BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagian
besar wilayah dunia terdiri atas air yang luas. Ikan merupakan organisme
akuatik yang memiliki organ yang komplek dan terdiri atas beberapa organ yang
saling bekerja sama melakukan aktivitas hidup. Ikan adalah salah satu hewan
yang hidup didaerah perairan dan tergolong hewan berdarah dingin, artinya
temperatur tubuhnya mengikuti temperatur air dimana ia berada. Umunya ikan
bernafas dengan menghirup udara dari air dengan menggunakan insang. Ikan
mengambil udara dari permukaan air, bila didalam air kekurangan udara. Kecuali
pada beberapa genus yang mempunyai kantung udara untuk menghisap oksigen
apabila tempat hidupnya didalam lumpur.
Ikan
terdapat di daerah perikanan laut dan daerah perikanan darat. Banyak sekali
macam ikan yang terdapat di daerah perikanan darat. Ikan tersebut dapat dibagi
dalam tiga golongan yaitu ikan peliharaan, ikan buas dan ikan liar. Ikan
merupakan salah satu sumber protein bagi manusia, antara lain ikan gurame
(Osphronemus gouramy) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah
menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan gurame adalah salah satu
komoditas yang banyak dikembangkan oleh para petani, hal ini dikarenakan
permintaan pasar cukup tinggi.
Ikan ini
merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang sudah cukup dikenal dan banyak
diminati di Indonesia. Hal ini karena ikan gurame memiliki kelebihan yaitu rasa
daging yang enak, pemeliharaan mudah serta harga relatif stabil. Ikan ini sudah
lama dikenal orang dan telah banyak dibudidayakan. Namun usaha-usaha yang
dilakukan untuk menunjang ke arah budi daya yang intensif belum banyak
dilaksanakan.
Seiring
dengan perkembangan zaman dan meningkatnya pertambahan penduduk yang diiringi
dengan semakin meningkatnya kebutuhan protein hewani oleh masyarakat setiap
tahunnya maka, perlu adanya peningkatan produksi ikan gurame, maka perlu adanya
perluasan pembudidayaan ikan gurame dengan peningkatan produksi ikan secara massal,
baik secara kuantitas maupun kualitasnya, sehingga dapat dijadikan sebagai
komoditas baru terhadap ikan lain yang biasa dipasarkan.
1.2
Tujuan
Mengetahui
dan mempelajari biologi dan morfologi ikan Gurame (Osphronemus gouramy).
1.3
Manfaat
Memperoleh
pengetahuan dan wawasan yang lebih tentang ikan Gurame (Osphronemus gouramy).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Biologi ikan Gurami
A.
Klasifikasi ikan
Ikan gurame
(Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
dibudidayakan di kolam dan merupakan ikan asli Indonesia yang memiliki nilai
ekonomis yang tinggi serta salah satu jenis ikan yang senang tinggal diperairan
yang tenang, terbenam, dan dalam seperti kolam, rawa, telaga, danau serta waduk
(Djuhanda, 1981; Rusdi, 1988).
Klasifikasi
ikan gurame adalah sebagai berikut :
Filum :
Chordata
Kelas :
Pisces
Ordo :
Labirintichi
Subordo :
Anabantoide
Famili :
Anabantidae
Genus :
Osphronemus
Species :
Osphronemus gouramy (Susanto, 1989)
B. Morfologi
ikan
Secara
morfologi, ikan ini memiliki garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus,
bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah. Sirip ekor membulat.
Jari-jari lemah pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi
sebagai alat peraba. Tinggi badan 2,0 s/d 2,1 kali dari panjang standar. Pada
ikan muda terdapat garis-garis tegak berwarna hitam berjumlah 8 sampai 10 buah
dan pada daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat (Balai Budidaya Air
Tawar Sukabumi, 2002).
Gurame juga
memiliki bentuk fisik khas badannya pipih, agak panjang dan lebar. Badan itu
tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya
miring tidak tepat dibawah ujung moncong. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit
dibandingkan bibir atas. Ujung mulut dapat disembulkan sehingga tampak monyong.
Penampilan
gurame dewasa berbeda dengan yang masih muda. Perbedaan itu dapat diamati
berdasarkan ukuran tubuh, warna, bentuk kepala dan dahi. Warna dan perilaku
gurame muda jauh lebih menarik dibandingkan gurame dewasa (Sitanggang dan
Sarwono, 2001). Sedangkan pada ikan muda terdapat delapan buah garis tegak.
Bintik gelap dengan pinggiran berwarna kuning atau keperakan terdapat pada
bagian tubuh diatas sirip dubur dan pada dasar sirip dada terdapat bintik hitam
(Susanto, 2001).
Ikan gurame
tergolong dalam ordo Labirynthici yang memiliki alat pernapasan tambahan yang
disebut labirin, yaitu lipatan-lipatan epitelium pernapasan yang merupakan
turunan dari lembar insang pertama, sehingga ikan dapat mengambil oksigen
langsung dari udara. Adanya alat pernapasan tambahan ini memungkinkan ikan
gurami dapat hidip dalam perairan yang kadar oksigennya rendah (Departemen
pertanian, 1999).
a. Kebiasaan
Hidup
Di alam,
gurame mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti rawa, situ, dan
danau. Di sungai yang berarus deras, jarang dijumpai ikan gurame. Kehidupannya
yang menyukai perairan bebas arus itu terbukti ketika gurame sangat mudah
dipelihara di kolam-kolam tergenang.
Walau gurame
dapat dibudidayakan di dataran rendah dekat pantai, perairan yang paling otimal
untuk budidaya adalah yang terletak pada ketinggian 50 – 40 m diatas permukaan
laut seperti di Bogor, Jawa Barat. Ikan ini masih bertoleransi sampai pada
ketinggian 600 m diatas permukaan laut seperti di Banjarnegara, Jawa Tengah. Yang
jadi patokan adalah suhu air dilingkungan hidupnya. Suhu ideal untuk ikan
gurami adalah 24 – 28 0C (Sitanggang dan Sarwono, 2001).
b. Jenis
Ikan Gurame
Peternak
gurame membedakan ada 6 macam varietas atau strain gurame berdasarkan daya
produksi telur, kecepatan tumbuh, ukuran/bobot maksimal gurame dewasa.
Masing-masing adalah Angsa (soang, geese gourami), Jepun (jepang, japonica),
Blausafir, Paris, Bastar (pedaging), dan Porselan. Selain 6 strain diatas,
berdasarkan warna terdapat gurame Hitam, Albino (putih), dan Belang. Gurame
hitam paling banyak dijumpai, sedangkan yang lain jarang. Hal tersebut
disebabkan gurame albino dan belang kurang disukai, karena pertumbuhannya yang
sangat lambat (Sitanggang dan Sarwono, 2001).
Gurami
Angsa/Soang bisa mencapai panjang maksimal 65 cm dengan total berat 6-12 kg.
Sedangkan gurame Jepun hanya mampu tumbuh hingga mencapai berat total 3,5 kg
dengan panjang hanya 45 cm (Susanto, 1989). Gurame Porselin unggul dalam
menghasilkan telur, per sarang mampu menghasilkan 10.000 butir. Gurame ini oleh
para pembenih dijuluki top of the pop alias gurami pilihan. Untuk gurame dengan
kategori produksi telur kurang adalah gurame Bastar. Per sarang hanya
menghasilkan 2.000-3.000 telur, akan tetapi gurame ini memiliki keunggulan
yaitu tumbuh lebih cepat dari warietas lainnya.
c. Kualitas
Air
Air untuk
mengairi komplek kolam harus tersedia setiap saat, kalau perlu tersedia
sepanjang tahun. Volume air jangan berlebihan, karena dapat mengakibatkan
banjir. Debit air merupakan jumlah air yang mengalir dalam saluran dihitung
dengan ukuran liter per detik. Untuk pemeliharaan gurame secara tradisional
pada kolam khusus, debit air yang diperkenankan adalah 3 liter/detik, sedangkan
untuk pemeliharaan secara polikultur (semi intensif) debit air yang paling
ideal adalah antara 6-12 liter/detik (Sitanggang dan Sarwono, 2001). Kehidupan
organisme akuatik termasuk ikan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti : suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, derajat keasaman (pH),
dan salinitas. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus dikendalikan dalam
budidaya ikan (Wardoyo, 1981).
d. Pakan
Tambahan
Upaya untuk
mencarikan pengganti daun-daun yang disukai gurame sekaligus merupakan kunci
untuk membongsorkan tubuh gurame, yang dianggap cukup efektif dewasa ini ada
dengan menyediakan makanan tambahan yang mempunyai kandungan protein yang cukup
tinggi. Pada kegiatan Kerja Praktek ini ada 3 jenis makanan tambahan, yaitu
Pellet, Keong Emas, dan Serangga (Jangkrik).
e. Pellet
Pellet
merupakan makanan tambahan bagi gurame yang sudah dikenal. Bahan pembentuk
pellet tidak lain adalah campuran dari berbagai bahan makanan seperti tepung
ikan, tepung darah, tepung daging, tepung daun, tepung dedak, dan lain
sebagainya. Antara bahan yang tinggi kandungan proteinnya dicampurkan dengan
bahan makanan yang rendah dengan perbandingan tertentu, sehingga didapatkan
kandungan protein seperti yang dikehendaki. Dan bentuk pellet seperti
butiran-butiran kapur tulis namun ukurannya lebih kecil.
Keong Emas
(Pomacea sp.) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi sawah.
Sebagai hewan yang menyukai habitat perairan, maka kehidupan dan pergerakan
(mobilitas) keong emas sangat dipengaruhi oleh keadaan air pada habitatnya.
Dengan tersedianya keong emas dalam jumlah yang banyak pada alam khususnya pada
area persawahan, maka keong emas dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan
untuk ikan selain hanya berperan sebagai hama padi
Serangga sebagai makanan tambahan
gurame bisa juga memanfaatkan potensi serangga yang suka berkeliaran dimalam
hari. Pada kenyataannya, sekalipun gurame termasuk ikan herbivora (pemakan
tumbuhan), mereka tidak menolak apabila suatu ketika (tanpa disengaja) ada
serangga yang terjatuh ke dalam kolam. Untuk dan karena itulah maka kita bisa
memanfaatkan serangga yang banyak disekitar kita sebagai makanan gurame yang
murah, namun tinggi kandungan proteinnya.
f. Hama dan
Penyakit
Hama dan
penyakit pada budidaya ikan gurame sering menimbulkan kegagalan serta kerugian
besar. Adapun beberapa hal yang menyebabkan timbulnya penyakit berupa kesuburan
kolam dampak dari pemupukan, makanan, kepadatan ikan yang tinggi serta kualitas
air yang buruk (Kabata, 1985).
Hama adalah
hewan yang berukuran lebih besar dan mampu menimbulkan gangguan pada ikan.
Beberapa pemangsa utama ikan gurame dari jenis hama yang sering ditemukan pada
usaha budidaya ikan gurame adalah ular, belut, katak, dan burung pemakan ikan.
Dilihat dari jenis pemangsa air menurut Heinz dan Kline (1973), musuh utama
ikan gurame terbagi atas ikan liar pemangsa dan beberapa jenis ikan pemelihara.
Untuk menghindarai ikan gurame dari ikan-ikan pemangsa, pada pipa pemasukan air
dipasang serumbung dan saringan ikan agar hama tidak masuk ke dalam kolam.
Jenis
penyakit yang sering mengganggu dalam budidaya ikan gurame adalah penyakit
bintik putih (White spot) yang disebabkan jenis protozoa Ichthyopthirius
multifilis yang menyerang benih dan induk ikan gurame. Protozoa ini menjadi
parasit yang sulit diberantas karena kehadirannya sering kali diliputi oleh
lendir yang sulit ditembus oleh larutan obat (Kabata, 1985). Mereka menyerang
ikan dibawah selaput lendir ikan yang merupakan benteng pertahanan utama bagi ikan
(Kabata, 1985).
Selain itu,
jenis penyakit yang juga sering menyerang induk ikan gurame adalah Argulus
indicus. Parasit ini tergolong Crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai
ektoparasit. Menurut Radiopoetro (1983), Argulus indicus menempel pada sirip
atau sisik pada induk ikan gurame.
g. Induk
Ikan Gurami
Pada ikan
gurame perbedaan kelamin jantan dengan betina bisa dilihat dari perbedaan
bentuk dahi, warna dasar sirip dada, warna dagu dan kepekaan pangkal ekor
(Susanto, 1989).
h. Kolam
Pemeliharaan Induk Ikan Gurami
Bila
dihubungkan dengan lingkungan hidupnya, ikan gurame merupakan ikan yang senang
mendiami badan perairan yang relatif tenang. Kolam sebagai media pemeliharaan
ikan gurame juga salah satu hal yang sangat penting. Dalam pemeliharaan induk
ikan gurame, keberadaan kolam hendaknya dekat dengan sumber air yang berupa
mata air, sungai atau pompa air. Tempat yang paling ideal adalah lembah yang
dasarnya mendatar di kaki kedua lereng sungai yang berlenggak-lenggok ditengah
dataran (Tim Lentera, 2002).
Sebagai ikan
yang senang mendiami perairan yang tenang, keberadaan arus hendaknya tidak
terlalu mendominasi. Namun menurut Asmawi (1983), arus dapat digunakan dalam
pemeliharaan induk dengan syarat debit airnya tidak terlalu deras. Arus air yang
terlalu deras akan mengganggu aktivitas gurame yang memiliki badan pipih,
sehingga berenangnya yang memang sudah lambat akan semakin lebih lambat. Gurame
yang terganggu ketenangannya akan menjadi stress, marah, dan mengamuk serta
mengacak-acak dasar kolam.
Air yang
mengalir ke dalam kolam sebaiknya diendapkan terlebih dahulu, karena
dikhawatirkan air yang masuk banyak mengandung bahan-bahan atau unsur-unsur
kimia yang dapat mengganggu metabolisme ikan serta dapat menyebabkan timbulnya
hama dan penyakit pada kolam yang pada akhirnya akan menyerang induk ikan
gurame. Selain itu, sumber air yang terlalu banyak mengandung bahan kimia juga
akan menganggu keinginan induk ikan gurame untuk memijah.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulakan sebagai berikut :
1. Tubuh ikan gurame (Osphronemus gouramy) memiliki garis
lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki
gigi pada rahang bawah. Sirip ekor membulat. memiliki bentuk fisik khas
badannya pipih, agak panjang dan lebar. Badan itu tertutup sisik yang kuat
dengan tepi agak kasar.
2. Habitat ikan gurame di alam mendiami perairan yang
tenang dan tergenang seperti rawa, situ, dan danau.
3. Ikan gurame memiliki 6 macam varietas atau strain
berdasarkan daya produksi telur, kecepatan tumbuh, ukuran/bobot maksimal gurame
dewasa. Masing-masing adalah Angsa (soang, geese gourami), Jepun (jepang,
japonica), Blausafir, Paris, Bastar (pedaging), dan Porselan.berdasarkan warna
terdapat Hitam, Albino (putih), dan Belang.
4. Kehidupan organisme akuatik termasuk ikan sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti : suhu, oksigen terlarut,
karbondioksida bebas, derajat keasaman (pH), dan salinitas. Oleh karena itu,
faktor-faktor tersebut harus dikendalikan dalam budidaya ikan.
5. Pakan tambahan bagi ikan gurame adalah pelet, keong
mas dan serangga.
6. Penyakit bintik putih (White spot) yang disebabkan
jenis protozoa Ichthyopthirius multifilis yang menyerang benih dan induk ikan
gurame.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2002. Informasi Teknik Perikanan. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi.
Asmawi, S.
1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia, Jakarta.
Departemen
Pertanian. 1986. Budidaya Gurami. Balai Informasi Pertanian Jawa Barat.
Bandung.
Djuhanda, T.
1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung.
Heinz, H. R.
and Kline. 1973. Fish Panthology. FFA Publication Inc. West Sylvania Aveneu,
Neptune, New Jersey. 512 pp.
Kabata, Z.
1985. Parasit and Diseases Fish Culture in The Tropic. Taylor and Francis,
London.
Radiopoetro.
1983. Zoology Vertebrata. Erlangga, Jakarta. 56 pp.
Rusdi, T.
1988. Usaha Budidaya Gurami. Simplek, Jakarta. 73 pp.
Sitanggang,
M. dan Sarwono, B. 2001. Budidaya Gurami (Edisi Revisi). Penebar Swadaya.
Jakarta.
Susanto,
Heru. 1989. Budidaya Ikan Gurame. Penebar swadaya. Jakarta.
Tim Lentera.
2002. Cermat dan Tepat Memasarkan Gurami. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Wardoyo,
S.T. 1981. Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Analisis
Dampak Lingkungan, Bogo