalimantan, utara dan selatan Sulawesi, serta Maluku dan Papua, terutama Laut Arafuru. Berdasarkan daerah penyebarannya, lobster dikelompokkan menjadi beberapa jenis.

Continental Species Spiny Lobster
Lobster kelompok ini hidup di perairan karang pantai yang dangkal.

1. Scalopped Spiny Lobster (Panulirus homarus)
Bagian punggung pada tubuhnya didominasi oleh warna kehijauan atau coklat kemerahan dan terdapat bintik-bintik besar dan kecil berwarna kuning terang.
Scalopped Spiny Lobster (Panulirus homarus)

2. Pronghorn Spiny Lobster (Panulirus penicillatus)
Bagian badan berwarna hijau tua dan hijau kehitaman dengan warna coklat yang melintang di setiap ruas badannya. Lobster jenis ini banyak ditemukan tidak jauh dari pantai.
Pronghorn Spiny Lobster (Panulirus penicillatus)
Coral Species Spiny Lobster
Lobster kelompok ini hidup di perairan pantai maupun lepas pantai namun agak dalam.

1. Long Legged Spiny Lobster (Panulirus longipes)
Bagian tubuh lobster ini memiliki warna dasar kecokelatan dengan kebiruan pada antenanya.
Long Legged Spiny Lobster (Panulirus longipes)
2. Painted Spiny Lobster (Panulirus versicolor)
Pada bagian punggungnya berwarna hijau bening dengan semburat merah kecokelatan.
Painted Spiny Lobster (Panulirus versicolor)
3. Ornate Spiny Lobster (Panulirus ornatus)
Badannya berwarna hijau kebiruan berbelang – belang dengan warna hitam dan kuning pada kaki-kakinya.
Ornate Spiny Lobster (Panulirus ornatus)
Oceanic Species Spiny Lobster
Lobster kelompok ini hidup pada perairan laut lepas.

1. Mud Spiny Lobster (Panulirus polyphagus)
Tubuhnya memiliki warna dasar cokelat dengan warna putih melintang di setiap ruas badannya.
Mud Spiny Lobster (Panulirus polyphagus)

Karakteristik Lobster
Jenis kelamin lobster dapat ditemukan di antara kaki jalannya. Alat kelamin jantan lobster terletak diantara kaki jalan kelima berbentuk lancip dan menonjol keluar. Sedangkan alat kelamin betina lobster terletak diantara kaki jalan ketiga berbentuk dua lancipan.

Lobster memiliki karakteristik yang harus diketahui pembudidaya untuk mendukung keberhasilan usahanya.

1. Nocturnal
Lobster merupakan organisme nocturnal yaitu organisme yang melakukan aktivitasnya pada malam hari. Lobster akan beraktivitas pada malam hari terutama untuk makan. Pada saat siang hari, lobster akan istirahat di bebatuan karang.

2. Moulting
Lobster dapat berganti kulit atau moulting seperti jenis organisme berkarapas lainnya. Proses pergantian kulit ini biasanya pada saat fase pertumbuhan dan pertambahan berat tubuhnya. Pada saat moulting, lobster akan melakukannya di tempat persembunyian tanpa makan dan tidur. Proses ini biasanya berlangsung selama 1-2 minggu.

3. Kanibalisme
Pakan yang disukai lobster yaitu berbagai jenis kepiting, moluska, dan ikan. Pada saat mereka kekurangan pakan, mereka dapat memangsa sesamanya atau bersifat kanibalisme.

4. Daya tahan
Pada umumnya, udang dapat bertahan hidup pada perairan yang memiliki salinitas yang fluktuatif. Namun lobster sangatlah sensitif terhadap perubahan salinitas dan suhu. Dalam usaha budidaya, sangat perlu memperhatikan kualitas airnya jangan sampai terjadi fluktuatif yang sangat tinggi terhadap salinitas dan suhunya.

Sumber : Lobster